13 April 2020 4131
Marine

Part I - Proteksi kepada Perusahaan Pelayaran dari Dampak COVID-19

Mengutip dari artikel sebelumnya, bahwa COVID-19 berdampak besar pada Industri Pelayaran. Sekitar 100 lebih rute pelayaran internasional telah dibatalkan akibat COVID-19. Pembatalan tersebut dilakukan karena rendahnya permintaan pengangkutan komoditas hingga adanya pembatasan pelabuhan. Pembatasan – pembatasan yang diterapkan di pelabuhan seperti Cina, Jepang, Amerika Serikat, Singapore, Australia, Turki dsb sebagai langkah untuk mencegah semakin luasnya penyebaran COVID-19. Pembatasan ini jelas akan berdampak pada operasional pelayaran.

 

Prosedur screening dilakukan di seluruh pelabuhan dunia untuk mempersempit ruang gerak penyebaran COVID-19. Lantas, Bagaimana dengan Pelabuhan di Indonesia? aktivitas ekspor – impor di Pelabuhan Tanjung Priok masih tetap berjalan, akan tetapi Otoritas Pelabuhan telah melakukan prosedur kesiapsiagaan dan pencegahan COVID-19. Prosedur screening dilakukan oleh Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan terhadap seluruh kru kapal asing yang hendak bersandar di Tanjung Priok. Prosedur screening tidak hanya dilakukan terhadap kapal – kapal Cina saja, melainkan ke semua kapal asing. Proses pergantian kru juga diawasi dengan ketat dan harus mendapat izin dari Otoritas Kesehatan Pelabuhan. Pihak Agen dari kapal Asing disyaratkan juga untuk membuat surat yang ditanda tangai oleh Kapten kapal yang menyatakan tidak ada kru kapal yang menderita pneumonia, dan surat pernyataan itu harus diserahkan setidaknya 48 jam sebelum kapal hendak berlabuh.

 

Di beberapa negara, telah mensyaratkan kapten kapal untuk mengisi kuesioner khusus terkait pencegahan COVID-19, di dalamnya terdapat pertanyaan tentang jadwal perjalanan dan kontak yang pernah dilakukan kru kapal. Selain itu, Kapten kapal juga disyaratkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kru setiap hari, pemeriksaan suhu badan dan gejala pernapasan. Antar satu pelabuhan dengan pelabuhan yang lain terkadang mensyaratkan dokumen yang berbeda – beda terkait upaya pencegahan COVID-19, akan tetapi secara garis besar mereka mensyaratkan deklarasi terkait :

 

1.      Deklarasi tentang kesehatan kru kapal
2.      Pengukuran suhu kru kapal
3.      Informasi tentang kru kapal yang sakit atau meninggal
4.      Informasi tentang panggilan port sebelumnya
5.      Informasi tentang riwayat perjalanan kru kapal

IMO (International Maritime Organization) yang merupakan  lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan pelayaran Internasional, telah bekerja sama dengan WHO dan DHMOSH, PBB dalam mengambil sikap atas munculnya COVID-19. IMO telah menerbitkan Circular Letter No.4204/Add.1-5. Sejauh ini, IMO mengambil langkah untuk mencegah penyebaran virus corona agar tidak semakin meluas. Tentunya tindakan pencegahan ini untuk menjaga agar pelabuhan dan pelayaran dunia dapat terus beroperasi.

 

Memang sejauh ini operasi bongkar – muat di pelabuhan masih berjalan normal, akan tetapi prosedur – prosedur pencegahan COVID-19 yang dilakukan akan mengakibatkan adanya penundaan pelayanan di pelabuhan yang juga akan mengakibatkan terjadinya keterlambatan pelayaran. Perusahaan pelayaran sangat berdampak atas munculnya COVID-19 ini. Penyebaran Virus Corona sangat jelas akan mengancam kesehatan kru kapalnya. Serta, keterlambatan pelayaran bahkan tidak diijinkannya kapal berlabuh akan mengancam muatan yang dibawa oleh kapal. Beberapa kasus telah muncul sebagai dampak COVID-19 ini, dimana kapal ditolak bersandar dikarenakan kru kapal memiliki gejala COVID-19. Kasus ini terjadi di Pelabuhan Halifax, Kanada. Siem Cicero, Kapal berbendera liberia yang bertolak dari Jerman tanggal 9 Maret dengan muatan berisi mobil dan seharusnya sampai di Halifax tanggal 20 Maret. Akan tetapi di tanggal 17 Maret, PHA (Public Health Agency) Kanada menyatakan bahwa beberapa kru kapal memiliki gejala COVID-19. Sehingga, karena sebab itulah kapal ditolak bersandar di Halifax. Pihak Agen Kapal serta kru kapal telah diberitahu bahwa Kapal tidak akan diizinkan masuk pelabuhan sampai 14 hari setelah tanggal terakhir gejala muncul pada kru kapal. Bayangkan saja, 14 hari kapal tersebut menunggu izin bersandar, berapa biaya tambahan yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan untuk operasi kapal selama 14 hari tersebut, biaya logistik, bunker, dan biaya pengobatan kru kapal, dan untungnya kargo yang dibawa bukanlah kargo yang mudah rusak. Perusahaan Pelayaran saat ini berpikir keras untuk mengatasi ancaman COVID-19 terhadap kru dan secara tidak langsung juga mengancam muatan (cargo) yang dibawanya.

