14 July 2021
3778
3778
Reasuransi Jiwa
Nah, bagaimana ceritanya hingga Ivermectin ini digunakan dalam pengobatan COVID-19?
Beberapa waktu lalu, sebuah studi di Australia menunjukkan hasil bahwa penggunaan Ivermectin pada penderita COVID-19 terbukti dapat menurunkan secara signifikan viral load pada sel-sel yang terinfeksi. Hasil studi tersebut didukung oleh sebuah studi lain yang menyatakan bahwa Ivermectin mampu mempercepat proses pemulihan pada penderita COVID-19 yang bergejala ringan, dan mampu mencegah penderita tersebut mengalami gejala berat.
Sebuah studi lain dilakukan dengan mengkombinasikan Ivermectin dengan Doxycycline (obat golongan antibiotik) dalam pengobatan COVID-19. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kombinasi kedua obat tersebut efektif untuk mengurangi gejala yang dialami oleh penderita COVID-19, sekaligus mampu mempercepat proses penyembuhan.
Walaupun mungkin kita baru mendengar kiprah Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Ivermectin digunakan dalam pengobatan infeksi virus. Ivermectin juga pernah digunakan dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi, seperti infeksi Virus Zika, Chikungunya, Demam Dengue, dan Influenza. Meskipun demikian, harus diingat bahwa hingga saat ini, uji klinis pemanfaatan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 masih berlangsung, serta hingga saat ini belum ada obat yang secara resmi dinyatakan dan diakui sebagai obat untuk COVID-19.
Hingga saat ini, US Food and Drug Administrator (FDA) serta beberapa institusi dan otoritas serupa di berbagai negara, masih melakukan uji klinis dan analisa lebih lanjut terkait pemanfaatan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19. Gugus tugas telah dibentuk dengan tujuan untuk meneliti potensi efektivitas Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, terutama pada penderita yang bergejala sedang-berat.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mempersiapkan uji klinis yang bertujuan untuk memastikan keamanan dan kemanjuran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19. Uji klinis ini sedang dipersiapkan bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dan akan dilakukan pada pasien COVID-19 yang dirawat inap di delapan rumah sakit, yaitu RS Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RS Soedarso Pontianak, RS Adam Malik Medan, RSPAD Gatot Soebroto, RSAU Esnawan Antariksa, RS Suyoto, dan RSD Wisma Atlet.
Dr. Budhi Antariksa selaku Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Ivermectin Indonesia menyampaikan bahwa uji klinis saat ini baru memasuki tahap pematangan rencana, sembari memantau hasil studi dari negara-negara lain yang telah ada. Beberapa negara memang diketahui telah menggunakan Ivermectin dalam strategi penanganan COVID-19 di negaranya. Negara-negara tersebut di antaranya adalah Slovakia, Yunani, Bulgaria, Macedonia, Peru, dan Republik Ceko.
Sebagaimana dilansir dari Trial Site News, Slovakia sendiri menjadi negara Uni Eropa pertama yang secara resmi menyetujui penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, di mana izin penggunaan Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Slovakia pada akhir Januari 2021. Walaupun demikian, hingga saat ini, European Medicines Agency (EMA) hanya memberikan izin Ivermectin untuk dimanfaatkan dalam pengobatan COVID-19 dalam lingkup uji klinis yang sangat terbatas.
Selain di Uni Eropa, Ivermectin juga telah digunakan dalam pengobatan COVID-19 di Afrika Selatan. Beberapa dokter dan ahli kesehatan di Afrika Selatan memberikan pernyataan dan kesaksian bahwa penggunaan Ivermectin pada penderita COVID-19 terbukti dapat mengurangi gejala-gejala pada penderita, termasuk untuk gejala yang cukup berat. Walaupun demikian, hingga saat ini, otoritas kesehatan Afrika Selatan masih belum secara resmi mengeluarkan izin penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 dan penggunaan yang ada sifatnya masih sangat terbatas.
India yang baru-baru ini lolos dari badai COVID-19 juga ternyata pernah menggunakan Ivermectin sebagai pengobatan COVID-19. Bahkan, warta berita India pernah memberitakan bahwa Ivermectin lah yang mampu membuat India lolos dari badai COVID-19 kemarin. Walaupun demikian, sanggahan atas pemberitaan ini tak lama kemudian muncul dari berbagai asosiasi serta ahli kesehatan dan epidemiologi, di mana mereka menyatakan bahwa yang lebih jelas berperan dalam penanggulangan badai COVID-19 di India adalah tindakan pembatasan mobilisasi (lockdown), ketimbang penggunaan Ivermectin.
