19 March 2021
5847
5847
Life Reinsurance
Sebelum kita membahas polemik tentang Vaksin AstraZeneca, ada baiknya kita kembali mengulas sedikit tentang pengembangan vaksin tersebut.
AstraZeneca merupakan suatu holding company yang bergerak di bidang riset, pengembangan, dan manufaktur dari produk-produk farmasi. Perusahaan ini didirikan pada 17 Juni 1992 dan saat ini bertempat di Cambridge, UK. Dalam proses pengembangan vaksin COVID-19, AstraZeneca menjalin kerja sama dengan University of Oxford, di mana, AstraZeneca akan bertanggung jawab dalam bidang pengembangan, manufaktur global, serta pendistribusian dari vaksin yang mereka kembangkan.
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca merupakan vaksin dengan vektor adenovirus dari simpanse (ChAdOx1) yang telah disisipi oleh gen yang merupakan bagian dari protein spike SARS-CoV-2. Adenovirus yang telah disisipi oleh gen protein ini akan memasuki sel manusia, dan kemudian akan memproduksi protein spike yang dapat memicu terbentuknya kekebalan (berupa antibodi dan sel memori) terhadap SARS-CoV-2.
Vaksin dengan vektor adenovirus ini mungkin terdengar ‘kurang familiar’ bagi sebagian besar orang. Nyatanya, vaksin dengan vektor adenovirus telah dikembangkan sejak lama, dan metodenya telah diadaptasi sebelumnya dalam pengembangan vaksin Ebola, malaria, dan studi pengembangan vaksin HIV. Sama seperti Vaksin Sinovac, Vaksin AstraZeneca juga direkomendasikan untuk diberikan dalam dua dosis, dengan masing-masing pemberian sebesar 0.5 ml, namun dengan rentang waktu pemberian sekitar 9 – 12 minggu antara pemberian dosis pertama dan dosis kedua.
Vaksin yang memiliki kode AZD1222 ini telah lulus uji keamanan dari empat uji klinis yang dilakukan di Inggris, Brazil, dan Afrika Selatan pada sekitar 23,745 relawan. Berdasarkan publikasi yang ada, Vaksin AstraZeneca disebut memiliki efikasi sekitar 76%, dan efikasi tersebut disebutkan meningkat pada sekitar 81.3% jika interval antara pemberian dosis pertama dan dosis kedua lebih dari 12 minggu. Efektivitas tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan efikasi Vaksin Sinovac di Indonesia (65.3%). Selain itu, Vaksin AstraZeneca disebut juga memiliki beberapa keunggulan, seperti efektif membentuk kekebalan pada kelompok lansia, aman untuk diberikan pada penderita komorbid seperti penderita obesitas, penyakit kardiovaskular, penyakit pernafasan, dan diabetes, serta bisa disimpan di kulkas dengan suhu biasa.
Sebuah vaksin hendaknya tidak hanya efektif dalam memicu pembentukan kekebalan, namun yang paling penting adalah vaksin tersebut harus aman untuk diberikan kepada semua kelompok masyarakat, karena memang tujuan pemberian vaksin adalah untuk membentuk kekebalan masyarakat (herd immunity), yang mana hanya bisa dicapai jika vaksin tersebut dapat diberikan kepada sebagian besar masyarakat di suatu daerah. Vaksin AstraZeneca sendiri telah lulus uji keamanan, dan sama seperti Vaksin Sinovac, disebut tidak menimbulkan efek samping yang berat pada uji klinis yang telah dilakukan. Berdasarkan laporan dari hasil uji klinis yang dilakukan, Vaksin AstraZeneca ‘hanya’ menimbulkan efek samping yang bersifat ringan-sedang seperti nyeri, kemerahan, dan bengkak pada lokasi suntik, rasa kelelahan setelah penyuntikan, nyeri otot dan sendi ringan, serta nyeri kepala ringan pada satu hari hingga satu minggu setelah penyuntikan.
Vaksin AstraZeneca telah tiba sebanyak 1,113,600 dosis di Indonesia pada 8 Maret 2021 lalu. Vaksin-vaksin ini rencananya akan dialokasikan sebagai bagian dari vaksin gratis melalui skema multilateral Covax yang diadakan oleh WHO. Covax sendiri merupakan sebuah inisiatif global yang diadakan demi memberikan akses yang setara bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan vaksin COVID-19.
