Indonesia telah mempersiapkan program vaksinasi COVID-19 massal untuk batch kedua. Saat ini, memang Indonesia masih menggunakan Vaksin Sinovac untuk program vaksinasi massal ini. Namun, tahukah kalian kalau saat ini Indonesia tengah mengembangkan Vaksin Merah-Putih dan Vaksin Nusantara yang merupakan produk asli hasil karya anak bangsa?
Sumber foto: www.freepik.comVaksin Merah-Putih ini sebenarnya tidak hanya mengacu kepada satu jenis vaksin saja, melainkan mengacu kepada sekelompok kandidat vaksin yang tengah dikembangkan oleh konsorsium riset di bawah naungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Dalam konsorsium ini, terdapat tujuh lembaga yang tengah melakukan proses pengembangan Vaksin Merah-Putih. Dari tujuh lembaga tersebut, lima di antaranya bernaung di bawah perguruan tinggi negeri (PTN) yaitu Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga, sementara dua lembaga lainnya adalah Lembaga Biologi Molekular Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Selain Vaksin Merah-Putih, ada juga Vaksin Nusantara yang juga tengah dikembangkan di Indonesia. Vaksin Nusantara ini merupakan rebranding dari Vaksin Joglosemar, yang merupakan kandidat vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik yang tengah dikembangkan oleh sekumpulan ilmuwan di Universitas Diponegoro, yang bekerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), AIVITA Biomedical Inc. yang berasal dari California, Amerika Serikat, dan turut didukung oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes).
Pengembangan Vaksin Nusantara ini dimulai pada akhir tahun 2020, ketika dr. Terawan Agus Putranto masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan. Teknologi sel dendritik sendiri bukanlah hal baru dalam dunia medis, karena sebelumnya teknologi ini pernah diadaptasi dalam terapi beberapa penyakit, seperti penyakit kanker dan penyakit autoimmune. Namun dalam lingkup vaksin, Vaksin Nusantara ini merupakan kandidat vaksin pertama yang mengadaptasi teknologi sel dendritik.
Sel dendritik autolog sendiri merupakan komponen yang berasal dari sel darah putih (leukosit) yang diambil dari darah calon penerimanya. Kemudian, sel dendritik autolog ini akan dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-CoV-2. Setelah itu, sel dendritik yang telah ‘berkenalan’ dengan antigen virus akan diinjeksikan kembali kepada penerimanya, yang mana bertujuan untuk memicu terbentuknya dan aktivasi sistem imun pada penerimanya. Selain itu, vaksin sel dendritik juga disebut dapat mengaktivasi sel T, sehingga kekebalan yang terbentuk dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan kekebalan yang terbentuk oleh vaksin inactivated.
Sumber foto: www.freepik.com
Keunggulan vaksin berbasis sel dendritik terletak pada sisi personalized vaksin ini, yang mana dapat dibuat spesifik untuk setiap orang, sehingga memungkinkan untuk dapat disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing penerimanya. Misalnya, penderita suatu penyakit komorbid yang tadinya tidak dapat menerima ‘vaksin biasa’ jadi bisa menerima vaksin COVID-19 yang berbasis sel dendritik ini, karena memang vaksin ini dibuat ‘khusus untuk dirinya’.
Walaupun demikian, di sisi lain, keunggulan vaksin berbasis sel dendritik ini juga menjadi kelemahan dari dirinya. Yang mana, pembuatan vaksin berbasis sel dendritik tentunya akan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Proses pembuatan vaksin dari awal hingga dapat disuntikkan ke penerimanya dapat memakan waktu 3 hari hingga satu minggu, dan proses ini harus diulang sebanyak tiga kali agar kekebalan yang terbentuk dapat optimal.
Untuk biayanya, tiga kali injeksi vaksin berbasis sel dendritik diperkirakan akan menghabiskan biaya sekitar USD 93,000. Sehingga, dapat dikatakan bahwa vaksin berbasis sel dendritik ‘kurang cocok’ untuk digunakan sebagai vaksinasi massal, yang mana bertujuan untuk memiliki cakupan vaksinasi yang luas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Nah, mari kita doakan agar proses pengembangan vaksin-vaksin di atas ini dapat berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang baik, sehingga, teman-teman yang memiliki komorbid dan mungkin belum bisa mendapatkan Vaksin Sinovac bisa tetap menerima vaksinasi lainnya.