Bagaimana dengan update penggunaan Ivermectin di Indonesia?
BPOM selaku badan yang berwenang melakukan pengawasan dan pemberian izin edar atas obat-obatan di Indonesia menegaskan bahwa, hingga saat ini di Indonesia, Ivermectin hanya memiliki lisensi sebagai obat anti-parasit, dan belum memiliki lisensi sebagai obat COVID-19 atau obat infeksi virus lainnya. BPOM masih akan menunggu hasil studi yang dilakukan oleh Balitbangkes, sebelum memutuskan apakah Ivermectin bisa mendapatkan lisensi sebagai obat COVID-19.
Senada dengan BPOM, Prof. Zubairi Djoerban selaku Ketua Satgas COVID-19 dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga mengatakan bahwa IDI belum merekomendasikan Ivermectin untuk digunakan sebagai obat COVID-19. Mereka masih akan menunggu hasil uji klinis dari Balitbangkes dan persetujuan dari BPOM, sembari mempelajari izin edar dan hasil studi-studi dari luar negeri, sebelum bisa memberikan rekomendasi penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19.
Melihat pernyataan dari BPOM, sepertinya masih terlalu dini untuk menganggap bahwa Ivermectin dapat dimanfaatkan dalam pengobatan COVID-19. Pemberitaan akan Ivermectin yang manjur dalam pengobatan COVID-19 sejauh ini masih merupakan opini dan belum merupakan hasil studi yang sahih. Merebaknya pemberitaan kemanjuran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 selayaknya kita tanggapi dengan bijak, di mana, kita harus lebih jeli untuk melihat apakah sudah ada hasil studi yang membuktikan keamanan dan kemanjuran Ivermectin, sebelum bisa mempercayai opini dan pemberitaan yang ada.
Kita memang telah lama ‘hidup bersama’ dengan COVID-19. Merasa ‘lelah’ akan pandemi ini tentunya sangat wajar untuk dirasakan, terutama dengan melihat peningkatan kasus harian baru dan angka kematian yang disebabkan oleh COVID-19 terus meningkat setiap harinya. Mungkin inilah yang membuat masyarakat ‘tergerak’ untuk turut berusaha mencari pengobatan yang dianggap manjur untuk mengobati COVID-19. Hal ini jugalah yang mungkin mendorong masyarakat untuk ‘mudah mempercayai’ opini dan pemberitaan yang beredar. Walaupun demikian, tentunya kita harus menyadari potensi bahaya yang mengintai jika kita mengkonsumsi obat-obatan yang belum mendapatkan approval dari otoritas yang berwenang.
Kita harus mengingat kembali bahwa BPOM, FDA, EMA, serta otoritas berwenang lainnya memiliki tugas untuk memastikan keamanan obat-obatan yang beredar di masyarakat, serta tentunya untuk memastikan adanya bukti empirik yang kuat bahwa obat-obatan tersebut efektif sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mengkonsumsi obat-obatan yang belum mendapatkan persetujuan dari BPOM tentunya dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan kita.
Beberapa pemberitaan di luar negeri bahkan menunjukkan bahwa ada segelintir masyarakat yang mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis sangat besar. Salah satu pemanfaatan dari Ivermectin sendiri memang ditujukan untuk mengobati infeksi parasit pada hewan, termasuk di antaranya hewan-hewan berukuran besar seperti sapi dan kuda. Orang-orang yang mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis sangat besar ini dilaporkan membutuhkan perawatan yang sangat serius di RS –bahkan dikabarkan memerlukan life support-, karena sebelumnya mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis besar, yang sebenarnya diperuntukkan bagi kuda dan sapi.
Penggunaan Ivermectin dalam dosis yang telah disetujui untuk manusia pun sebenarnya masih harus sangat berhati-hati karena, seperti obat-obatan lainnya, penggunaan Ivermectin juga dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti ruam kulit, gangguan pencernaan, nyeri kepala, penurunan tekanan darah, gangguan saraf, serta pembengkakan wajah dan anggota tubuh. Selain itu, Ivermectin juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan obat-obatan lainnya, salah satunya adalah obat pengencer darah, di mana apabila kedua obat ini dikonsumsi bersamaan bisa berpotensi menimbulkan efek samping yang cukup berat seperti hipotensi, dizziness, kejang, koma, bahkan kematian.