 

Selain kejadian tersebut, banyak kejadian lain dimana kapal – kapal cruise yang tidak diijinkan penumpangnya turun dari kapal dan harus dikarantina dikarenakan adanya penumpang yang terkena COVID-19. Sepeti yang terjadi di Kapal Cruise Diamond Princess, Golden Princess,  dan Silver Shadow. Kejadian terparah di Diamond Princess, 700 penumpang terinfeksi COVID-19 dan 7 penumpang meninggal. Karantina Kapal sudah berjalan berminggu – minggu di Pelabuhan Yokohama, Jepang, hingga akhirnya penumpang dan kru kapal Diamond Princess diselamatkan oleh negara masing – masing. Bahkan saat ini, banyak negara – negara yang tidak menerima kapal cruise berlabuh. Seperti yang dialami oleh Kapal Cruise Norwegian Jewel, Kapal tersebut ditolak berlabuh di Polynesia Prancis, Selandia Baru dan Australia. Padahal tidak ada penumpang yang diduga atau dikonfirmasi menderita COVID-19 di Kapal tersebut. Saat ini, Perusahaan Kapal Cruise seperti Princess Cruises, Norwegian Cruises dan Fred Olsen Cruises sudah menangguhkan operasi pelayarannya. Dengan kondisi demikian, yang mana COVID-19 sangat cepat menyebar dari satu orang ke orang lain, penghentian operasional kapal cruise perlu untuk dilakukan. Di satu sisi, memang sudah banyak negara yang menolak kedatangan kapal Cruise tersebut. Sementara untuk kapal kargo, sejauh ini masih diijinkan untuk beroperasi, karena kapal cargo masih sangat dibutuhkan untuk mendistribusikan barang dari satu negara ke negara lainnya, dengan catatan harus menjalankan prosedur yang ditetapkan masing – masing pelabuhan.

 

Permasalahan yang dialami perusahaan – perusahaan pelayaran tersebut dalam mengahadapi masalah wabah virus COVID-19 ini mengakibatkan kerugian finansial yang tidak terduga sebelumnya. Biaya – biaya tambahan seperti upah kru kapal, biaya bahan bakar tambahan, biaya tambahan untuk makanan, air, obat – obatan, dan lainnya, merupakan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan pelayaran. Untuk menghindari hal – hal tidak terduga seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seharusnya perusahaan pelayaran tidak perlu khawatir karena sudah ada produk asuransi yang dapat melindungi dari biaya – biaya tidak terduga tersebut, yaitu polis Protection and Indemnity atau yang lebih umum disebut P&I. Polis ini umumnya memberikan proteksi terhadap pemilik kapal, operator kapal dan penyewa kapal atas segala kerugian yang timbul karena adanya tuntutan pihak ketiga akibat operasional kapal. Namun tidak hanya itu saja, polis ini juga menanggung biaya – biaya tambahan lain yang tidak terduga sesuai dengan ketentuan di polis.

Oleh karena itu, mengambil pelajaran dari kejadian wabah COVID-19 ini, perusahaan pelayaran sebaiknya memproteksi diri dengan cara membeli polis asuransi P&I agar tidak mengalami kerugian finansial yang besar. Bagaimana polis asuransi P&I atau Protection & Indemnity Insurance Policy dapat melindungi perusahaan-perusahaan pelayaran dari kerugian financial? Nantikan pada artikel kami berikutnya... ^^))

 

 

Reference :

 

https://indoshippinggazette.com/2020/crews-of-foreign-vessels-are-prohibitted-to-get-off-from-vessels/

 

https://www.theguardian.com/world/2020/mar/16/cruise-ships-scramble-to-find-safe-harbour-amid-covid-19-crisis-as-countries-turn-them-away

 

https://globalnews.ca/news/6761227/cargo-ship-denied-entry-to-port-of-halifax/

 

Institute Protection and Indemnity Clauses Hulls – Time, MAR Policy CL. 344

 

Protection & Indemnity, Marine Liability, Protection and Legal Expenses Terms & Conditions, British Marine.

Penulis

Yanuardy Rahmat M., ST., M.Sc.

Email: yanuardy@indonesiare.co.id