Sumber : https://www.flickr.com/
Di artikel sebelumnya, penulis telah membahas bagaimana menghitung daya tarik Tug dan beban Barge untuk mencapai kelaikan laut dalam operasi towing. Nah pada artikel kali ini, penulis tidak membahas perhitungan tersebut, karena memang sangat memusingkan bagi sobat reas sekalian. Disini, penulis ingin mengulas sebuah fakta menarik terkait operasi towing yang ada.
Sebuah pertanyaan besar muncul, mengapa kita perlu memahami bagaimana perhitungan towing? Apa yang sebenarnya terjadi dengan operasi towing yang sekarang dijalankan di Perairan Indonesia?
Berdasarkan data klaim Fakultatif IndonesiaRe yang dilaporkan dalam 5 tahun terakhir (2015 hingga 2019), 42% klaim asuransi rangka kapal berasal dari kapal Barge atau tongkang. Prosentase yang sangat mendominasi kejadian loss dari tipe kapal lain yang ada di Indonesia. Barge atau tongkang, notabene kapal yang tidak bisa bergerak sendiri (non self propelled vessel). Tentunya kita penasaran dan perlu mengetahui lebih dalam mengenai spesifikasi Barge yang memberikan klaim sangat besar tersebut.
Diidentifikasi berdasarkan ukuran, Barge yang memiliki ukuran 3000 GT keatas ternyata memiliki probability terjadinya loss cukup tinggi. Loss yang berasal dari Barge ukuran 3000 GT keatas sebesar 62% dari total loss Barge dalam 5 tahun terakhir in amount diatas IDR 300 Milyar. Woow!! Kejadian klaim pada Barge ukuran 3000 GT keatas atau sering disebut juga Barge jumbo, ternyata tidak pandang usia. Baik tua maupun muda, Barge jumbo tetap memiliki probability yang tinggi untuk terjadinya kecelakaan / loss. Sebesar 67% loss berasal dari Barge jumbo usia dibawah 10 tahun dan 32% loss berasal dari Barge jumbo usia antara 11 sampai 20 tahun.
Klaim – klaim yang terjadi bukanlah didominasi oleh klaim total loss ataupun constructive total loss melainkan berasal dari klaim partial loss. Klaim – klaim tersebut disebabkan oleh banyak hal. Mayoritas memang seperti yang telah kita ketahui bersama, klaim tersebut disebabkan oleh karena kapal mengalami grounded (42%), stranded (23%) dan collision (7%) saat berlayar. Kenapa Barge tersebut sangat gampang sekali grounded, stranded dan collision?
Kebanyakan Barge jumbo tersebut grounded dan stranded dikarenakan adanya cuaca buruk (gelombang > 4 m, angin kencang dan arus kuat) yang menyebabkan Barge drifting dan terpaksa tali towing diputus oleh kru kapal, serta Cuaca buruk membuat rantai jangkar putus saat Barge lego jangkar. Terkadang, karena kelalaian kru kapal dalam memeriksa cuaca serta rusaknya Hook tow Tug saat menarik Barge tersebutlah yang menyebabkan Barge grounded dan stranded. Memang masih menjadi tanda tanya besar, apakah iya cuaca buruk benar – benar terjadi? Jika Benar terjadi cuaca buruk, berarti dapat disimpulkan bahwa Barge – Barge jumbo sudah tidak dapat dikendalikan lagi oleh Tug, dengan mengesampingkan pertimbangan kesesuaian Power Tug. Untuk kejadian tabrakan, biasanya tabrakan Barge terjadi karena cuaca buruk yang menyebabkan tali towing diputus dan menyebabkan bersenggolan dengan kapal lain saat bersandar, atau biasanya tabrakan terjadi karena menghindari pasang surut dan kelalaian kru dalam mengamati jalur pelayaran terutama di sungai.
Tentunya kita juga penasaran, dimana sih kejadian – kejadian Barge jumbo tersebut mengalami kejadian loss? kapal Barge jumbo sering tabrakan di sungai barito dan sungai Mahakam, tentunya karena dipengaruhi oleh lebar sungai yang sempit dan lalu lintas pelayaran yang padat. Untuk kejadian kapal stranded dan grounded, secara frekuensi dan severity sering terjadi di Pulau Kangean, Pacitan, Cilacap, Bengkulu, Masalembu, Perairan Laut Jawa, Bayah, Perairan Bangka Belitung, Selat Makassar, Perairan Palembang (Sungai Musi), Taboneo, dan Perairan Maluku Utara. Kejadian kecelakaan kapal Barge hampir merata di seluruh Perairan Indonesia.
Sehingga, apakah Barge jumbo tersebut sudah tidak dapat dikendalikan oleh Tug? Apakah karena Bargenya terlalu besar dan kebanyakan Power Tug penariknya tidak sesuai di Indonesia? Hal inilah yang kedepannya perlu kita ketahui bersama. Jika jawabannya adalah tidak ada tug yang sesuai untuk menarik Barge jumbo maka hasilnya akan makin banyak lagi klaim – klaim Barge jumbo yang akan muncul kedepannya. Ketidakcukupan power mesin Tug merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Barge jumbo tersebut tidak dapat dikendalikan dan ujung - ujungnya gampang sekali loss. Di samping memang secara kateristik, Barge jumbo memiliki ukuran dan hambatan yang besar dan sulit dikendalikan. Akan tetapi probability kejadian loss, karena ukuran dan hambatan Barge jumbo bisa diminimalisir jika kita memperhatikan kelaikan operasi towingnya.
Berdasarkan data – data diatas, sangat menggambarkan bahwa Barge jumbo sangat rentan terjadi loss dengan berapapun usianya. Hal ini terjadi tentunya tidak terlepas dari bagaimana kelaikan sistem operasi towing yang dijalankan,dengan memperhatikan besarnya power Tug, kelaikan towing line dan kecakapan kru dalam mengantisipasi kondisi cuaca dan pelayaran di Perairan Indonesia sangat berpengaruh dalam menekan kejadian loss kapal Barge. Sehingga Underwriter disini jangan terkecoh oleh usia dalam kasus ini usia barge jumbo. Usia muda banyak dianggap oleh Underwriter akan memiliki probability loss kecil, anggapan itu tidak berlaku pada Barge Jumbo, malah dalam kasus Barge jumbo justru usia muda juga memiliki probability terjadinya loss tinggi. Perlu diketahui bahwa masing – masing tipe kapal ternyata memiliki pola – pola loss yang berbeda.