Menilik fakta-fakta yang ada, hal yang sebenarnya mengkhawatirkan dari pemberitaan tentang Ivermectin ini adalah ‘inisiasi dini’ dari masyarakat untuk memperoleh Ivermectin secara bebas. Padahal, Ivermectin ini selain belum mendapatkan persetujuan BPOM sebagai obat COVID-19, juga tergolong ke dalam kategori obat keras, yang mana pemberiannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya juga harus dalam pengawasan dokter. Dikhawatirkan, pemberitaan yang terlalu dini akan kemanjuran Ivermectin sebagai obat COVID-19, dapat mendorong masyarakat untuk berusaha memperoleh Ivermectin sendiri dan mengkonsumsi Ivermectin secara mandiri, yang mana, tentunya dapat berbahaya bagi kesehatannya. Belum lagi, jika masyarakat memperoleh Ivermectin bukan dari fasilitas kesehatan atau apotek resmi, yang mana tentunya tidak menjamin keaslian dan kelayakan konsumsi dari Ivermectin ini.
Pandemi COVID-19 ini memang mungkin belum terlihat ujungnya. Oleh karena itu, untuk sementara ini akan lebih aman bagi kita untuk berupaya mencegah terjadinya perluasan penyebaran infeksi ini melalui metode yang sudah terbukti efektivitasnya, yaitu menerapkan protokol kesehatan. Pun apabila kita terinfeksi COVID-19, kita harus mendapatkan perawatan sesuai dengan guideline yang berlaku, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan secara sembarang sebelum berkonsultasi dengan dokter.
Stay safe and healthy, semuanya!
*******
Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-19
Beberapa minggu terakhir ini, ramai diberitakan seputar Ivermectin yang disebut manjur untuk mengobati infeksi COVID-19. Bagi mereka yang telah familiar dengan obat Ivermectin, tentunya memahami bahwa Ivermectin sebelumnya telah lama digunakan sebagai pengobatan atas infeksi parasit, seperti kutu rambut, scabies, trichuriasis, ascariasis, and lymphatic filariasis.Nah, bagaimana ceritanya hingga Ivermectin ini digunakan dalam pengobatan COVID-19?
Beberapa waktu lalu, sebuah studi di Australia menunjukkan hasil bahwa penggunaan Ivermectin pada penderita COVID-19 terbukti dapat menurunkan secara signifikan viral load pada sel-sel yang terinfeksi. Hasil studi tersebut didukung oleh sebuah studi lain yang menyatakan bahwa Ivermectin mampu mempercepat proses pemulihan pada penderita COVID-19 yang bergejala ringan, dan mampu mencegah penderita tersebut mengalami gejala berat.
Sebuah studi lain dilakukan dengan mengkombinasikan Ivermectin dengan Doxycycline (obat golongan antibiotik) dalam pengobatan COVID-19. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kombinasi kedua obat tersebut efektif untuk mengurangi gejala yang dialami oleh penderita COVID-19, sekaligus mampu mempercepat proses penyembuhan.
Walaupun mungkin kita baru mendengar kiprah Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Ivermectin digunakan dalam pengobatan infeksi virus. Ivermectin juga pernah digunakan dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi, seperti infeksi Virus Zika, Chikungunya, Demam Dengue, dan Influenza. Meskipun demikian, harus diingat bahwa hingga saat ini, uji klinis pemanfaatan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 masih berlangsung, serta hingga saat ini belum ada obat yang secara resmi dinyatakan dan diakui sebagai obat untuk COVID-19.
Hingga saat ini, US Food and Drug Administrator (FDA) serta beberapa institusi dan otoritas serupa di berbagai negara, masih melakukan uji klinis dan analisa lebih lanjut terkait pemanfaatan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19. Gugus tugas telah dibentuk dengan tujuan untuk meneliti potensi efektivitas Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, terutama pada penderita yang bergejala sedang-berat.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mempersiapkan uji klinis yang bertujuan untuk memastikan keamanan dan kemanjuran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19. Uji klinis ini sedang dipersiapkan bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dan akan dilakukan pada pasien COVID-19 yang dirawat inap di delapan rumah sakit, yaitu RS Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RS Soedarso Pontianak, RS Adam Malik Medan, RSPAD Gatot Soebroto, RSAU Esnawan Antariksa, RS Suyoto, dan RSD Wisma Atlet.