Sayangnya, inisiatif yang sangat baik itu harus ditunda lantaran pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda sementara pendistribusian Vaksin AstraZeneca di Indonesia. Keputusan tersebut diambil sebagai tindakan preventif berdasarkan diskusi dan rekomendasi dari BPOM yang mana juga akan melakukan kajian dan tinjauan kembali kepada Vaksin AstraZeneca. Pertimbangan dari pemerintah dan BPOM tersebut terkait dengan adanya pemberitaan penangguhan pemberian Vaksin AstraZeneca dari beberapa negara di Eropa, menyusul adanya pemberitaan munculnya komplikasi yang cukup serius pada beberapa orang yang menerima Vaksin AstraZeneca.
Berdasarkan pemberitaan yang ada, ditemukan 37 kasus pembekuan darah yang dilaporkan terjadi pada penerima Vaksin AstraZeneca di beberapa negara di Eropa. 15 kasus di antaranya adalah kasus trombosis vena dalam (deep vein thrombosis – DVT) dan 22 kasus lainnya adalah kasus emboli paru, di mana terjadi fatalitas pada satu kasus.
Terkait dengan dugaan efek samping tersebut, beberapa negara di Eropa –seperti Denmark, Norwegia, Islandia, Belanda, Italia, Austria, dan Bulgaria- telah memutuskan untuk menangguhkan sementara penggunaan Vaksin AstraZeneca di negara mereka, sembari menunggu laporan dari hasil investigasi yang tengah dilakukan oleh AstraZeneca, WHO (World Health Organization), dan EMA (European Medicines Agency).
WHO sendiri telah memberikan tanggapan bahwa mereka tidak melihat adanya bukti yang kuat bahwa Vaksin AstraZeneca lah yang menyebabkan pembekuan darah tersebut. Pernyataan dari WHO tersebut senada dengan pernyataan dari EMA yang turut mengatakan bahwa mereka juga belum menemukan bukti adanya hubungan antara kasus trombosis yang dilaporkan dengan pemberian Vaksin AstraZeneca. Pernyataan dari WHO dan EMA tersebut didukung oleh adanya bukti berupa hasil uji klinis Vaksin AstraZeneca yang memang telah menunjukkan bukti keamanan, serta sebelumnya belum pernah dilaporkan adanya efek samping serupa setelah pemberian Vaksin AstraZeneca sebanyak 11 juta dosis di Inggris, 20 juta dosis di India, dan 5 juta dosis di Uni Eropa.
Pihak dari AstraZeneca sendiri telah menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan vaksin yang mereka produksi, lantaran vaksin mereka telah melalui proses uji klinis yang ketat dan selama ini belum mengidentifikasi kejadian pembekuan darah sebagai salah satu efek samping. Namun demikian, tentunya penangguhan ataupun kelanjutan pemberian Vaksin AstraZeneca tetaplah merupakan hak prerogatif dari regulator di setiap negara. AstraZeneca pun sampai saat ini menyatakan bahwa mereka akan tetap kooperatif untuk bekerja sama dalam menindaklanjuti kejadian ini dengan pihak-pihak berwenang.
Di Indonesia sendiri, pemerintah bersama dengan BPOM saat ini memutuskan untuk menangguhkan pemberian Vaksin AstraZeneca kepada masyarakat, sembari melihat keadaan dan perkembangan dari kasus Vaksin AstraZeneca di ranah global dan menunggu pemberian fatwa halal Vaksin AstraZeneca dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pemerintah dan BPOM juga mengatakan bahwa Vaksin AstraZeneca yang diterima oleh Indonesia merupakan batch yang berbeda dari batch Vaksin AstraZeneca yang diduga ‘bermasalah’ (batch ABV 5300). Vaksin AstraZeneca yang diterima oleh Indonesia sendiri merupakan vaksin yang diproduksi oleh SK Biosciences dari Korea Selatan.
Di luar polemik dugaan komplikasi, Vaksin AstraZeneca di Indonesia juga dikhawatirkan mengalami kendala lain, di mana ternyata baru diketahui bahwa sebanyak 1.1 juta dosis Vaksin AstraZeneca yang tiba di Indonesia ternyata diperkirakan akan kadaluarsa pada Mei 2021.
Kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa masa kadaluarsa vaksin COVID-19 umumnya bervariasi antara enam bulan hingga satu tahun. Namun, Vaksin AstraZeneca ternyata memiliki masa penggunaan yang lebih pendek dari vaksin lainnya. Kondisi tersebut dikhawatirkan cukup berdampak pada program vaksinasi COVID-19 di Indonesia, mengingat masa kadaluarsa Vaksin AstraZeneca yang cukup dekat, sementara rentang pemberian antara dosis pertama dan dosis kedua Vaksin AstraZeneca cukup panjang, yaitu 9 – 12 minggu.
