16 April 2021 3520
Reasuransi Jiwa

Mengenal Varian Trégor

Sebuah varian mutasi baru dari SARS-CoV-2 kembali ditemukan. Varian mutasi dari SARS-CoV-2 ini ditemukan di Prancis. Dikutip dari pernyataan Gabriel Attal selaku juru bicara pemerintah Prancis, Variant under Investigation (VUI) Clade 20C yang ditemukan pada 15 Maret 2021 ini dinamakan Varian Trégor, sesuai dengan nama daerah tempat pertama kali varian ini ditemukan.
Apakah yang menyebabkan Varian Trégor ini menjadi perhatian dunia?
 
Berdasarkan pengumuman dari Kementerian Solidaritas dan Kesehatan Prancis pada tanggal 15 Maret 2021, Varian Trégor ini teridentifikasi pada 8 dari 79 orang yang terkonfirmasi COVID-19 pada hari itu. Uniknya, pemeriksaan RT-PCR yang dilakukan pada 8 orang tersebut menunjukkan hasil negatif. Namun, tenaga medis tetap mencurigai bahwa 8 orang tersebut sebenarnya terinfeksi COVID-19, karena gejala yang mereka alami mengarah pada diagnosis COVID-19. Oleh karena itu, sampel swab kembali diambil dari mereka untuk dilakukan sekuensing genom. Ternyata, dari hasil pemeriksaan sekuensing genom, terbukti bahwa sampel swab 8 orang tersebut memang mengandung SARS-CoV-2 yang ternyata merupakan suatu varian baru.
 
Studi lebih lanjut telah dilakukan, dan pada 16 Maret 2021, Profesor Pierre Tattevin selaku Kepala Departemen Penyakit Menular dari CHU Rennes menyatakan bahwa Varian Trégor ini bukannya tidak dapat terdeteksi oleh alat RT-PCR. Melainkan, penderita COVID-19 dengan Varian Trégor ini ternyata tidak mensekresikan virus di mukosa nasofaringnya. Hal tersebut menyebabkan swab nasofaring yang sebelumnya diambil seolah tidak mengandung SARS-CoV-2. Padahal, ketika sampel diambil dari saluran nafas bawah (bronkoalveolar), SARS-CoV-2 Varian Trégor tersebut dapat langsung terdeteksi oleh alat pemeriksaan RT-PCR.
 
Saat ini, pemerintah bersama dengan otoritas kesehatan Prancis masih terus melakukan studi lanjutan terkait alasan mengapa SARS-CoV-2 Varian Trégor ini dapat tidak terdeteksi melalui pemeriksaan swab nasofaring/orofaring. Sementara ini, otoritas kesehatan Prancis membuat kebijakan untuk melakukan pemeriksaan RT-PCR dengan sampel bronkoalveolar, baik itu yang diambil melalui bronchoalveolar lavage (BAL) atau hanya melalui pengambilan dahak dengan metode perangsangan batuk, pada orang dengan gejala mengarah ke COVID-19, yang memiliki hasil negatif pada pemeriksaan RT-PCR dengan sampel swab nasofaring/orofaring.
 
Sampel bronkoalveolar ataupun sampel saliva sebenarnya bukan hal baru dalam pemeriksaan RT-PCR. Sampel-sampel tersebut telah mulai dipertimbangkan sebagai alternatif dari sampel nasofaring dan orofaring dalam penegakkan diagnosis COVID-19 melalui pemeriksaan RT-PCR. Pertimbangan tersebut didasarkan atas keluhan berupa rasa tidak nyaman, nyeri, dan proses pemeriksaan yang memicu batuk pada sebagian besar orang yang diambil sampelnya melalui rute nasofaring atau orofaring. Selain itu, beberapa studi juga mengungkapkan bahwa proses pengambilan swab nasofaring dan orofaring dapat memproduksi aerosol.
 
Sejumlah studi juga telah dilakukan terkait dengan penggunaan sampel saliva pada proses penegakkan diagnosis COVID-19. Studi-studi tersebut menyatakan kalau sensitivitas sampel saliva dapat mencapai 87%. Bahkan, di beberapa studi juga disebutkan kalau pemeriksaan RT-PCR dengan sampel saliva mampu menunjukkan hasil positif, di saat sampel nasofaring/orofaring dari pasien yang sama menunjukkan hasil negatif. Walaupun demikian, keterbatasan dari sampel saliva saat ini adalah pada metode penyimpanan sampel, di mana sampel harus tetap stabil dalam media transport sebelum sampai ke laboratorium, serta, tidak mudahnya proses pengambilan sampel saliva pada bayi dan anak-anak.
 
Hingga saat ini pun, studi lebih lanjut masih akan terus dilanjutkan apakah Varian Trégor akan ‘naik status’ dari Variant under Investigation (VUI) menjadi Variant of Concern (VoC) seperti varian-varian mutasi sebelumnya yang meresahkan dunia. Walaupun demikian klarifikasi dari Profesor Pierre Tattevin terkait dengan ‘ketidakmampuan’ alat RT-PCR untuk mendeteksi sampel dari pemeriksaan pertama di atas dapat memberikan ketenangan pada masyarakat, yang tadinya sudah sangat resah karena menganggap alat RT-PCR tidak mampu untuk mendeteksi keberadaan suatu varian mutasi baru dari SARS-CoV-2. Sebagai aksi lanjutan lainnya dari temuan Varian Trégor ini, pemerintah Prancis pun tengah berupaya untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 mereka, agar varian ini tidak menyebar dengan lebih luas sebelum hasil studi terkait Varian Trégor ini selesai dilakukan, dan sebelum ditemukan varian mutasi baru lainnya dari SARS-CoV-2.
 
 
********

Penulis

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id