Dr. Budhi Antariksa selaku Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Ivermectin Indonesia menyampaikan bahwa uji klinis saat ini baru memasuki tahap pematangan rencana, sembari memantau hasil studi dari negara-negara lain yang telah ada. Beberapa negara memang diketahui telah menggunakan Ivermectin dalam strategi penanganan COVID-19 di negaranya. Negara-negara tersebut di antaranya adalah Slovakia, Yunani, Bulgaria, Macedonia, Peru, dan Republik Ceko.
Sebagaimana dilansir dari Trial Site News, Slovakia sendiri menjadi negara Uni Eropa pertama yang secara resmi menyetujui penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, di mana izin penggunaan Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Slovakia pada akhir Januari 2021. Walaupun demikian, hingga saat ini, European Medicines Agency (EMA) hanya memberikan izin Ivermectin untuk dimanfaatkan dalam pengobatan COVID-19 dalam lingkup uji klinis yang sangat terbatas.
Selain di Uni Eropa, Ivermectin juga telah digunakan dalam pengobatan COVID-19 di Afrika Selatan. Beberapa dokter dan ahli kesehatan di Afrika Selatan memberikan pernyataan dan kesaksian bahwa penggunaan Ivermectin pada penderita COVID-19 terbukti dapat mengurangi gejala-gejala pada penderita, termasuk untuk gejala yang cukup berat. Walaupun demikian, hingga saat ini, otoritas kesehatan Afrika Selatan masih belum secara resmi mengeluarkan izin penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 dan penggunaan yang ada sifatnya masih sangat terbatas.
India yang baru-baru ini lolos dari badai COVID-19 juga ternyata pernah menggunakan Ivermectin sebagai pengobatan COVID-19. Bahkan, warta berita India pernah memberitakan bahwa Ivermectin lah yang mampu membuat India lolos dari badai COVID-19 kemarin. Walaupun demikian, sanggahan atas pemberitaan ini tak lama kemudian muncul dari berbagai asosiasi serta ahli kesehatan dan epidemiologi, di mana mereka menyatakan bahwa yang lebih jelas berperan dalam penanggulangan badai COVID-19 di India adalah tindakan pembatasan mobilisasi (lockdown), ketimbang penggunaan Ivermectin.
Bagaimana dengan update penggunaan Ivermectin di Indonesia?
BPOM selaku badan yang berwenang melakukan pengawasan dan pemberian izin edar atas obat-obatan di Indonesia menegaskan bahwa, hingga saat ini di Indonesia, Ivermectin hanya memiliki lisensi sebagai obat anti-parasit, dan belum memiliki lisensi sebagai obat COVID-19 atau obat infeksi virus lainnya. BPOM masih akan menunggu hasil studi yang dilakukan oleh Balitbangkes, sebelum memutuskan apakah Ivermectin bisa mendapatkan lisensi sebagai obat COVID-19.
Senada dengan BPOM, Prof. Zubairi Djoerban selaku Ketua Satgas COVID-19 dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga mengatakan bahwa IDI belum merekomendasikan Ivermectin untuk digunakan sebagai obat COVID-19. Mereka masih akan menunggu hasil uji klinis dari Balitbangkes dan persetujuan dari BPOM, sembari mempelajari izin edar dan hasil studi-studi dari luar negeri, sebelum bisa memberikan rekomendasi penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19.
Melihat pernyataan dari BPOM, sepertinya masih terlalu dini untuk menganggap bahwa Ivermectin dapat dimanfaatkan dalam pengobatan COVID-19. Pemberitaan akan Ivermectin yang manjur dalam pengobatan COVID-19 sejauh ini masih merupakan opini dan belum merupakan hasil studi yang sahih. Merebaknya pemberitaan kemanjuran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 selayaknya kita tanggapi dengan bijak, di mana, kita harus lebih jeli untuk melihat apakah sudah ada hasil studi yang membuktikan keamanan dan kemanjuran Ivermectin, sebelum bisa mempercayai opini dan pemberitaan yang ada.
Kita memang telah lama ‘hidup bersama’ dengan COVID-19. Merasa ‘lelah’ akan pandemi ini tentunya sangat wajar untuk dirasakan, terutama dengan melihat peningkatan kasus harian baru dan angka kematian yang disebabkan oleh COVID-19 terus meningkat setiap harinya. Mungkin inilah yang membuat masyarakat ‘tergerak’ untuk turut berusaha mencari pengobatan yang dianggap manjur untuk mengobati COVID-19. Hal ini jugalah yang mungkin mendorong masyarakat untuk ‘mudah mempercayai’ opini dan pemberitaan yang beredar. Walaupun demikian, tentunya kita harus menyadari potensi bahaya yang mengintai jika kita mengkonsumsi obat-obatan yang belum mendapatkan approval dari otoritas yang berwenang.