Walaupun demikian, Kementerian Kesehatan cukup optimis bahwa Vaksin AstraZeneca akan dapat terutilisisasi seluruhnya sebelum masa penggunaannya berakhir. Pemikiran tersebut lantaran saat ini, laju penyuntikan vaksin COVID-19 di Indonesia telah mencapai 250,000 – 350,000 dosis perharinya. Sehingga, diperkirakan hanya membutuhkan waktu sekitar enam hari saja untuk bisa ‘menghabiskan’ 1.1 juta dosis vaksin.
Senada dengan Kementerian Kesehatan, BPOM juga turut mengungkapkan rasa optimis mereka, lantaran saat ini masih cukup banyak negara-negara di Eropa –seperti Inggris, Swedia, Australia, dan Kanada- yang tetap melanjutkan program vaksinasi di negara mereka dengan Vaksin AstraZeneca. Pun, negara-negara yang tengah menunda pemberian Vaksin AstraZeneca di negaranya ‘hanya’ mengeluarkan kebijakan penangguhan sementara sebagai bentuk tindakan preventif, dan bukan melakukan pencabutan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization – EUA) bagi Vaksin AstraZeneca. Mari kita bersama mendoakan agar polemik Vaksin AstraZeneca bisa segera menemui titik terang, ya. Sehingga proses vaksinasi COVID-19 di Indonesia bisa semakin cepat mencapai targetnya.
***
Polemik Vaksin Astrazeneca
Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia telah memasuki bulan ketiga di Maret 2021 ini. Tidak hanya Vaksin Sinovac, Vaksin AstraZeneca dikabarkan juga telah mendarat di Indonesia pada awal Maret ini. Namun sayangnya, kedatangan Vaksin AstraZeneca disusul oleh beberapa berita kurang mengenakkan tentang vaksin tersebut.Sebelum kita membahas polemik tentang Vaksin AstraZeneca, ada baiknya kita kembali mengulas sedikit tentang pengembangan vaksin tersebut.
Sumber foto: www.freepik.com
AstraZeneca merupakan suatu holding company yang bergerak di bidang riset, pengembangan, dan manufaktur dari produk-produk farmasi. Perusahaan ini didirikan pada 17 Juni 1992 dan saat ini bertempat di Cambridge, UK. Dalam proses pengembangan vaksin COVID-19, AstraZeneca menjalin kerja sama dengan University of Oxford, di mana, AstraZeneca akan bertanggung jawab dalam bidang pengembangan, manufaktur global, serta pendistribusian dari vaksin yang mereka kembangkan.
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca merupakan vaksin dengan vektor adenovirus dari simpanse (ChAdOx1) yang telah disisipi oleh gen yang merupakan bagian dari protein spike SARS-CoV-2. Adenovirus yang telah disisipi oleh gen protein ini akan memasuki sel manusia, dan kemudian akan memproduksi protein spike yang dapat memicu terbentuknya kekebalan (berupa antibodi dan sel memori) terhadap SARS-CoV-2.
Vaksin dengan vektor adenovirus ini mungkin terdengar ‘kurang familiar’ bagi sebagian besar orang. Nyatanya, vaksin dengan vektor adenovirus telah dikembangkan sejak lama, dan metodenya telah diadaptasi sebelumnya dalam pengembangan vaksin Ebola, malaria, dan studi pengembangan vaksin HIV. Sama seperti Vaksin Sinovac, Vaksin AstraZeneca juga direkomendasikan untuk diberikan dalam dua dosis, dengan masing-masing pemberian sebesar 0.5 ml, namun dengan rentang waktu pemberian sekitar 9 – 12 minggu antara pemberian dosis pertama dan dosis kedua.
Vaksin yang memiliki kode AZD1222 ini telah lulus uji keamanan dari empat uji klinis yang dilakukan di Inggris, Brazil, dan Afrika Selatan pada sekitar 23,745 relawan. Berdasarkan publikasi yang ada, Vaksin AstraZeneca disebut memiliki efikasi sekitar 76%, dan efikasi tersebut disebutkan meningkat pada sekitar 81.3% jika interval antara pemberian dosis pertama dan dosis kedua lebih dari 12 minggu. Efektivitas tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan efikasi Vaksin Sinovac di Indonesia (65.3%). Selain itu, Vaksin AstraZeneca disebut juga memiliki beberapa keunggulan, seperti efektif membentuk kekebalan pada kelompok lansia, aman untuk diberikan pada penderita komorbid seperti penderita obesitas, penyakit kardiovaskular, penyakit pernafasan, dan diabetes, serta bisa disimpan di kulkas dengan suhu biasa.
