Social Drinker
Pernahkah anda mendengar tentang ‘social drinker’?
Bagi pada underwriter, mungkin istilah tersebut sudah tidak asing lagi di telinga. Banyak sekali orang yang mendeklarasikan statusnya sebagai ‘social drinker’ pada pertanyaan ‘Apakah anda mengkonsumsi alkohol?’ di SPAJ atau saat ditanyakan oleh dokter pemeriksa. Namun, apakah kita –atau mereka, para calon tertanggung- sudah tau dengan pasti sejauh apakah batasan social drinker itu?
Berdasarkan National Institute of Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA), social drinker atau low-risk drinker dapat didefinisikan sebagai berikut:
– Tolok ukur social drinker bagi pria berusia 21 – 65 tahun adalah mengkonsumsi alkohol maksimum sebanyak empat belas gelas dalam seminggu, dengan tidak lebih dari empat gelas dalam satu kali sesi minum
– Tolok ukur social drinker bagi wanita dan lansia (lebih dari 65 tahun) adalah mengkonsumsi alkohol maksimum sebanyak tujuk gelas dalam seminggu, dengan tidak lebih dari tiga gelas dalam satu kali sesi minum
Walaupun sebagian besar asosiasi kesehatan telah mengamini definisi di atas, namun sebenarnya definisi tersebut tidak tepat untuk digunakan di semua negara. Definisi tersebut mungkin tepat jika digunakan di negara-negara di mana alkohol merupakan minuman yang ‘wajar’ untuk disajikan saat sesi makan, misalnya di negara Spanyol atau Perancis. Namun, definisi tersebut tentu masih terasa ‘berlebihan’ bagi negara yang mayoritas penduduknya bukanlah konsumen rutin alkohol, misalnya saja, di negara kita sendiri, Indonesia. Oleh karena itu, jika kita melihat isu tersebut, sepertinya kita membutuhkan lebih dari pada sekedar jumlah gelas untuk mendefinisikan social drinker.
Memangnya, penting ya mendefinisikan apa itu social drinker? Bukankah semua peminum alkohol itu sama saja?
Seperti yang telah kita ketahui, mengkonsumsi alkohol memiliki berbagai dampak buruk. Dampak buruk tersebut dapat berupa dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek dari mengkonsumsi alkohol dapat berupa muntah-muntah, nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau gangguan kesadaran. Sedangkan dampak jangka panjang dari mengkonsumsi alkohol dapat berupa penyakit liver, penyakit sistem saraf, peningkatan tekanan darah, dan gangguan seksual. Nah, social drinker umumnya ‘hanya’ akan mengalami dampak buruk jangka pendek saja. Sementara dampak buruk jangka panjang umumnya hanya akan menyerang regular drinker. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami betul kapan seseorang dikategorikan sebagai social drinker atau regular drinker.
Regular drinker – atau dikenal juga sebagai problem drinker- adalah peminum alkohol yang mana kebiasaannya itu telah menimbulkan dampak serius pada kesehatan fisik, kesehatan mental, kehidupan personal, dan permasalahan keuangan. Social drinker? Tentunya tidak seperti itu. Jika kita harus mendefinisikan social drinker, maka kita dapat berpatokan pada hal-hal berikut:
– Social drinker hanya mengkonsumsi alkohol pada event sosial tertentu
– Social drinker tidak pernah mengkonsumsi alkohol sampai pada kondisi ‘mabuk’ atau terintoksikasi
– Social drinker tidak pernah melupakan kejadian-kejadian yang terjadi saat dia mengkonsumsi alkohol
– Social drinker tidak pernah mengucapkan hal-hal yang tidak ingin diucapkan saat dia mengkonsumsi alkohol
– Social drinker tidak pernah terlibat masalah hukum saat dia mengkonsumsi alkohol
– Social drinker tidak pernah terlibat permasalahan dengan orang lain saat dia mengkonsumsi alkohol
– Social drinker tidak pernah mengkonsumsi alkohol di luar kemampuannya
– Social drinker tidak pernah menghabiskan uang lebih banyak dari seharusnya untuk mengkonsumsi alkohol
– Social drinker tidak pernah memikirkan tentang alkohol saat dia sedang tidak mengkonsumsi alkohol
– Social drinker tidak pernah menerima kritik dari orang-orang terdekat tentang kebiasaan mengkonsumsi alkoholnya
Bagaimana kita mengetahui masuk ke klasifikasi peminum apa?