Kita harus mengingat kembali bahwa BPOM, FDA, EMA, serta otoritas berwenang lainnya memiliki tugas untuk memastikan keamanan obat-obatan yang beredar di masyarakat, serta tentunya untuk memastikan adanya bukti empirik yang kuat bahwa obat-obatan tersebut efektif sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mengkonsumsi obat-obatan yang belum mendapatkan persetujuan dari BPOM tentunya dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan kita.
Beberapa pemberitaan di luar negeri bahkan menunjukkan bahwa ada segelintir masyarakat yang mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis sangat besar. Salah satu pemanfaatan dari Ivermectin sendiri memang ditujukan untuk mengobati infeksi parasit pada hewan, termasuk di antaranya hewan-hewan berukuran besar seperti sapi dan kuda. Orang-orang yang mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis sangat besar ini dilaporkan membutuhkan perawatan yang sangat serius di RS –bahkan dikabarkan memerlukan life support-, karena sebelumnya mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis besar, yang sebenarnya diperuntukkan bagi kuda dan sapi.
Penggunaan Ivermectin dalam dosis yang telah disetujui untuk manusia pun sebenarnya masih harus sangat berhati-hati karena, seperti obat-obatan lainnya, penggunaan Ivermectin juga dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti ruam kulit, gangguan pencernaan, nyeri kepala, penurunan tekanan darah, gangguan saraf, serta pembengkakan wajah dan anggota tubuh. Selain itu, Ivermectin juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan obat-obatan lainnya, salah satunya adalah obat pengencer darah, di mana apabila kedua obat ini dikonsumsi bersamaan bisa berpotensi menimbulkan efek samping yang cukup berat seperti hipotensi, dizziness, kejang, koma, bahkan kematian.
Menilik fakta-fakta yang ada, hal yang sebenarnya mengkhawatirkan dari pemberitaan tentang Ivermectin ini adalah ‘inisiasi dini’ dari masyarakat untuk memperoleh Ivermectin secara bebas. Padahal, Ivermectin ini selain belum mendapatkan persetujuan BPOM sebagai obat COVID-19, juga tergolong ke dalam kategori obat keras, yang mana pemberiannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya juga harus dalam pengawasan dokter. Dikhawatirkan, pemberitaan yang terlalu dini akan kemanjuran Ivermectin sebagai obat COVID-19, dapat mendorong masyarakat untuk berusaha memperoleh Ivermectin sendiri dan mengkonsumsi Ivermectin secara mandiri, yang mana, tentunya dapat berbahaya bagi kesehatannya. Belum lagi, jika masyarakat memperoleh Ivermectin bukan dari fasilitas kesehatan atau apotek resmi, yang mana tentunya tidak menjamin keaslian dan kelayakan konsumsi dari Ivermectin ini.
Pandemi COVID-19 ini memang mungkin belum terlihat ujungnya. Oleh karena itu, untuk sementara ini akan lebih aman bagi kita untuk berupaya mencegah terjadinya perluasan penyebaran infeksi ini melalui metode yang sudah terbukti efektivitasnya, yaitu menerapkan protokol kesehatan. Pun apabila kita terinfeksi COVID-19, kita harus mendapatkan perawatan sesuai dengan guideline yang berlaku, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan secara sembarang sebelum berkonsultasi dengan dokter.
Stay safe and healthy, semuanya!
