23 August 2022 2907
Reasuransi Umum

Ngeri-ngeri Sedap #3: Treaty Compression, Pecah Ban ala Reasuransi

Pernahkah anda mengamati atau mengalami kejadian pecah ban? Salah satu penyebabnya adalah ban yang dipompa terlalu keras melebihi tekanan yang direkomendasikan oleh pabrikan.  Memompa ban berlebihan artinya memasukkan udara dalam jumlah yang lebih banyak kedalam ban. Sifat udara yang mengisi setiap ruang kosong membuat tekanan didalam ban menjadi terlalu tinggi.  Akibatnya, gangguan pada tingkat tertentu seperti benturan keras dapat menjadi pemicu meledaknya ban. Atau, setelah meluncur di aspal sekian lama, temperatur ban meningkat yang juga akan semakin meningkatkan tekanan udara didalam ban.  Situasi ini dapat pula menyebabkan ledakan atau pecah ban.

Situasi serupa ban rentan meledak akibat tekanan yang terlalu tinggi dapat terjadi pula dalam reasuransi.  Fenomena ini disebut treaty atau capacity compression.  Ia terjadi saat penempatan reasuransi sebuah risiko mengkombinasikan metode proporsional dan non-proporsional (excess of loss). 

Proporsional: sama rata, sama rasa

Ambil contoh sebuah risiko besar dengan harga pertanggungan Rp. 1 Triliun dari okupasi yang tergolong high risk, misalnya mining atau petrochemical.  Besarnya nilai dan kompleksitasnya membuat penempatan risiko menjadi rumit menggunakan berbagai solusi, baik ko-asuransi, treaty maupun fakultatif serta melibatkan banyak penanggung dan penanggung ulang, baik dalam maupun luar negeri.

Katakanlah, akhirnya risiko ditempatkan secara penuh melalui panel ko-asuransi beranggotakan asuradur A dan B.  Asuradur A bertindak sebagai co-insurance leader dengan saham penyertaan sebesar 70%.  Sementara itu, asuradur B memiliki saham 30%.

Mengingat besarnya risiko, tidaklah mungkin kedua asuradur menahan sendiri saham ko-asuransinya.  Yang terjadi kemudian adalah setiap asuradur menyebarkan risiko bagiannya masing-masing melalui reasuransi treaty dan fakultatif.  Skema di bawah ini menggambarkan alokasi risiko yang diuraikan di atas.

1

Penempatan risiko ini sepenuhnya menggunakan metode proporsional dimana setiap pihak, baik asuradur maupun reasuradur, berpartisipasi dalam setiap kerugian sesuai dengan porsi proporsional masing-masing, berapapun besar atau kecilnya klaim tersebut (asalkan diatas deductible tertanggung tentunya).  Dengan kata lain, semua asuradur dan reasuradur akan membayar bagian masing-masing dalam setiap klaim.  Dalam penempatan yang sepenuhnya proporsional seperti ini TIDAK terjadi fenomena treaty or capacity compression.  Hal ini karena dalam penempatan  proporsional, meski saham penyertaan berbeda-beda dalam persentase maupun nominal, intensitas keterpaparan masing-masing kapasitas terhadap klaim adalah tepat sama.  Sama rata, sama rasa.  Ini adalah ciri khas utama dari metode reasuransi proporsional.

Kapasitas yang termampatkan

Skenario kedua yang mungkin terjadi pada risiko besar dan high risk seperti ini adalah ternyata kapasitas proporsional tidak berhasil dikumpulkan hingga 100% harga pertanggungan. Para reasuradur global dari luar negeri ternyata menolak mengambil saham penyertaan fakultatif proporsional yang ditawarkan karena premi yang tidak memadai dan terms and conditions yang terlalu agresif (longgar). Namun mereka membuka peluang untuk berpartisipasi secara non-proporsional (excess of loss) diatas loss limit (deductible) yang relatif tinggi, misalnya Rp. 550 miliar. Dengan demikian, sepanjang klaim-klaim yang terjadi tidak menembus Rp. 550 miliar, maka para reasuradur luar itu tidak akan pernah membayar klaim.  Mereka baru akan terlibat apabila klaim telah melebihi Rp. 550 miliar, itupun untuk bagian klaim diatas Rp. 550 miliar itu.  Hanya dengan intensitas keterpaparan terhadap kerugian yang rendah itu mereka bersedia menanggung risiko dengan premi yang relatif kecil pula. 

