Reasuransi Jiwa
Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-19
Beberapa minggu terakhir ini, ramai diberitakan seputar Ivermectin yang disebut manjur untuk mengobati infeksi COVID-19. Bagi mereka yang telah
familiar dengan obat Ivermectin, tentunya memahami bahwa Ivermectin sebelumnya telah lama digunakan sebagai pengobatan atas infeksi parasit, seperti kutu rambut,
scabies,
trichuriasis, ascariasis, and
lymphatic filariasis.
Nah, bagaimana ceritanya hingga Ivermectin ini digunakan dalam pengobatan COVID-19?
Sumber foto:
www.freepik.com
Beberapa waktu lalu, sebuah studi di Australia menunjukkan hasil bahwa penggunaan Ivermectin pada penderita COVID-19 terbukti dapat menurunkan secara signifikan
viral load pada sel-sel yang terinfeksi. Hasil studi tersebut didukung oleh sebuah studi lain yang menyatakan bahwa Ivermectin mampu mempercepat proses pemulihan pada penderita COVID-19 yang bergejala ringan, dan mampu mencegah penderita tersebut mengalami gejala berat.
Sebuah studi lain dilakukan dengan mengkombinasikan Ivermectin dengan Doxycycline (obat golongan antibiotik) dalam pengobatan COVID-19. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kombinasi kedua obat tersebut efektif untuk mengurangi gejala yang dialami oleh penderita COVID-19, sekaligus mampu mempercepat proses penyembuhan.
Walaupun mungkin kita baru mendengar kiprah Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Ivermectin digunakan dalam pengobatan infeksi virus. Ivermectin juga pernah digunakan dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi, seperti infeksi Virus Zika, Chikungunya, Demam Dengue, dan Influenza. Meskipun demikian, harus diingat bahwa hingga saat ini, uji klinis pemanfaatan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 masih berlangsung, serta hingga saat ini belum ada obat yang secara resmi dinyatakan dan diakui sebagai obat untuk COVID-19.
Hingga saat ini, US
Food and Drug Administrator (FDA) serta beberapa institusi dan otoritas serupa di berbagai negara, masih melakukan uji klinis dan analisa lebih lanjut terkait pemanfaatan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19. Gugus tugas telah dibentuk dengan tujuan untuk meneliti potensi efektivitas Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, terutama pada penderita yang bergejala sedang-berat.
Sumber foto:
www.freepik.com
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang mempersiapkan uji klinis yang bertujuan untuk memastikan keamanan dan kemanjuran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19. Uji klinis ini sedang dipersiapkan bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dan akan dilakukan pada pasien COVID-19 yang dirawat inap di delapan rumah sakit, yaitu RS Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RS Soedarso Pontianak, RS Adam Malik Medan, RSPAD Gatot Soebroto, RSAU Esnawan Antariksa, RS Suyoto, dan RSD Wisma Atlet.
Dr. Budhi Antariksa selaku Ketua Tim Peneliti Uji Klinis Ivermectin Indonesia menyampaikan bahwa uji klinis saat ini baru memasuki tahap pematangan rencana, sembari memantau hasil studi dari negara-negara lain yang telah ada. Beberapa negara memang diketahui telah menggunakan Ivermectin dalam strategi penanganan COVID-19 di negaranya. Negara-negara tersebut di antaranya adalah Slovakia, Yunani, Bulgaria, Macedonia, Peru, dan Republik Ceko.
Sebagaimana dilansir dari
Trial Site News, Slovakia sendiri menjadi negara Uni Eropa pertama yang secara resmi menyetujui penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, di mana izin penggunaan Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Slovakia pada akhir Januari 2021. Walaupun demikian, hingga saat ini,
European Medicines Agency (EMA) hanya memberikan izin Ivermectin untuk dimanfaatkan dalam pengobatan COVID-19 dalam lingkup uji klinis yang sangat terbatas.
Selain di Uni Eropa, Ivermectin juga telah digunakan dalam pengobatan COVID-19 di Afrika Selatan. Beberapa dokter dan ahli kesehatan di Afrika Selatan memberikan pernyataan dan kesaksian bahwa penggunaan Ivermectin pada penderita COVID-19 terbukti dapat mengurangi gejala-gejala pada penderita, termasuk untuk gejala yang cukup berat. Walaupun demikian, hingga saat ini, otoritas kesehatan Afrika Selatan masih belum secara resmi mengeluarkan izin penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 dan penggunaan yang ada sifatnya masih sangat terbatas.