*******
Penulis
dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ
Email: laras@indonesiare.co.id
Artikel
- Vertigo dan Meniere’s Disease
02 Apr 2024
396 kali - Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik07 Feb 2024508 kali
- Kebangkitan Infeksi Polio di Indonesia23 Jan 2024518 kali
- Mengenal COVID-19 Varian JN.122 Dec 20233274 kali
- Lonjakan Kasus COVID-19 di Akhir Tahun 202320 Dec 20233320 kali
- Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia07 Dec 20233836 kali
- Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya04 Dec 20233625 kali
- Perspektif Kepemilikan Asuransi Penyakit Kritis bagi Kelompok Usia Muda21 Nov 20233710 kali
- Kemunculan Kasus Mpox Kedua: Apakah Berpotensi Menjadi Epidemi Baru di Indonesia?30 Oct 20232934 kali
- Underweight dan Bahaya Kesehatan di Baliknya10 Oct 20232195 kali
- Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?03 Oct 20232086 kali
- Fenomena Peningkatan Insidensi HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga12 Jun 20239029 kali
- Marburg Virus Disease24 May 20235548 kali
- Sudden Sensorineural Hearing Loss26 Apr 20238335 kali
- Tuberculosis pada Anak10 Apr 20239322 kali
- Flu Burung Clade 2.3.4.4b28 Mar 202310274 kali
- Penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Operasional Industri Perasuransian Nasional20 Feb 202314596 kali
- Memahami Fenomena Bonus Demografi dan Pengaruhnya pada Industri Asuransi Jiwa26 Jan 202317814 kali
- Vaksin Inavac12 Jan 202315615 kali
- Stroke Batang Otak06 Jan 202318022 kali
- Ada Apa dengan China?28 Dec 202211251 kali
- Gonorrhea Superbug21 Dec 202210993 kali
- Crimean-Congo Hemorrhagic Fever14 Dec 20225949 kali
- Vaksin IndoVac29 Nov 20225341 kali
- Cedera Sambaran Petir24 Nov 20224021 kali
- Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon11 Nov 20224101 kali
- Covid Subvarian XBB dan XBC03 Nov 20223407 kali
- Fenomena Resistensi Antibiotik dan Infeksi Superbug26 Oct 20223892 kali
- Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak18 Oct 20225302 kali
- Penggunaan Kendaraan Listrik dari Perspektif Kesehatan dan Lingkungan04 Oct 20226189 kali
- Zero Covid Policy22 Sep 20224833 kali
- Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada Sistem Imun31 Aug 20224304 kali
- Mengenal Batuk Berdarah22 Aug 20227368 kali
- Mengenal Virus Langya dan Potensi Emerging Disease12 Aug 20222037 kali
- Long Covid dalam Perspektif Asuransi Jiwa dan Kesehatan05 Aug 20222291 kali
- Covid Centaurus26 Jul 20222327 kali
- Menyikapi Penghapusan Ketentuan Waiting Period pada SEOJK PAYDI11 Jul 20223977 kali
- Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan07 Jul 20223495 kali
- Ada Apa dengan BA.4 dan BA.5?24 Jun 20221812 kali
- Ramsay-Hunt Syndrome20 Jun 20222217 kali
- Keterkaitan Asma dengan GERD10 Jun 20223993 kali
- Penyakit Virus Hendra03 Jun 20222313 kali
- Mengenal Cacar Monyet26 May 20221870 kali
- Keterkaitan Infeksi Covid dengan Hepatitis Misterius19 May 20222039 kali
- Hepatitis Misterius19 May 20222088 kali
- Serba-Serbi Sakit Pinggang11 May 20224194 kali
- Evidence Based Medicine22 Apr 202215681 kali
- Mewaspadai Potensi Penyakit Ginjal pada Penyintas Covid07 Apr 20222392 kali
- Penyakit Tipes, Penyakit Masyarakat Indonesia31 Mar 20224146 kali
- Menilik Kesiapan Indonesia vs Negara Tetangga Dalam Melangkah Ke Status Endemi29 Mar 20222107 kali
- Riwayat Pandemi Flu Spanyol 191816 Mar 20226445 kali
- Son of Omicron09 Mar 20222029 kali
- Vaksin Zifivax22 Feb 20225980 kali
- Bahaya Strobo Bagi Kesehatan15 Feb 20222989 kali
- Flurona, Infeksi Apakah Itu?02 Feb 20221851 kali