Sumber foto: www.freepik.com
Sebuah vaksin hendaknya tidak hanya efektif dalam memicu pembentukan kekebalan, namun yang paling penting adalah vaksin tersebut harus aman untuk diberikan kepada semua kelompok masyarakat, karena memang tujuan pemberian vaksin adalah untuk membentuk kekebalan masyarakat (herd immunity), yang mana hanya bisa dicapai jika vaksin tersebut dapat diberikan kepada sebagian besar masyarakat di suatu daerah. Vaksin AstraZeneca sendiri telah lulus uji keamanan, dan sama seperti Vaksin Sinovac, disebut tidak menimbulkan efek samping yang berat pada uji klinis yang telah dilakukan. Berdasarkan laporan dari hasil uji klinis yang dilakukan, Vaksin AstraZeneca ‘hanya’ menimbulkan efek samping yang bersifat ringan-sedang seperti nyeri, kemerahan, dan bengkak pada lokasi suntik, rasa kelelahan setelah penyuntikan, nyeri otot dan sendi ringan, serta nyeri kepala ringan pada satu hari hingga satu minggu setelah penyuntikan.
Vaksin AstraZeneca telah tiba sebanyak 1,113,600 dosis di Indonesia pada 8 Maret 2021 lalu. Vaksin-vaksin ini rencananya akan dialokasikan sebagai bagian dari vaksin gratis melalui skema multilateral Covax yang diadakan oleh WHO. Covax sendiri merupakan sebuah inisiatif global yang diadakan demi memberikan akses yang setara bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan vaksin COVID-19.
Sayangnya, inisiatif yang sangat baik itu harus ditunda lantaran pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda sementara pendistribusian Vaksin AstraZeneca di Indonesia. Keputusan tersebut diambil sebagai tindakan preventif berdasarkan diskusi dan rekomendasi dari BPOM yang mana juga akan melakukan kajian dan tinjauan kembali kepada Vaksin AstraZeneca. Pertimbangan dari pemerintah dan BPOM tersebut terkait dengan adanya pemberitaan penangguhan pemberian Vaksin AstraZeneca dari beberapa negara di Eropa, menyusul adanya pemberitaan munculnya komplikasi yang cukup serius pada beberapa orang yang menerima Vaksin AstraZeneca.
Sumber foto: www.freepik.com
Berdasarkan pemberitaan yang ada, ditemukan 37 kasus pembekuan darah yang dilaporkan terjadi pada penerima Vaksin AstraZeneca di beberapa negara di Eropa. 15 kasus di antaranya adalah kasus trombosis vena dalam (deep vein thrombosis – DVT) dan 22 kasus lainnya adalah kasus emboli paru, di mana terjadi fatalitas pada satu kasus.
Terkait dengan dugaan efek samping tersebut, beberapa negara di Eropa –seperti Denmark, Norwegia, Islandia, Belanda, Italia, Austria, dan Bulgaria- telah memutuskan untuk menangguhkan sementara penggunaan Vaksin AstraZeneca di negara mereka, sembari menunggu laporan dari hasil investigasi yang tengah dilakukan oleh AstraZeneca, WHO (World Health Organization), dan EMA (European Medicines Agency).
WHO sendiri telah memberikan tanggapan bahwa mereka tidak melihat adanya bukti yang kuat bahwa Vaksin AstraZeneca lah yang menyebabkan pembekuan darah tersebut. Pernyataan dari WHO tersebut senada dengan pernyataan dari EMA yang turut mengatakan bahwa mereka juga belum menemukan bukti adanya hubungan antara kasus trombosis yang dilaporkan dengan pemberian Vaksin AstraZeneca. Pernyataan dari WHO dan EMA tersebut didukung oleh adanya bukti berupa hasil uji klinis Vaksin AstraZeneca yang memang telah menunjukkan bukti keamanan, serta sebelumnya belum pernah dilaporkan adanya efek samping serupa setelah pemberian Vaksin AstraZeneca sebanyak 11 juta dosis di Inggris, 20 juta dosis di India, dan 5 juta dosis di Uni Eropa.
Pihak dari AstraZeneca sendiri telah menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan vaksin yang mereka produksi, lantaran vaksin mereka telah melalui proses uji klinis yang ketat dan selama ini belum mengidentifikasi kejadian pembekuan darah sebagai salah satu efek samping. Namun demikian, tentunya penangguhan ataupun kelanjutan pemberian Vaksin AstraZeneca tetaplah merupakan hak prerogatif dari regulator di setiap negara. AstraZeneca pun sampai saat ini menyatakan bahwa mereka akan tetap kooperatif untuk bekerja sama dalam menindaklanjuti kejadian ini dengan pihak-pihak berwenang.
