19 August 2019 11279

Hak Konsumen yang Membeli Barang dengan Cacat Tersembunyi

Source Image: Icon made by Freepik  from www.flaticon.com

Kegiatan jual-beli sudah menjadi kegiatan yang sangat rutin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua transaksi jual-beli tersebut dapat berjalan dengan lancar. Ada kalanya barang yang kita beli tidak sesuai dengan keinginan atau ekspektasi Konsumen / Pembeli.

Kegiatan Jual – Beli didefinisikan dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika seseorang telah membayar suatu harga yang diperjanjikan atsa suatu barang dan barang tersebut telah diserahkan kepada orang tersebut tanpa paksaan, maka kegiatan jual beli telah terjadi. Namun demikian, bagaimana jika barang yang dibeli orang tersebut ternyata mengandung suatu cacat tersembunyi seperti barang yang diterima tidak sesuai dengan gambar di iklan, barang yang diterima sudah dalam keadaan rusak, salah satu fitur barang tidak berfungsi dan kondisi lainnya yang membuat barang tersebut tidak memuaskan. Pertanyannya, apa yang dapat dilakukan orang tersebut sebagai Konsumen? Lalu adakah pengaturan hukum di Indonesia terkait dengan pembelian barang yang mengandung cacat tersebut?

Pasal 1474 KUH Perdata menyebutkan bahwa dalam transaksi jual beli, penjual pada dasarnya memiliki dua kewajiban utama yaitu (i) Menyerahkan barang; dan (ii) Menanggungnya, Penanggungan dalam hal ini adalah Penjual baik secara sengaja maupun tidak sengaja harus menanggung atas cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya atau hal – hal lainnya yang dapat menimbulkan alasan bagi Pembeli untuk melakukan pembatalan pembelian.

Selain KUHPerdata, Pasal 4 huruf c dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”) juga mengatur hak – hak Konsumen dalam aktivitas jual – beli, yaitu:

a.      Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b.      Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c.       Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f.        Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g.      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i.        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Berdasarkan KUHPerdata, upaya yang dapat dilakukan konsumen apabila dihadapkan dengan kasus diatas adalah (i) Pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau (ii) Pembeli akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian, sebagaimana ditentukan oleh Hakim setelah mendengar ahli tentang itu.

Sedangkan berdasarkan UU 8/1999, Konsumen yang merasa dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Selain itu, penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak.

 

 

*******

Penulis

Arthur Daniel P. Sitorus, SH., AAAIK., CLA

Email: arthur@indonesiare.co.id