23 October 2023 3386
General Reinsurance

Fenomena Penyimpangan Suhu dan Dampaknya di Indonesia

Indonesia memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Indonesia biasanya memasuki musim kemarau pada bulan April hingga September, sehingga cuaca akan terasa panas dan curah hujan menurun. Namun, beberapa bulan terakhir ini Indonesia dihadapkan dengan cuaca panas yang tergolong ekstrem. Cuaca ekstrem ini diakibatkan oleh adanya fenomena kenaikan suhu yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan 116 stasiun pengamat BMKG, suhu udara rata-rata di Indonesia pada bulan September 2023 mencapai 27 derajat Celsius. Sedangkan untuk curah hujan pada bulan Oktober 2023, BMKG Memprediksi akan terjadi curah hujan yang tergolong rendah di beberapa wilayah di Indonesia. Wilayah tersebut meliputi Sumatera bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku Utara, hingga Papua bagian selatan.
 

safsf

Gambar 1. Peta Prakiraan Curah Hujan Indonesia pada Oktober 2023
sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

 
Penyebab Fenomena Penyimpangan Suhu di Indonesia 2023
 
  1. Pengaruh El Nino
Sebagai negara tropis kondisi cuaca sangat di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Variasi curah hujan di Indoensia setidaknya dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu sirkulasi meridonial, sirkulasi zonal, aktivitas monsoon, topografi wilayah di Indonesia, dan badai tropis. Namun, terdapat satu kejadian yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap variasi curah hujan yang terjadi di Indonesia, dan banyak studi telah membuktikannya. Kejadian tersebut adalah El Nino.
El Nino merupakan istilah untuk fenomena kenaikan Suhu Muka Laut (SML) yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Kenaikan suhu ini mengakibatkan peningkatan pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan timur. Pertumbuhan awan ini mengakibatkan hujan bergeser menjauh dari Indonesia dan mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu di beberapa wilayah Indonesia.
 
  1. Indian Ocean Dipole (IOD)
IOD merupakan fenomena penyimpangan Suhu Muka Laut (SML) di Samudra Hindia. Penyimpangan ini mengakibatkan perbedaan SML diantara dua wilayah yaitu Laut Arab yang menjadi lebih hangat (Samudra Hindia bagian barat) dan Samudera Hindia bagian timur di selatan Indonesia yang menjadi lebih dingin. SML yang lebih dingin pada samudra Hindia ini yang mengakibatkan curah hujan yang terjadi di bagian selatan Indonesia semakin rendah.
 
  1. Perubahan Iklim
Perubahan Iklim merupakan suatu ancaman serius yang saat ini dihadapi oleh seluruh bagian dunia. Perubahan Iklim telah mengakibatkan naiknya suhu rata-rata bumi setiap tahunnya, dan kenaikan suhu rata global sebesar 1oC terbukti telah mengakibatkan berbagai permasalahan seperti suhu udara naik, kekeringan, banjir, musim hujan pendek, musim panas panjang, menigkatnya permukaan air laut, dan cuaca ekstrem.
 
Dampak Fenomena Penyimpangan Suhu di Indonesia
 
Fenomena kenaikan suhu ini memberikan dampak nyata dimana beberapa wilayah di Indonesia saat ini mengalami kekeringan. Kekeringan ini tentunya dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan sehari-hari masyarakat. Beberapa dampak buruk dari kekeringan ini diantaranya adalah:
 
  1. Kelangkaan Air
Kekeringan mengakibatkan suhu yang semakin tinggi sehingga akan mempercepat proses penguapan air di wilayah yang terdampak. Hal ini tentunya akan mengakibatkan semakin berkurangnya volume air di aliran sungai, danau, dan di dalam tanah.
 
Pengurangan volume air ini memiliki dampak langsung ke masyarakat yang tinggal di wilayah terdampak. Dengan berkurangnya ketersediaan air terutamanya air bersih, maka masyarakat akan mengonsumsi air yang mungkin sudah terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan penyakit seperti kolera dan tipoid. Kelangkaan air ini juga mengakibatkan sanitasi yang buruk dan akan menyebabkan penyebaran penyakit yang semakin cepat. Volume air yang berkurang juga dapat mengganggu operasi dari pembangkit litrik tenaga air.
 