Sumber foto: www.freepik.com
Di Indonesia sendiri, pemerintah bersama dengan BPOM saat ini memutuskan untuk menangguhkan pemberian Vaksin AstraZeneca kepada masyarakat, sembari melihat keadaan dan perkembangan dari kasus Vaksin AstraZeneca di ranah global dan menunggu pemberian fatwa halal Vaksin AstraZeneca dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pemerintah dan BPOM juga mengatakan bahwa Vaksin AstraZeneca yang diterima oleh Indonesia merupakan batch yang berbeda dari batch Vaksin AstraZeneca yang diduga ‘bermasalah’ (batch ABV 5300). Vaksin AstraZeneca yang diterima oleh Indonesia sendiri merupakan vaksin yang diproduksi oleh SK Biosciences dari Korea Selatan.
Di luar polemik dugaan komplikasi, Vaksin AstraZeneca di Indonesia juga dikhawatirkan mengalami kendala lain, di mana ternyata baru diketahui bahwa sebanyak 1.1 juta dosis Vaksin AstraZeneca yang tiba di Indonesia ternyata diperkirakan akan kadaluarsa pada Mei 2021.
Kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa masa kadaluarsa vaksin COVID-19 umumnya bervariasi antara enam bulan hingga satu tahun. Namun, Vaksin AstraZeneca ternyata memiliki masa penggunaan yang lebih pendek dari vaksin lainnya. Kondisi tersebut dikhawatirkan cukup berdampak pada program vaksinasi COVID-19 di Indonesia, mengingat masa kadaluarsa Vaksin AstraZeneca yang cukup dekat, sementara rentang pemberian antara dosis pertama dan dosis kedua Vaksin AstraZeneca cukup panjang, yaitu 9 – 12 minggu.
Walaupun demikian, Kementerian Kesehatan cukup optimis bahwa Vaksin AstraZeneca akan dapat terutilisisasi seluruhnya sebelum masa penggunaannya berakhir. Pemikiran tersebut lantaran saat ini, laju penyuntikan vaksin COVID-19 di Indonesia telah mencapai 250,000 – 350,000 dosis perharinya. Sehingga, diperkirakan hanya membutuhkan waktu sekitar enam hari saja untuk bisa ‘menghabiskan’ 1.1 juta dosis vaksin.
Senada dengan Kementerian Kesehatan, BPOM juga turut mengungkapkan rasa optimis mereka, lantaran saat ini masih cukup banyak negara-negara di Eropa –seperti Inggris, Swedia, Australia, dan Kanada- yang tetap melanjutkan program vaksinasi di negara mereka dengan Vaksin AstraZeneca. Pun, negara-negara yang tengah menunda pemberian Vaksin AstraZeneca di negaranya ‘hanya’ mengeluarkan kebijakan penangguhan sementara sebagai bentuk tindakan preventif, dan bukan melakukan pencabutan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization – EUA) bagi Vaksin AstraZeneca. Mari kita bersama mendoakan agar polemik Vaksin AstraZeneca bisa segera menemui titik terang, ya. Sehingga proses vaksinasi COVID-19 di Indonesia bisa semakin cepat mencapai targetnya.