Konsumen alkohol dapat dibedakan sebagai social drinker, regular/problem drinker, dan alcoholics. Untuk definisi social drinker, sudah kita bahas, ya, di atas. Sementara regular/problem drinker dan alcoholics sebenarnya memiliki definisi yang cukup mirip. Namun, alcoholics memiliki kecenderungan untuk lebih sulit menghentikan konsumsi alkoholnya, bahkan di saat mereka sebenarnya telah memiliki alasan yang kuat untuk berhenti mengkonsumsi alkohol, seperti menderita sakit yang berat. Sementara untuk regular/problem drinker, mereka cenderung lebih mampu untuk menghentikan kebiasaan mengkonsumsi alkoholnya.
Di asuransi, kita memberikan penilaian yang berbeda antara social drinker dengan regular/problem drinker dan alcoholism. Untuk social drinker, kita biasanya masih belum mengenakan rating tambahan untuk kebiasaan mengkonsumsi alkoholnya. Sementara untuk regular/problem drinker dan alcoholism, sudah kita kenakan rating tambahan atau bahkan kita tolak pengajuannya.
Nah, untuk dapat membedakan antara social drinker dengan jenis peminum lainnya, kita dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
- Apakah anda mengkonsumsi alkohol setiap hari?
- Apakah anda merasa ‘kangen’ mengkonsumsi alkohol jika sudah beberapa waktu tidak mengkonsumsi alkohol
- Apakah anda mengkonsumsi alkohol saat merasa senang DAN saat merasa sedih?
- Apakah anda merasa bersalah atas kebiasaan mengkonsumsi alkohol anda?
- Apakah anda merasa perlu menyembunyikan kebiasaan mengkonsumsi alkohol anda dari orang-orang terdekat?
- Apakah anda pernah menerima kritik dari orang-orang terdekat tentang kebiasaan mengkonsumsi alkohol anda?
- Apakah anda pernah memiliki keinginan untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan mengkonsumsi alkohol?
- Apakah anda pernah menyesali mengeluarkan uang untuk mengkonsumsi alkohol?
- Apakah anda pernah mabuk atau mengalami hangover saat mengkonsumsi alkohol dan melewatkan suatu acara yang penting?
Jika sebagian besar pertanyaan di atas dijawab dengan jawaban ‘iya’, hampir dipastikan, bahwa calon tertanggung tersebut bukan lagi seorang social drinker. Untuk memastikannya, kita dapat menyarankan mereka untuk mencoba berhenti mengkonsumsi alkohol selama sebulan. Termasuk saat menghadiri event –misalnya party-. Kemudian, coba tanyakan kembali pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah anda merasakan kesulitan bersosialisasi tanpa meminum alkohol?
2. Apakah anda merasa stress atau tidak nyaman saat tidak mengkonsumsi alkohol?
3. Apakah anda merasa puas dengan interaksi sosial anda saat tidak mengkonsumsi alkohol?
4. Apakah anda merasa kesulitan saat akan menolak tawaran minum alkohol?
Jika sebagian besar pertanyaan di atas kembali dijawab dengan jawaban ‘iya’, sudah bisa dipastikan bahwa calon tertanggung tersebut bukan lagi sekedar social drinker. Dia telah memiliki ketergantungan yang cukup erat terhadap keberadaan alkohol. Untuk itu, dia perlu mendapatkan ‘bantuan’ khusus.
Memang sebenarnya, meminum alkohol itu ada manfaatnya tidak ya?
Yaah… jika kita tidak sedang membicarakan larangan konsumsi alkohol pada agama atau kepercayaan tertentu, sebenarnya mengkonsumsi alkohol pada batas tertentu memang ada manfaatnya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa mengkonsumsi alkohol pada batas tertentu dapat membuat tubuh kita menjadi lebih relax –terutama setelah menghadapi stress- dan konsumsi anggur merah ternyata memiliki dampak positif bagi kesehatan jantung serta dapat menurunkan risiko terkena Alzheimer dan Parkinson.
Jadi, meminum alkohol itu bagus ya untuk kesehatan kita?
Tunggu dulu. Ingat kan, peribahasa banyak jalan menuju Roma? Alkohol memang dikatakan dapat membuat kita menjadi relax dan mungkin pada jumlah tertentu baik untuk kesehatan jantung kita. Tapi, menjadi relax dan menjaga kesehatan jantung kan banyak jalan lainnya? Misalnya, kita bisa juga relax dengan cara beristirahat atau berekreasi. Kita bisa menjaga kesehatan jantung dengan cara berolahraga dan mengkonsumsi makanan yang sehat. Sementara, kalau kita mengkonsumsi alkohol, kita bisa mengalami ketergantungan yang nantinya malah akan menjatuhkan kita ke status regular/problem drinker.
***