Source image: https://www.freeiconspng.com/img/19932
Asuransi merupakan suatu perjanjian antara penanggung dan tertanggung yang pada umumnya dituangkan dalam bentuk polis asuransi. Pengaturan Asuransi sebagai suatu Perjanjian dapat dilihat pada Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU 40/2014”).
Pasal 246 KUHD
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.”
Pasal 1 ayat 1 UU 40/2014
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi…”
Sebagai suatu Perjanjian, penyusunan atau pembuatan polis asuransi harus memperhatikan ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). KUHPer menyebutkan kesepakatan merupakan salah satu syarat sahnya Perjanjian. Dengan demikian, polis asuransi baru dapat mengikat para pihak dan menimbulkan hubungan keperdataan antara penanggung dan tertanggung apabila keduanya telah sama-sama sepakat untuk tunduk pada polis asuransi tersebut.
Sebagai salah satu bentuk pencapaian kesepakatan, penyusunan suatu perjanjian pada umumnya melibatkan para pihak untuk menyetujui dan tidak menyetujui hal-hal tertentu yang selanjutnya akan dicantumkan dalam Perjanjian. Namun, hal tersebut berbeda pada saat penyusunan polis asuransi yang memiliki intensitas tinggi dengan substansi yang diatur dalam perjanjian relatif sejenis. Perusahaan Asuransi seringkali telah mempersiapkan suatu perjanjian baku (standardized contract) dengan klausula baku untuk alasan kepraktisan dan efisiensi sehingga tertanggung hanya diberikan kesempatan untuk memutuskan menerima atau menolak polis asuransi yang telah dibuat secara sepihak oleh Perusahaan Asuransi. Apabila tertanggung memutuskan untuk menerima, maka tertanggung dinyatakan telah sepakat dan tunduk atas semua ketentuan dalam polis asuransi tersebut.
Pencantuman klausula baku dalam polis asuransi yang dibuat secara sepihak oleh Perusahaan Asuransi pada dasarnya tidak bertentangan dengan aturan-aturan hukum mengenai perjanjian asuransi di Indonesia. Hal tersebut menjadi dilarang ketika perusahaan asuransi menerapkan klausula baku yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Pasal 18 Ayat 1 UU8/1999 (dikenal dengan klausula eksonerasi) dalam polis asuransi yang dibuatnya. Klausula eksonerasi tersebut adalah sebagai berikut:
Salah satu contoh klausula eksonerasi yang sering ditemukan dalam polis asuransi antara lain klausula yang pada intinya menyatakan bahwa tertanggung tunduk terhadap peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh penanggung tanpa kesepakatan tertanggung selama masa pertanggungan asuransi. Sehingga konsekuensi bagi Polis asuransi yang mencantumkan klausula eksonerasi dimaksud diatas maka polis asuransi tersebut dinyatakan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU 8/1999 tanpa mengurangi hak tertanggung untuk mengajukan upaya hukum dalam hal menderita kerugian atas dicantumkannya klausula eksonerasi sebagaimana telah dijelaskan diatas.