Akhirnya, keperluan kapasitas hingga Rp. 550 miliar dipenuhi oleh treaty proporsional dalam negeri dan retensi para asuradur anggota panel ko-asuransi. Di atasnya, bercokol kapasitas dari para reasuradur luar sejumlah Rp. 450 miliar. Skema ini sesungguhnya merupakan skema non-proporsional (excess of loss) atau dikenal pula sebagai layered structure.  Kapasitas yang disuplai oleh reasuradur luar dapat diekspresikan sebagai "Rp. 450 miliar in excess of Rp. 550 miliar". Dalam praktek reasuransi, terminologi primary layer sering digunakan untuk mewakili bagian hingga Rp. 550 miliar dan sisa Rp. 450 miliar diatasnya disebut excess layer.  Bila digambarkan, skemanya terlihat seperti di bawah ini.

2

Inilah skema yang memiliki unsur ban pecah itu alias treaty compression yang dialami oleh kapasitas treaty dan retensi dalam negeri yang bersama-sama menanggung primary layer. Intensitas keterpaparan terhadap klaim para asuradur dan reasuradur primary layer jauh lebih tinggi dari pada para reasuradur luar yang menanggung excess layer. Hal ini karena asuradur dan reasuradur primary layer harus menanggung semua klaim yang lebih kecil atau sama dengan Rp. 550 miliar. Sementara itu para reasuradur luar tidak pernah berpartisipasi dalam klaim dibawah atau sama dengan Rp. 550 miliar. Mereka hanya akan terlibat apabila besarnya klaim melampuai limit primary layer, itupun hanya untuk bagian diatas itu. 

Katakanlah, terjadi klaim sebesar Rp 500 miliar.  Berikut adalah perbandingan pembagian kerugian antara kedua skema.

3

Garis horizontal berwarna merah merepresentasikan kerugian sebesar Rp. 500 miliar. Pada skema pertama di sebelah kiri dimana risiko disebar dengan sepenuhnya menggunakan metode proporsional, semua pihak berpartisipasi membayar kerugian sesuai porsi masing-masing. Area-area berbeda warna di bawah garis merah mewakili bagian masing-masing pihak di dalam kerugian.

Sementara itu, pada skema kedua di sebelah kanan dimana terdapat kombinasi proporsional dan non-proporsional, reasuradur fakultatif dari cedant A dan B tidak terkena klaim sama sekali karena besaran klaim yang masih lebih kecil dari deductible. Sehingga kerugian Rp. 500 miliar sepenuhnya ditanggung oleh retensi cedant A dan B serta para reasuradur treaty A dan B. Bagian kerugian yang pada skema pertama diserap oleh kapasitas fakultatif A dan B, kini juga terpaksa ditanggung oleh retensi dan kapasitas treaty dari kedua cedant itu. Dalam hal ini kita katakan kapasitas retensi dan treaty dari kedua cedant telah termampatkan (compressed).

Fenomena kapasitas yang termampatkan seperti inilah yang menyebabkan semua treaty proporsional mengecualikan risiko-risiko yang penyebarannya menggunakan layered structure, layered placement, excess of loss placement atau kombinasi metode proporsional di primary layer dan non-proportional di excess layer, sebagaimana ditunjukkan oleh skema kedua di atas. Bahkan pengecualian ini merupakan salah satu dari beberapa standard general exclusion, yaitu pengecualian yang paling penting dan wajib tertera di dalam treaty slip.

Dengan kata lain, setiap asuradur yang berpartisipasi secara proporsional pada primary layer dari layered structure, mestilah menyadari bahwa porsinya tidak dapat disesikan kedalam treaty proporsional (Quota Share atau Surplus) sehingga haruslah ditahan sendiri (retensi).



 
 
 

Penulis

Delil Khairat, S. SI., M.B.A., ACII, FIIS

Email: delil@indonesiare.co.id