Mengenal Perbedaan Gugatan dan Permohonan
Terdapat banyak pemahaman yang salah dalam kaitannya dengan gugatan dan permohonan dalam suatu prosedur beracara di Pengadilan. Oleh karena itu, dibawah ini akan dicoba diulas lebih lanjut terkait dengan perbedaan antara gugatan dan permohonan apabila ditinjau dari aspek pengertian keduanya, dasar hukum, ciri khas masing-masing, proses pemeriksaan di pengadilan dan contoh sederhana keduanya.
1. Pengertian
Gugatan merupakan suatu surat tuntutan hak (dalam permasalahan perdata) yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lainnya sebagai tergugat.
Sedangkan permohonan, menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan memberi pengartian tentang Permohonan sebagai suatu surat permohonan permasalahan perdata yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang didalamnya berisi tuntutan hak oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung unsur sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.
2. Dasar Hukum
Dasar hukum gugatan dapat dilihat dari bentuknya. Bentuk gugatan terdapat 2 macam, yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis. Dasar hukum mengenai gugatan diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Herziene Inlandsch Reglement (HIR) juncto Pasal 142 Rectsreglement voor de Buitengewesten (RBg) untuk gugatan tertulis dan Pasal 120 HIR untuk gugatan lisan. Akan tetapi, yang paling diutamakan tetaplah gugatan tertulis.
Permohonan dapat disebut juga sebgaia gugatan voluntair dimana maksdunya adalah gugatan permohonan dilakukan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik sebagai tergugat. Landasan hukum permohonan merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU 14/1970). Meskipun UU 14/1970 tersebut telah diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, apa yang digariskan Pasal 2 dan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 14/1970 itu, masih dianggap relevan sebagai landasan gugatan voluntair yang merupakan penegasan, di samping kewenangan badan peradilan penyelesaian masalah atau perkara yang bersangkutan dengan yuridiksi contentiosa yaitu perkara sengketa yang bersifat partai (ada pihak penggugat dan tergugat), juga memberi kewenangan penyelesaian masalah atau perkara voluntair.
3. Ciri khas
Ciri khas dari gugatan, adalah:
-
Permasalahan hukum yang diajukan mengandung sengketa;
-
Terjadi sengketa diantara pihak, minimal 2 (dua) pihak (penggugat dan tergugat);
-
Tidak dapat dilakukan secara sepihak;
-
Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai kekuasaan mengikat kepada para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi yang diperiksa ataupun didengarkan keterangannya.
Ciri khas permohonan adalah:
-
Masalah yang diajukan bersifat sepihak saja;
-
Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan negeri pada prinsipnya tanpa sengketa dan tanpa pihak lain;
-
Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat mutlak satu pihak.
-
Keputusan hakim mengikat terhadap semua orang.
4. Proses Pemeriksaan
Proses pemeriksaan gugatan di pengadilan berlangsung secara kontradiktor (contradictoir), yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat untuk membantah dalil-dalil penggugat dan sebaliknya penggugat juga berhak untuk melawan bantahan tergugat. Dengan kata lain, pemeriksaan perkara berlangsung dengan proses sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun dalam bentuk kesimpulan (conclusion). Pengecualian terhadap pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan melalui verstek atau tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secara sah dan patut oleh juru sita. Setelah pemeriksaan sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan akan mengeluarkan putusan atas gugatan tersebut.
Proses pemeriksaan permohonan di pengadilan dilakukan secara ex-parte yang bersifat sederhana yaitu hanya mendengarkan keterangan pemohon, memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon dan tidak ada tahap replik-duplik dan kesimpulan. Setelah permohonan diperiksa, maka pengadilan akan mengeluarkan penetapan atau ketetapan (beschikking; decree). Bentuk ini membedakan penyelesaian yang dijatuhkan pengadilan dalan gugatan contentiosa dengan bentuk putusan berupa vonis (award).
5. Contoh - contoh
Contoh sederhana dari gugatan ialah gugatan wanprestasi atas kelalaian seseorang dalam memenuhi kewajibannya dan gugatan ganti rugi yang dialami seseorang atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak lain. Sedangkan contoh sederhana dari permohonan adalah permohonan pengakuan anak kepada Pengadilan, permohonan penetapan ahli waris,
Referensi:
Yahya Harahap. (2005) “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”. Sinar Grafika. Jakarta.
***