***
Author
dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ
Email: laras@indonesiare.co.id
Artikel
- InsurTech: A Growing Synergy Between Insurance, Technology, and Healthcare
13 Sep 2024
812 kali - Sepak Terjang Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS)09 Jul 20241165 kali
- Pengaruh Penggunaan Proton Pump Inhibitor terhadap Gangguan Kandung Empedu27 Jun 20241232 kali
- Mengenal ‘Disease X’, The Future Next Pandemic?06 May 20241575 kali
- Vertigo dan Meniere’s Disease02 Apr 20241686 kali
- Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik07 Feb 20241427 kali
- Kebangkitan Infeksi Polio di Indonesia23 Jan 20241400 kali
- Mengenal COVID-19 Varian JN.122 Dec 20233925 kali
- Lonjakan Kasus COVID-19 di Akhir Tahun 202320 Dec 20233904 kali
- Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia07 Dec 20234469 kali
- Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya04 Dec 20234289 kali
- Perspektif Kepemilikan Asuransi Penyakit Kritis bagi Kelompok Usia Muda21 Nov 20234361 kali
- Kemunculan Kasus Mpox Kedua: Apakah Berpotensi Menjadi Epidemi Baru di Indonesia?30 Oct 20233611 kali
- Underweight dan Bahaya Kesehatan di Baliknya10 Oct 20233665 kali
- Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?03 Oct 20233174 kali
- Fenomena Peningkatan Insidensi HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga12 Jun 20239707 kali
- Marburg Virus Disease24 May 20236201 kali
- Sudden Sensorineural Hearing Loss26 Apr 20239178 kali
- Tuberculosis pada Anak10 Apr 20239970 kali
- Flu Burung Clade 2.3.4.4b28 Mar 202311014 kali
- Penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Operasional Industri Perasuransian Nasional20 Feb 202315776 kali
- Memahami Fenomena Bonus Demografi dan Pengaruhnya pada Industri Asuransi Jiwa26 Jan 202319567 kali
- Vaksin Inavac12 Jan 202316328 kali
- Stroke Batang Otak06 Jan 202319500 kali
- Ada Apa dengan China?28 Dec 202211793 kali
- Gonorrhea Superbug21 Dec 202211611 kali
- Crimean-Congo Hemorrhagic Fever14 Dec 20226584 kali
- Vaksin IndoVac29 Nov 20225925 kali
- Cedera Sambaran Petir24 Nov 20224756 kali
- Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon11 Nov 20224661 kali
- Covid Subvarian XBB dan XBC03 Nov 20223944 kali
- Fenomena Resistensi Antibiotik dan Infeksi Superbug26 Oct 20224679 kali
- Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak18 Oct 20225878 kali
- Penggunaan Kendaraan Listrik dari Perspektif Kesehatan dan Lingkungan04 Oct 20228640 kali
- Zero Covid Policy22 Sep 20225427 kali
- Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada Sistem Imun31 Aug 20225447 kali
- Mengenal Batuk Berdarah22 Aug 20228896 kali
- Mengenal Virus Langya dan Potensi Emerging Disease12 Aug 20222532 kali
- Long Covid dalam Perspektif Asuransi Jiwa dan Kesehatan05 Aug 20222833 kali
- Covid Centaurus26 Jul 20222823 kali
- Menyikapi Penghapusan Ketentuan Waiting Period pada SEOJK PAYDI11 Jul 20224627 kali
- Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan07 Jul 20224174 kali
- Ada Apa dengan BA.4 dan BA.5?24 Jun 20222341 kali
- Ramsay-Hunt Syndrome20 Jun 20222755 kali
- Keterkaitan Asma dengan GERD10 Jun 20224785 kali
- Penyakit Virus Hendra03 Jun 20222894 kali
- Mengenal Cacar Monyet26 May 20222382 kali
- Keterkaitan Infeksi Covid dengan Hepatitis Misterius19 May 20222544 kali
- Hepatitis Misterius19 May 20222601 kali
- Serba-Serbi Sakit Pinggang11 May 20224892 kali
- Evidence Based Medicine22 Apr 202217704 kali
- Mewaspadai Potensi Penyakit Ginjal pada Penyintas Covid07 Apr 20223016 kali
- Penyakit Tipes, Penyakit Masyarakat Indonesia31 Mar 20225068 kali
- Menilik Kesiapan Indonesia vs Negara Tetangga Dalam Melangkah Ke Status Endemi29 Mar 20222614 kali
- Riwayat Pandemi Flu Spanyol 191816 Mar 20227452 kali
