27 February 2018 8076

Difteri

Mari kita membahas tentang penyakit yang sedang hits akhir-akhir ini: DIFTERI.

Difteri merupakan infeksi bakteri yang terjadi pada membran mukosa hidung dan tenggorokan. Tanda dan gejala difteri mirip dengan faringitis alias radang tenggorokan biasa, yaitu nyeri pada tenggorokan (terutama saat menelan), demam, dan pembengkakan pada kelenjar limfonodi (terutama di area leher). Namun ada ciri khas difteri yang tidak ada pada faringitis, yaitu adanya selaput putih-keabuan pada area tenggorokan dan tonsil. Selain itu, gejala pada difteri umumnya lebih berat daripada faringitis hingga dapat menyebabkan kesulitan bernapas.

Sumber Gambar : nigeriagelleria

Difteri disebabkan oleh infeksi dari bakteri Corynebacterium diphteriae yang dapat disebarkan melalui melalui droplet pada udara dan barang-barang yang terkontaminasi. Penyebaran melalui udara merupakan hal yang harus diwaspadai, karena itu berarti jika kita berada dekat penderita difteri, berbincang, atau berinteraksi dalam jarak dekat, kita dapat tertular infeksi tersebut. Bahkan penularan dapat terjadi sebelum penderita tersebut menunjukkan gejala.

Penyakit difteri dapat terjadi pada semua orang, namun tentunya karena ini adalah penyakit infeksi, orang dengan kekebalan tubuh yang cukup baik tidak ‘terlalu berisiko’ terinfeksi difteri. Sebaliknya, orang-orang dengan sistem kekebalan yang kurang baik atau belum matang seperti bayi, anak-anak, lansia, atau orang dengan penyakit autoimmune memiliki risiko yang cukup tinggi untuk terinfeksi difteri.

 

Bagaimana menegakkan diagnosis difteri?

Sebenarnya diagnosis difteri dapat ditegakkan hanya melalui pemeriksaan fisik, yaitu melihat ada atau tidaknya si selaput putih-keabuan itu. Namun jika ingin melakukan investigasi lebih lanjut juga dapat dilakukan pemeriksaan kultur dari selaput untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri C. diphteriae.

Sumber Gambar : mypositiveparenting

 

Bagaimana mengobati penyakit difteri?

Karena penyakit ini disebabkan oleh bakteri, maka tentunya antibiotic akan menjadi drug of choice di kasus difteri. Regimen antibiotic yang biasa diberikan adalah penicillin atau erythromycin dengan durasi pengobatan sekitar 10 – 14 hari. Dilihat case by case. Selain itu dokter juga biasanya memberikan injeksi antitoksin untuk mencegah penyebaran infeksi difteri ke bagian tubuh lain.

 

Lho, memangnya difteri bisa menyebar ke mana saja?

Difteri itu seperti yang disebutkan di atas, dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Biasanya disebabkan oleh pembengkakan area tenggorokan. Selain itu, toksin difteri juga dapat menyebar ke jantung dan menyebabkan myocarditis, alias peradangan pada otot jantung. Kondisi ini jika dibiarkan akan menyebabkan gagal jantung bahkan kematian. Difteri juga dapat menyebar ke sistem saraf dan dapat menyebabkan kelemahan pada otot, sehingga tidak jarang penderita difteri dapat mengalami kelemahan pada anggota gerak (paresis) atau bahkan kelumpuhan (paralisis).

 

Difteri bisa dicegah kan?

Alhamdulillah, bisa. Dengan pemberian vaksin difteri dapat dicegah atau setidaknya dapat berkurang tingkat keparahan penyakitnya. Mungkin dulu kita mengenal vaksin difteri hanya untuk anak-anak, ternyata tidak lho, vaksin difteri juga dapat diberikan pada orang dewasa. Jika orang dewasa sudah pernah mendapatkan vaksin difteri sebelumnya, dia dapat hanya menerima injeksi booster. Namun jika dia belum pernah divaksin atau lupa sudah pernah divaksin atau belum, akan diberikan vaksin difteri sebanyak 1x dan vaksin booster sebanyak 2x.

Jadi, sudah vaksin difteri belum teman-teman?

 

 

***

Penulis

Admin