- Pentingnya Warna Urine Sebagai Indikator Kesehatan25 Jan 202232824 kali
- Spinal Cord Injury17 Jan 202210746 kali
- Mengenal Gerd03 Jan 20224626 kali
- Tentang Varian Omicron10 Dec 20212636 kali
- Mengenal Nyeri Dada06 Dec 20213935 kali
- Mengenal Insomnia dan Sleep Deprivation29 Nov 202110522 kali
- Mental Health Awareness Di Lingkungan Kerja23 Nov 20217145 kali
- Dampak Kemunculan Virus Covid Subvarian Delta Plus12 Nov 20212447 kali
- Pemberian Vaksin Pfizer Pada Anak29 Oct 20213114 kali
- Risiko Myokarditis Pada Penerima Vaksin MRNA19 Oct 20216490 kali
- Pengajuan Asuransi Jiwa dan Kesehatan Bagi Penyintas Covid06 Oct 20212216 kali
- Tentang Varian Mu28 Sep 20212420 kali
- Tentang Vaksin Sputnik-V15 Sep 20213544 kali
- Badai Sitokin pada Penderita Covid01 Sep 20218771 kali
- Vaksin Moderna Di Indonesia25 Aug 20215340 kali
- Amunisi Pandemi Anak Bangsa09 Aug 20212783 kali
- Pemberian Dosis Booster pada Program Vaksinasi Covid di Indonesia05 Aug 20213294 kali
- Telaah Penggunaan Azithromycin dalam Pengobatan COVID-1928 Jul 202110030 kali
- Peranan Vitamin D dalam Imunitas23 Jul 20216417 kali
- Peningkatan Kasus COVID-19 pada Anak di Indonesia28 Jun 20212834 kali
- Peranan Varian Mutasi dalam Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia18 Jun 20212771 kali
- Wacana Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi COVID-1914 Jun 20217652 kali
- Infeksi Jamur Hitam pada Penderita COVID-1910 Jun 20213982 kali
- Program Vaksinasi Gotong Royong09 Jun 20213231 kali
- Faedah Pemberian Terapi Plasma Konvalesen bagi Penderita COVID-1904 Jun 20213883 kali
- Fenomena Long Covid pada Penyintas18 May 20215411 kali
- Mengenal Varian P1 dari SARS-CoV-230 Apr 20213122 kali
- Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil19 Apr 20213346 kali
- Mengenal Varian Trégor16 Apr 20212456 kali
- Multisystem Inflammatory Syndrome In Children (Mis-C)24 Mar 202112475 kali
- Polemik Vaksin Astrazeneca19 Mar 20215279 kali
- Tentang Varian Mutasi B 117 Yang hadir di Indonesia15 Mar 20212472 kali
- Pengembangan Vaksin Covid-19 Di Indonesia26 Feb 20214286 kali
- Rekomendasi Terbaru Kemenkes Untuk Vaksinasi Covid-1918 Feb 20214788 kali
- Proses Pengelolaan Masker Medis Bekas Pakai15 Feb 20213561 kali
- Pandemic Fatigue11 Feb 20212648 kali
- Telaah Imunitas Dalam Disiplin Ilmu Psikoneuroimunologi01 Feb 20216143 kali
- Fakta-Fakta Terkait Kejadian Kematian Penerima Vaksin Pfizer22 Jan 20213671 kali
- Kesiapan Edar Vaksin Sinovac di Indonesia15 Jan 20213530 kali
- ISOLASI MANDIRI PADA COVID-1908 Jan 20213641 kali
- Mengenal Mutasi VUI-202012/0104 Jan 20212556 kali
- Delirium pada Penderita COVID-1923 Dec 20205502 kali
- Wacana Dimulainya Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka Kembali23 Dec 20202813 kali
- Gangguan Pencernaan Pada Kasus Covid-1922 Dec 20205796 kali
- Potensi Terjadinya Cross-Reactive-Immunity Terhadap Individu Yang Belum Terekspos Sars-Cov-221 Dec 20203554 kali
- Mengenal Vaksin Pfizer27 Nov 20206840 kali
- Klorokuin Dalam Pengobatan Covid-1920 Nov 20203828 kali
- Dominasi Klaster Perkantoran Pada Pandemi COVID-1920 Nov 20202972 kali
- Risiko Transmisi Covid-19 Dalam Penerbangan17 Nov 20202780 kali
- Antibody Dependent Enhancement02 Nov 20209663 kali
- Mengenal Herd Immunity24 Jul 20203599 kali
- Mungkinkah COVID-19 terjadi pada hewan?20 Jul 20203175 kali
- Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?03 Jul 20203925 kali
- Penggunaan Masker Dalam Kehidupan ‘Normal Baru’26 Jun 20203233 kali
- Kilas Balik Penanganan COVID-19 di Indonesia28 May 20202680 kali
- COVID-19 dan Penyakit Kardiovaskular11 May 20203178 kali