- Son of Omricon09 Mar 20222518 kali
- Vaksin Zifivax22 Feb 20226699 kali
- Bahaya Strobo Bagi Kesehatan15 Feb 20223679 kali
- Flurona, Infeksi Apakah Itu?02 Feb 20222365 kali
- Pentingnya Warna Urine Sebagai Indikator Kesehatan25 Jan 202234491 kali
- Spinal Cord Injury17 Jan 202212119 kali
- Mengenal Gerd03 Jan 20225737 kali
- Tentang Varian Omicron10 Dec 20213143 kali
- Mengenal Nyeri Dada06 Dec 20214553 kali
- Mengenal Insomnia dan Sleep Deprivation29 Nov 202113057 kali
- Mental Health Awareness Di Lingkungan Kerja23 Nov 20218021 kali
- Dampak Kemunculan Virus Covid Subvarian Delta Plus12 Nov 20213002 kali
- Pemberian Vaksin Pfizer Pada Anak29 Oct 20213711 kali
- Risiko Myokarditis Pada Penerima Vaksin MRNA19 Oct 20217112 kali
- Pengajuan Asuransi Jiwa dan Kesehatan Bagi Penyintas Covid06 Oct 20212708 kali
- Tentang Varian MU28 Sep 20213029 kali
- Tentang Vaksin Sputnik-V15 Sep 20214078 kali
- Badai Sitokin pada Penderita Covid01 Sep 20219512 kali
- Vaksin Moderna Di Indonesia25 Aug 20215912 kali
- Amunisi Pandemi Anak Bangsa09 Aug 20213347 kali
- Pemberian Dosis Booster pada Program Vaksinasi Covid di Indonesia05 Aug 20213809 kali
- Telaah Penggunaan Azithromycin dalam Pengobatan COVID-1928 Jul 202110606 kali
- Peranan Vitamin D dalam Imunitas23 Jul 20217244 kali
- Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-1914 Jul 20214364 kali
- Peningkatan Kasus COVID-19 pada Anak di Indonesia28 Jun 20213293 kali
- Peranan Varian Mutasi dalam Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia18 Jun 20213274 kali
- Wacana Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi COVID-1914 Jun 20218261 kali
- Infeksi Jamur Hitam pada Penderita COVID-1910 Jun 20214516 kali
- Program Vaksinasi Gotong Royong09 Jun 20213744 kali
- Faedah Pemberian Terapi Plasma Konvalesen bagi Penderita COVID-1904 Jun 20214403 kali
- Fenomena Long Covid pada Penyintas18 May 20215948 kali
- Mengenal Varian P1 dari SARS-CoV-230 Apr 20213705 kali
- Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil19 Apr 20213874 kali
- Mengenal Varian Trégor16 Apr 20212942 kali
- Multisystem Inflammatory Syndrome In Children (Mis-C)24 Mar 202113365 kali
- Tentang Varian Mutasi B 117 Yang hadir di Indonesia15 Mar 20212970 kali
- Pengembangan Vaksin Covid-19 Di Indonesia26 Feb 20214878 kali
- Rekomendasi Terbaru Kemenkes Untuk Vaksinasi Covid-1918 Feb 20215301 kali
- Proses Pengelolaan Masker Medis Bekas Pakai15 Feb 20214142 kali
- Pandemic Fatigue11 Feb 20213139 kali
- TELAAH IMUNITAS DALAM DISIPLIN ILMU PSIKONEUROIMUNOLOGI01 Feb 20216819 kali
- Fakta-Fakta Terkait Kejadian Kematian Penerima Vaksin Pfizer22 Jan 20214302 kali
- Kesiapan Edar Vaksin Sinovac di Indonesia15 Jan 20214100 kali
- ISOLASI MANDIRI PADA COVID-1908 Jan 20214170 kali
- Mengenal Mutasi VUI-202012/0104 Jan 20213088 kali
- Delirium pada Penderita COVID-1923 Dec 20206046 kali
- Wacana Dimulainya Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka Kembali23 Dec 20203291 kali
- Gangguan Pencernaan Pada Kasus Covid-1922 Dec 20206436 kali
- Potensi Terjadinya Cross-Reactive-Immunity Terhadap Individu Yang Belum Terekspos Sars-Cov-221 Dec 20204141 kali
- Get to Know The Pfizer Vaccine27 Nov 20207697 kali
- Chloroquine in Covid-19 Treatment20 Nov 20204406 kali
- Domination of Office Clusters on The COVID-19 Pandemic20 Nov 20203470 kali
- In-Flight Risks of Covid-19 Transmission17 Nov 20203249 kali
- ANTIBODY DEPENDENT ENHANCEMENT02 Nov 202010245 kali
- About The Herd Immunity24 Jul 20204225 kali
- Could COVID-19 occur in animals?20 Jul 20203677 kali
- Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?03 Jul 20204564 kali
- Penggunaan Masker Dalam Kehidupan ‘Normal Baru’26 Jun 20203803 kali
