29 July 2022 6900
Reasuransi Umum

Ngeri-ngeri Sedap #2: Akumulasi Senyap Ko-asuransi & Facultative Inward

Ko-asuransi adalah mekanisme penyebaran risiko antar sesama perusahaan asuransi yang beroperasi di dalam satu pasar, sebagai alternatif dari mekanisme reasuransi. Sementara itu, facultative inward sesungguhnya adalah mekanisme reasuransi fakultatif yaitu reasuransi yang dilakukan secara individual risiko per risiko dan kedua belah pihak memiliki kebebasan dalam menawarkan dan menerima atau menolak tawaran.  Hanya saja untuk diskusi ini kita fokuskan pada situasi dimana perusahaan asuransi bertindak sebagai reasuradur fakultatif.

Dari sisi legal, ko-asuransi dan facultative inward adalah metode yang berbeda yang membawa bentuk hubungan hukum yang berbeda pula antara tertanggung dan perusahaan-perusahaan asuransi yang berpartisipasi.  Namun keduanya memiliki kesamaan dalam hal keduanya merupakan mekanisme penyebaran risiko yang efektif antar perusahaan asuransi dalam suatu pasar.

Dalam situasi normal, ko-asuransi dan facultative inward di dalam satu pasar, biasanya tidak seefektif reasuransi dalam penyebaran untuk risiko-risiko besar, sangat besar dan kompleks.  Industri reasuransi yang bersifat global dimana para reasuradur memiliki kapasitas akseptasi yang besar membuat risiko raksasa sekalipun dapat diserap dengan relatif mudah.  Disamping itu, tertanggung dan asuradur domestik menikmati benefit tambahan yang tak kalah penting berupa kepakaran underwriting, pricing dan manajemen risiko dari para reasuradur.

Rendahnya efektifitas ko-asuransi dan facultative inward antar sesama perusahaan asuransi, lagi-lagi dalam situasi normal, juga dipengaruhi oleh keengganan perusahaan asuransi untuk berbagi informasi tentang portofolio atas pertimbangan kompetisi. Selain itu, khusus untuk ko-asuransi, sebagian tertanggung yang memiliki kepedulian atas credit (counter-party) risk, akan keberatan apabila polis asuransinya memiliki panel yang terlalu banyak.  Kegagalan salah satu perusahaan asuransi dalam pembayaran klaim tidak dapat ditimpakan kepada anggota panel ko-asuransi lainnya.  Hal ini mengingat, dalam ko-asuransi, pada dasarnya tertanggung secara hukum mengikatkan diri dengan setiap perusahaan asuransi secara terpisah.

Meski hingga batas tertentu ia efektif dalam penyebaran risiko, praktek ko-asuransi dan/atau facultative inward dapat menimbulkan masalah serius bagi reasuradur treaty, terutama bagi reasuradur domestik yang portofolionya terkonsentrasi di dalam negeri.  Karena treaty reasuransi umumnya bersifat non-reporting (blind treaty), para reasuradur baru menyadari betapa besar akumulasi risiko yang tersembunyi didalam treaty ketika terjadi klaim besar.  Terbatasnya visibility ini menyulitkan reasuradur dalam mengelola portofolio risikonya termasuk dalam mengambil keputusan pembelian proteksi retrosesi. 

Agar dampak hidden accumulation dari ko-asuransi dan facultative inward ini tidak terlalu parah,  reasuradur treaty menerapkan pembatasan limit treaty yang dapat digunakan untuk risiko yang diperoleh dari mekanisme ko-asuransi atau facultative inward.  Semakin kecil persentase partisipasi asuradur atau semakin banyak jumlah asuradur dalam satu panel ko-asuransi, semakin kecil pula limit treaty yang dapat digunakan.  Dalam situasi normal, upaya pembatasan ini semestinya efektif dalam memperkecil akumulasi tersembunyi di dalam portofolio reasuradur dalam negeri.  Efektifitasnya semakin baik apabila didukung oleh kepedulian tertanggung atas credit (counter-party) risk serta keengganan asuradur dalam berbagi terlalu banyak informasi dengan alasan kompetisi.

Akan tetapi beberapa klaim relatif besar telah memperlihatkan bahwa pembatasan limit ini tidak lagi membawa dampak signifikan dalam menekan konsentrasi didalam negeri.  Ini terjadi disaat mekanisme ko-asuransi dilakukan secara berlebihan dengan jumlah asuradur yang berpartisipasi sangat banyak.  Jumlah panel dapat mencapai 20 (dua puluh) perusahaan asuransi, bahkan lebih, untuk satu polis atau risiko.  Setiap asuradur anggota panel kemudian mensesikan risiko bagiannya ke dalam treaty.  Limit treaty yang telah diperkecil untuk ko-asuransi atau facultative inward tetap tidak terlampaui karena Harga Pertanggungan bagian masing-masing asuradur tersebut lebih kecil dari batas itu.  Alhasil, risiko bersangkutan dapat diserap oleh kapasitas treaty sepenuhnya, tanpa ada bagian yang masuk ke pasar fakultatif sama sekali. 

Fenomena ini menjadi ngeri-ngeri sedap karena diterapkan pada risiko-risiko yang kualitasnya rendah dan/atau sejarah kerugian buruk dan/atau okupasi berisiko tinggi dan/atau terms and conditions polisnya sangat agresif.  Seolah-olah praktek ini menjadi modus operandi untuk dengan sengaja ‘menyembunyikan’ risiko buruk dan/atau dengan terms and conditions yang secara teknis tidak memadai sehingga luput dari radar para reasuradur.  Dengan terserapnya risiko sepenuhnya oleh kapasitas treaty dan tidak muncul di pasar reasuransi fakultatif, tidak ada peluang bagi reasuradur, baik lokal maupun luar negeri, untuk turut mempengaruhi atau menjaga agar terms and conditions tetap sehat.  Hilang pula kesempatan mendapat manfaat dari kepakaran underwriting reasuradur.

Praktek ini jelas tidak sustainable dan pada akhirnya akan merugikan semua pihak, asuradur dan reasuradur.  Hasil buruk yang diderita para reasuradur akan diterjemahkan kedalam kebijakan underwriting reasuransi baik berupa harga, exclusions serta terms and conditions lainnya.  Pembatasan atas sesi untuk risiko yang didapat dari ko-asuransi dan facultative inward dapat semakin diperketat bahkan dikecualikan sama sekali. 

Tidak ada yang dapat menghentikan praktek ini selain kedewasaan dan kedisiplinan semua pelaku pasar, baik asuradur dan reasuradur, tidak terkecuali para pialang.  It’s easy said than done, I know…     

Penulis

Delil Khairat, S. SI., M.B.A., ACII, FIIS

Email: delil@indonesiare.co.id