- Proses Pembuatan Vaksin05 May 202074894 kali
- COVID-19 dan Demam Dengue28 Apr 20203327 kali
- Mitos dan Fakta tentang COVID-1923 Mar 20203380 kali
- Menangani Gigitan Ular02 Mar 20206488 kali
- Mengenal GERD24 Feb 20206828 kali
- Serba-Serbi Jamu17 Feb 20203525 kali
- Mengoptimalkan Kekebalan Tubuh10 Feb 20202574 kali
- 2019 - Novel Coronavirus28 Jan 20203494 kali
- Vegan vs Vegetarian20 Jan 20203868 kali
- Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis13 Jan 20208977 kali
- Serba-Serbi Vitamin D06 Jan 20202774 kali
- Hyperventilation Syndrome30 Dec 201922570 kali
- Pentingnya Kalsium untuk Tubuh26 Dec 20197005 kali
- Serba-Serbi Keluarga Berencana17 Dec 20196250 kali
- Chronic Fatigue Syndrome09 Dec 20197646 kali
- Hipnosis dan Diet Hipnoterapi03 Dec 20196224 kali
- Manfaat Ikan Salmon25 Nov 20197198 kali
- Ulkus Lambung18 Nov 201915281 kali
- Sifilis12 Nov 201918725 kali
- Mengkonsumsi Vitamin C05 Nov 20195984 kali
- Skizofrenia28 Oct 20197104 kali
- Overdosis Kafein21 Oct 20192817 kali
- Bahaya Mengkonsumsi Makanan dan Minuman Panas16 Oct 201914876 kali
- Peran Kolesterol bagi Kesehatan Tubuh27 Aug 20197664 kali
- Penyebab Bau Badan14 Aug 20194497 kali
- Social Drinker05 Aug 201915379 kali
- Mengenal Kandung Empedu30 Jul 201955992 kali
- Nutrisi untuk Rambut15 Jul 20192443 kali
- Mengenal Rambut08 Jul 201945946 kali
- Apakah Menguap Itu Selalu Pertanda Mengantuk01 Jul 20197512 kali
- Serba Serbi Warna Ingus28 Jun 201920175 kali
- Mengenal Cacar Monyet21 May 20194306 kali
- Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan06 May 20192676 kali
- Mengapa Garam Dapat Menyebabkan Tekanan Darah Meningkat?29 Apr 201927022 kali
- Mengapa Kita Mengalami Cegukan?22 Apr 201910210 kali
- Manfaat Bawang Putih15 Apr 20198162 kali
- Mau tidur siang? Ternyata ada aturannya, lho!26 Mar 20197755 kali
- Extrapulmonary Tuberculosis18 Mar 201910812 kali
- Manfaat Zat Besi untuk Tubuh14 Mar 20197163 kali
- Hipertensi pada Anak06 Mar 201925312 kali
- Gangguan Psikosomatis04 Mar 201910354 kali
- Pentingnya Tidur Untuk Kesehatan18 Feb 20197369 kali
- Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD)!12 Feb 20198530 kali
- Fungsi Usus Buntu04 Feb 201915431 kali
- Serba-serbi Tonsil28 Jan 201932482 kali
- Protein dan Asam Amino21 Jan 201977716 kali
- Mengenal IQOS14 Jan 201933961 kali
- Mengenal Diet Keto07 Jan 20198048 kali
- Serba-Serbi Kurang Tidur31 Dec 20184434 kali
- Kolesterol yang Terlalu Rendah26 Dec 20183479 kali
- Ada Apa dengan Nasi?26 Dec 20184327 kali
- Benarkah Vape Tidak Berbahaya?11 Dec 20186075 kali
- Efusi Pleura12 Nov 201817194 kali
- Pneumonia06 Nov 20187838 kali
- Encephalitis29 Oct 20186309 kali
- Meningitis22 Oct 20188099 kali
- Imunisasi Rotavirus15 Oct 201814661 kali
- Prostatitis11 Jul 20187476 kali
- Cystitis02 Jul 201813863 kali
- Tahan Banting Selama Puasa04 Jun 20183372 kali
- Vaksin untuk anak : Iya atau Tidak?21 May 20183425 kali
- Vaksin Cacar Air, Penting atau Tidak ?30 Apr 201815196 kali
- Eclampsia23 Apr 20184227 kali
- Chikungunya12 Mar 201811930 kali
- Rubeola05 Mar 201812089 kali
- Benign Prostatic Hyperplasia05 Feb 20188194 kali
- Transplantasi Liver06 Mar 20177009 kali
- Diet sehat itu seperti apa?06 Mar 20174757 kali
- Sirosis Hati06 Mar 201716999 kali
- Pre-Diabetes, akankah menjadi Diabetes?06 Mar 20179478 kali
- Kanker Pankreas03 Mar 20177250 kali
- Kanker Lambung03 Mar 201710285 kali
- HFMD02 Mar 20179015 kali
- Cholelithiasis02 Mar 201760307 kali
- Alcohol-Related Liver Disease02 Mar 20176047 kali
- Rokok Elektronik: Penolong dari Ketergantungan atau Alternatif Baru Merokok?10 Dec 20166142 kali
Follow Us