- A Flashback of Handling COVID-19 in Indonesia28 May 20203121 kali
- COVID-19 dan Penyakit Kardiovaskular11 May 20203680 kali
- Proses Pembuatan Vaksin05 May 202078646 kali
- COVID-19 dan Demam Dengue28 Apr 20203930 kali
- Mitos dan Fakta tentang COVID-1923 Mar 20203878 kali
- Menangani Gigitan Ular02 Mar 20207430 kali
- Mengenal GERD24 Feb 20207585 kali
- Serba-Serbi Jamu17 Feb 20204099 kali
- Mengoptimalkan Kekebalan Tubuh10 Feb 20203030 kali
- 2019 - Novel Coronavirus28 Jan 20203969 kali
- Vegan vs Vegetarian20 Jan 20204538 kali
- Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis13 Jan 202010139 kali
- Serba-Serbi Vitamin D06 Jan 20203322 kali
- Hyperventilation Syndrome30 Dec 201924033 kali
- Pentingnya Kalsium untuk Tubuh26 Dec 20197764 kali
- Serba-Serbi Keluarga Berencana17 Dec 20196960 kali
- Chronic Fatigue Syndrome09 Dec 20198418 kali
- Hipnosis dan Diet Hipnoterapi03 Dec 20197153 kali
- Manfaat Ikan Salmon25 Nov 20198084 kali
- Ulkus Lambung18 Nov 201916253 kali
- Sifilis12 Nov 201920889 kali
- Mengkonsumsi Vitamin C05 Nov 20196812 kali
- Skizofrenia28 Oct 20198235 kali
- Overdosis Kafein21 Oct 20193374 kali
- Bahaya Mengkonsumsi Makanan dan Minuman Panas16 Oct 201916284 kali
- Peran Kolesterol bagi Kesehatan Tubuh27 Aug 20198308 kali
- Penyebab Bau Badan14 Aug 20195133 kali
- Social Drinker05 Aug 201917500 kali
- Mengenal Kandung Empedu30 Jul 201959076 kali
- Nutrisi untuk Rambut15 Jul 20193008 kali
- Mengenal Rambut08 Jul 201947763 kali
- Apakah Menguap Itu Selalu Pertanda Mengantuk01 Jul 20198406 kali
- Serba Serbi Warna Ingus28 Jun 201923408 kali
- Mengenal Cacar Monyet21 May 20194930 kali
- Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan06 May 20193178 kali
- Mengapa Garam Dapat Menyebabkan Tekanan Darah Meningkat?29 Apr 201928599 kali
- Mengapa Kita Mengalami Cegukan?22 Apr 201911854 kali
- Manfaat Bawang Putih15 Apr 20198924 kali
- Mau tidur siang? Ternyata ada aturannya, lho!26 Mar 20198705 kali
- Extrapulmonary Tuberculosis18 Mar 201911749 kali
- Manfaat Zat Besi untuk Tubuh14 Mar 20197894 kali
- Hipertensi pada Anak06 Mar 201927599 kali
- Gangguan Psikosomatis04 Mar 201911554 kali
- Pentingnya Tidur Untuk Kesehatan18 Feb 20198261 kali
- Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD)!12 Feb 20199344 kali
- Fungsi Usus Buntu04 Feb 201917047 kali
- Serba-serbi Tonsil28 Jan 201934424 kali
- Protein dan Asam Amino21 Jan 201982352 kali
- Mengenal IQOS14 Jan 201937081 kali
- Mengenal Diet Keto07 Jan 20199219 kali
- Serba-Serbi Kurang Tidur31 Dec 20185126 kali
- Kolesterol yang Terlalu Rendah26 Dec 20183934 kali
- Ada Apa dengan Nasi?26 Dec 20185038 kali
- Benarkah Vape Tidak Berbahaya?11 Dec 20186913 kali
- Efusi Pleura12 Nov 201820114 kali
- Pneumonia06 Nov 20188821 kali
- Encephalitis29 Oct 20187128 kali
- Meningitis22 Oct 20189255 kali
- Imunisasi Rotavirus15 Oct 201815631 kali
- Prostatitis11 Jul 20188271 kali
- Cystitis02 Jul 201815268 kali
- Tahan Banting Selama Puasa04 Jun 20184102 kali
- Vaksin untuk anak : Iya atau Tidak?21 May 20183984 kali
- Vaksin Cacar Air, Penting atau Tidak ?30 Apr 201816065 kali
- Eclampsia23 Apr 20184809 kali
- Chikungunya12 Mar 201812937 kali
- Rubeola05 Mar 201812996 kali
- Benign Prostatic Hyperplasia05 Feb 20189095 kali
- Transplantasi Liver06 Mar 20177879 kali
- Diet sehat itu seperti apa?06 Mar 20175374 kali
- Sirosis Hati06 Mar 201718363 kali
- Pre-Diabetes, akankah menjadi Diabetes?06 Mar 201710420 kali
- Pancreatic Cancer03 Mar 20178039 kali
- Kanker Lambung03 Mar 201711297 kali
- HFMD02 Mar 20179884 kali
- Cholelithiasis02 Mar 201763392 kali
- Alcohol-Related Liver Disease02 Mar 20176677 kali
- Rokok Elektronik: Penolong dari Ketergantungan atau Alternatif Baru Merokok?10 Dec 20166782 kali
Follow Us
