Accounting & Finance
Apa itu Resesi?
Di era pandemic ini, banyak negara menerapkan kebijakan lockdown untuk memberhentikan penyebaran COVID19 untuk berbagai macam alasan seperti menyelamatkan perekonomian (agar dapat bergerak kembali) sekaligus kesehatan masyarakat banyak. Kebijakan ini tentu berdampak signifikan bagi seluruh negara di dunia karena roda ekonomi berhenti sedemikian rupa. Berhentinya kegiatan ekonomi berarti juga pertumbuhan ekonomi yang melambat. Lantas, perlambatan ekonomi inilah yang kemudian dikaitkan dengan apa yang sedang menjadi buzzword di media perbincangan ekonomi global, yakni resesi.
Lalu apa sih resesi? Well, banyak definisi resesi oleh bermacam – macam sumber. Menurut the National Bureau of Economic Research (NBER) resesi adalah
“A recession is a significant decline in economic activity spread across the economy, normally visible in production, employment, and other indicators. A recession begins when the economy reaches a peak of economic activity and ends when the economy reaches its trough. Between trough and peak, the economy is in an expansion.”
“A decline in economic activity that lasts more than a few months.”
Dari definisi NBER, kita dapat menarik kesimpulan bahwa resesi terjadi ketika aktivitas ekonomi sedang mengalami penurunan terus menerus selama beberapa waktu (bulan/kuartal). Indikator kegiatan ekonomi suatu negara secara umum dapat dilihat dari nilai gross domestic product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB).
Grafik di atas merupakan pertumbuhan triwulanan (year on year) GDP Amerika Serikat (AS). Terlihat pada tahun 2008, dimana terjadi krisis subprime mortgage, AS memasuki resesi dengan ditandai dengan penurunan GDP triwulanan berkelanjutan hingga menyentuh level -8.4% di Q4 2008. Pada tahun 2020 triwulan satu, terjadi penurunan sebesar 5% pada ekonomi AS. Setelah lebih dari 128 bulan terjadi ekspansi pada ekonomi AS, dimana periode ekspansi ini merupakan ekspansi terlama AS sejak 1854, NBER menilai bahwa pada Februari 2020 merupakan puncak akhir siklus bisnis.
Tidak hanya AS, contoh lain adalah pertumbuhan ekonomi Singapore pada dua triwulan berturut – turut mencatat angka yang negatif yakni -3.3% dan -41.2%. Penurunan ini menjadi headlines media beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa ekonomi singapura memasuki jurang resesi. Terlihat juga pada tahun 2008 silam, Singapore (SG) juga memasuki resesi dimana selama empat kuarter berturut – turut mengalami pertumbuhan GDP yang negatif.
Salah satu negara lain yang pernah mengalami resesi lebih dari dua kali bahkan dalam 15 tahun terakhir adalah negara Itali (IT). Setelah memasuki resesi pada krisis subprime mortgage 2008-09, Itali kembali memasuki resesi pada tahun 2011 yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah beban hutang yang tinggi (lebih dari 100% dari GDP) serta gejolak politik di Italy. Hal ini berlangsung hingga tahun 2012. Satu windu kemudian, Itali kembali dibayangi oleh resesi karena dampak pandemic covid19 yang juga dirasakan oleh negara – negara di dunia.
Lantas bagaimana ya dengan Indonesia (ID)? Pada triwulan I 2020, Indonesia mencatat pertumbuhan yang melambat tetapi masih positif, yakni 2.97%. Kendati demikian, hal ini tetap menjadi sorotan karena pada triwulan II 2020, ekonomi Indonesia diprediksi minus disekitar level 4%. Penurunan ini didasarkan pada beberapa sektor industri yang kinerjanya terkontraksi cukup dalam pada triwulan II seperti perdagangan, pertambangan, manufaktur, hingga transportasi. Saat ini, pemerintah sedang mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi dapat terus positif dengan cara menerapkan kebijakan – kebijakan strategis baik fiscal maupun moneter.
Reference