17 September 2021 9815
Reasuransi Umum

Mengenal Smart Grid sebagai Sistem Jaringan Listrik di Masa Depan

Meningkatnya kebutuhan listrik dan penetrasi energi terbarukan dalam pembangkitan listrik menjadi tantangan tersendiri bagi sistem transmisi dan distribusi listrik atau yang biasa disebut dengan jaringan lisrik. Jaringan listrik, terutama di Indonesia, masih tergolong jaringan listrik yang tradisional. Tipikal jaringan listrik tradisional ditandai dengan aliran listrik yang searah, pembangkitan listrik yang tersentralisasi, kebergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil, masih rendahnya proses otomasi dan rendahnya pengelolaan penggunaan listrik yang dilakukan oleh konsumen. Skema Jaringan listrik tradisional ditunjukan pada gambar di bawah ini.
 

Maesha

 
Gambar 1. Skema jaringan listrik tradisional
source: https://www.interregsolarise.eu/

 
 
Terdapat beberapa aspek dari jaringan listrik tradisional yang dianggap menjadi kelemahan jaringan listrik tersebut. Salah satunya terkait dengan keandalan (realiability). Rendahnya keandalan suatu jaringan listrik ditandai dengan tingginya frekuensi terjadinya pemadaman listrik (blackout). Pemadaman listrik ini tentunya sangat merugikan baik bagi pihak penyedia listrik maupun konsumen. Seringnya pemadaman listrik berkaitan erat dengan sifat dari jaringan listrik tradisional, yaitu masih belum teraplikasikannya teknologi otomasi, sehingga sulit mendeteksi tanda-tanda terjadinya kegagalan pada jaringan listrik. Selain keandalan, efisiensi dari proses transmisi dan distribusi listrik pada jaringan tradisional juga masih menjadi masalah. Jika efisiensi jaringan listrik dapat ditingkatkan 5% saja, maka penghematan energi yang terjadi bisa setara dengan energi yang dibutuhkan 53 juta kendaraan bermotor.

Aspek selanjutnya adalah aspek lingkungan. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembangkitan listrik berdampak pada tingginya emisi gas CO2 yang bertanggung jawab terhadap fenomena pemanasan global. Solusi untuk mencegah pemanasan global adalah dengan meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan rendah emisi CO2, seperti energi angin dan matahari. Namun, listrik yang dibangkitkan dari pemanfaatan angin dan matahari memiliki sifat yang intermittent atau tidak konstan atau dengan kata lain tidak dapat diprediksikan. Mengalirkan listrik tersebut ke jaringan listrik tradisional tentunya membawa masalah karena dapat berdampak pada tidak seimbangnya supply dan demand dari listrik.

Aspek-aspek yang menjadi kekurangan jaringan listrik tradisional melahirkan urgensi untuk mengembangkan jaringan listrik yang lebih baik. Salah satu konsep jaringan listrik yang telah dimodernisasi adalah konsep jaringan listrik pintar atau Smart Grid. Smart Grid merupakan jaringan listrik yang terintegrasi dengan teknologi informasi dan telekomunikasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara produsen dan konsumen listrik. Penggunaan teknologi ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan, pengendalian dan komunikasi dalam rantai pasok listrik sehingga efisiensi listrik dapat ditingkatkan dan keandalan jaringan listrik dapat lebih baik. Skema Smart Grid ditunjukan pada gambar di bawah ini.
 

Maesha1


Gambar 2. Skema Smart Grid
source: https://pltfrmrsrcs.sagepub.com/

 
Aplikasi smart grid untuk menggantikan jaringan listrik konvensional diharapkan dapat mencapai beberapa objektif sebagai berikut:
  • Peningkatan Keandalan, Kualitas dan Efisiensi Jaringan Listrik
    Penggunaan sensor dan perangkat telekomunikasi pada jaringan listrik dapat berperan untuk meningkatkan pengawasan yang bersifat real-time terhadap jaringan listrik terutama dalam mendeteksi tanda-tanda anomali pada jaringan listrik serta menyeimbangkan supply dan demand lebih cepat. Selain itu, jaringan listrik Smart Grid juga memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kegagalan.
     
  • Minimalisasi Kebutuhan Akan Pembangkit Cadangan Untuk Memenuhi Beban
    Smart Grid memungkinkan konsumen dapat mengatur dan mengelola sendiri kebutuhan listriknya. Hal ini dicapai dengan penggunaan Smart Meter yang memungkinkan konsumen listrik dapat mengetahui seberapa besar konsumsi listrik, biaya listrik yang dikenakan ke konsumen dan mengkomunikasikan informasi-informasi tersebut ke pihak penyedia listrik. Beban puncak listrik biasanya terjadi di sore hari. Akibatnya, pada sore hari, dibutuhkan pembangkit cadangan untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut. Ketika Smart Grid diaplikasikan, harga listrik akan bervariasi berdasarkan waktu. Pada sore hari, harga listrik akan diatur menjadi tinggi. Dengan tingginya harga listrik di sore hari, maka konsumen akan mengurangi konsumsi listrik di sore hari dan mengalihkannya ke waktu-waktu lain. Sehingga, beban listrik di sore hari dapat lebih rendah dan tidak lagi membutuhkan pembangkit cadangan. Mekanisme ini disebut dengan Demand-side Management atau pengelolaan konsumsi listrik dari sisi konsumen.
     
  • Peningkatan Penetrasi Energi Terbarukan
    Smart Grid memungkin adanya aliran listrik dua arah. Dalam jaringan listrik konvensional, listrik hanya dapat mengalir satu arah, yaitu dari pembangkit ke konsumen. Namun, pada Smart Grid, listrik juga dapat mengalir dari konsumen ke produsen. Dengan meningkatnya penggunaan energi terbarukan, terutama panel surya, konsumen pun dapat menghasilkan listrik sendiri. Jika listrik yang dihasilkan oleh panel surya yang dimiliki konsumen melebihi jumlah listrik yang dibutuhkan, maka konsumen dapat menjualnya ke produsen dengan mengalirkan listrik tersebut ke grid. Artinya, Smart Grid memungkinkan adanya desentralisasi pembangkitan listrik. Smart Grid diharapkan dapat jadi pemicu pertumbuhan pembangkitan listrik dari energi terbarukan, sehingga emisi CO2 dapat ditekan.
 
 

Penulis

Maesha Gusti Rianta ST., M.Sc

Email: maesha@indonesiare.co.id