Kelangkaan air telah menjadi topik utama yang dibahas pada Forum WANA (West Asia and North Africa) 2010. Sekitar 90% wilayah WANA merupakan wilayah yang kering dengan curah hujan kurang dari 200mm per tahun dan kondisi ini diperparah dengan seringnya terjadi kekeringan. Sumber daya air di wilayah Arab bahkan mengalami penurunan dari 3600 m3/tahun pada 1960 menjadi 1000 m3/tahun pada 2000.
 
  1. Penurunan Produktivitas Pertanian
Air merupakan sumber energi bagi tanaman untuk melakukan fotosintesis sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Berkurangnya kandungan air di dalam tanah tentunya akan menghambat proses pertumbuhan tanaman dan bahkan dapat menyebabkan tanaman mengering. Hal ini akan berdampak pada menurunnya produktivitas hasil pertanian atau bahkan gagal panen.
 
Berkurangnya produktivitas pertanian ataupun terjadinya gagal panen akan berdampak pada berkurangnya ketersedian pangan di masyarakat, kekurangan pangan ini apabila terjadi dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi hingga meninggal dunia. Selain itu, kekurangan pangan dapat menganggu pasokan komiditas ekonomi hasil pertanian.
 
Berdasarkan permodelan yang dibuat oleh Sidhu (2023), Gelombang Panas yang terjadi di India pada 2022 mengurangi hasil panen gandum sebesar 4,5 persen dibandingkan hasil panen dengan cuaca normal. Per Juli 2023, India bahkan telah menghentikan ekspor besar karena gagal panen yang terjadi di daerah utama penyedia beras seperti Punjab dan Haryana.
 
  1. Kebakaran Hutan
Risiko terjadinya kebakaran hutan semakin meningkat saat kekeringan terjadi. Kekeringan mengakibatkan mengeringnya tanaman seperti rerumputan sehingga apabila terdapat suatu sumber api, maka penyebaran api akan terjadi dengan sangat cepat. Sumber api alami dapat berasal dari faktor manusia dan faktor alami seperi petir.
 
Penyebaran api ini akan sangat sulit untuk dipadamkan sehingga kebakaran akan semakin meluas dan dapat terjadi selama berhari-hari. Kebakaran hutan ini tentunya juga akan menimbulkan kebulan asap pembakaran yang pastinya merupakan emisi gas CO2. Kebulan asap ini akan menganggu aktivitas masyarakat di sekitarnya karena akan mengurangi jarak pandang dan juga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit pernapasan.
 
Di tahun ini, sebuah kebakaran hutan yang sangat besar baru saja terjadi di Hawaii pada 8 Agustus kemarin. Meski penyebab dari kebakaran ini belum dapat dipastikan, namun kondisi angin yang kencang dan terjadinya kekeringan menimbulkan kobaran api yang besar dan kebakaran meluas dengan cepat. Kebakaran ini diprediksi mengakibatkan kerugian ekonomi hingga USD 6 Triliun dan telah menyebabkan 115 orang meninggal dunia. Kebakaran ini juga mengakibatkan rusaknya rumah-rumah warga dan menghentikan banyak bisnis, namun 75% dari total kerugian ini akan ditanggung oleh asuransi dengan banyak jenis pertanggungan mulai dari property damage hingga business interruption.
 
  1. Banjir Bandang
Banjir bandang dapat terjadi pada saat terjadinya hujan di wilayah yang baru saja mengalami kekeringan. Hal ini dikarenakan kekeringan mengakibatkan tanah mengeras dan tidak dilindungi oleh tanaman lagi sehingga kualitas tanah akan sangat rendah untuk dapat menampung air hujan terutama saat hujan deras.
 
Banjir bandang setelah kekeringan ini pernah terjadi di Pakistan pada 2020. Banjir bandang muncul imbas hujan ekstrem terjadi saat Pakistan baru saja melewati musim monsoon.  Banjir ini telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang diestimasikan melebih USD 10 Triliun. Dampak ini dirasakan langsung oleh masyarakat dikarenakan rumah dan lahan pertanian hancur serta lebih dari 1100 orang meninggal dunia.

Author

Amin Abdillah Harahap, S. T.

Email: amin@indonesiare.co.id