India yang baru-baru ini lolos dari badai COVID-19 juga ternyata pernah menggunakan Ivermectin sebagai pengobatan COVID-19. Bahkan, warta berita India pernah memberitakan bahwa Ivermectin lah yang mampu membuat India lolos dari badai COVID-19 kemarin. Walaupun demikian, sanggahan atas pemberitaan ini tak lama kemudian muncul dari berbagai asosiasi serta ahli kesehatan dan epidemiologi, di mana mereka menyatakan bahwa yang lebih jelas berperan dalam penanggulangan badai COVID-19 di India adalah tindakan pembatasan mobilisasi (
lockdown), ketimbang penggunaan Ivermectin.
Bagaimana dengan
update penggunaan Ivermectin di Indonesia?
Sumber foto:
www.freepik.com
BPOM selaku badan yang berwenang melakukan pengawasan dan pemberian izin edar atas obat-obatan di Indonesia menegaskan bahwa, hingga saat ini di Indonesia, Ivermectin hanya memiliki lisensi sebagai obat anti-parasit, dan belum memiliki lisensi sebagai obat COVID-19 atau obat infeksi virus lainnya. BPOM masih akan menunggu hasil studi yang dilakukan oleh Balitbangkes, sebelum memutuskan apakah Ivermectin bisa mendapatkan lisensi sebagai obat COVID-19.
Senada dengan BPOM, Prof. Zubairi Djoerban selaku Ketua Satgas COVID-19 dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga mengatakan bahwa IDI belum merekomendasikan Ivermectin untuk digunakan sebagai obat COVID-19. Mereka masih akan menunggu hasil uji klinis dari Balitbangkes dan persetujuan dari BPOM, sembari mempelajari izin edar dan hasil studi-studi dari luar negeri, sebelum bisa memberikan rekomendasi penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19.
Melihat pernyataan dari BPOM, sepertinya masih terlalu dini untuk menganggap bahwa Ivermectin dapat dimanfaatkan dalam pengobatan COVID-19. Pemberitaan akan Ivermectin yang manjur dalam pengobatan COVID-19 sejauh ini masih merupakan opini dan belum merupakan hasil studi yang sahih. Merebaknya pemberitaan kemanjuran Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 selayaknya kita tanggapi dengan bijak, di mana, kita harus lebih jeli untuk melihat apakah sudah ada hasil studi yang membuktikan keamanan dan kemanjuran Ivermectin, sebelum bisa mempercayai opini dan pemberitaan yang ada.
Kita memang telah lama ‘hidup bersama’ dengan COVID-19. Merasa ‘lelah’ akan pandemi ini tentunya sangat wajar untuk dirasakan, terutama dengan melihat peningkatan kasus harian baru dan angka kematian yang disebabkan oleh COVID-19 terus meningkat setiap harinya. Mungkin inilah yang membuat masyarakat ‘tergerak’ untuk turut berusaha mencari pengobatan yang dianggap manjur untuk mengobati COVID-19. Hal ini jugalah yang mungkin mendorong masyarakat untuk ‘mudah mempercayai’ opini dan pemberitaan yang beredar. Walaupun demikian, tentunya kita harus menyadari potensi bahaya yang mengintai jika kita mengkonsumsi obat-obatan yang belum mendapatkan
approval dari otoritas yang berwenang.
Kita harus mengingat kembali bahwa BPOM, FDA, EMA, serta otoritas berwenang lainnya memiliki tugas untuk memastikan keamanan obat-obatan yang beredar di masyarakat, serta tentunya untuk memastikan adanya bukti empirik yang kuat bahwa obat-obatan tersebut efektif sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mengkonsumsi obat-obatan yang belum mendapatkan persetujuan dari BPOM tentunya dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan kita.
Sumber foto:
www.freepik.com
Beberapa pemberitaan di luar negeri bahkan menunjukkan bahwa ada segelintir masyarakat yang mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis sangat besar. Salah satu pemanfaatan dari Ivermectin sendiri memang ditujukan untuk mengobati infeksi parasit pada hewan, termasuk di antaranya hewan-hewan berukuran besar seperti sapi dan kuda. Orang-orang yang mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis sangat besar ini dilaporkan membutuhkan perawatan yang sangat serius di RS –bahkan dikabarkan memerlukan
life support-, karena sebelumnya mengkonsumsi Ivermectin dalam dosis besar, yang sebenarnya diperuntukkan bagi kuda dan sapi.
Penggunaan Ivermectin dalam dosis yang telah disetujui untuk manusia pun sebenarnya masih harus sangat berhati-hati karena, seperti obat-obatan lainnya, penggunaan Ivermectin juga dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti ruam kulit, gangguan pencernaan, nyeri kepala, penurunan tekanan darah, gangguan saraf, serta pembengkakan wajah dan anggota tubuh. Selain itu, Ivermectin juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan obat-obatan lainnya, salah satunya adalah obat pengencer darah, di mana apabila kedua obat ini dikonsumsi bersamaan bisa berpotensi menimbulkan efek samping yang cukup berat seperti hipotensi,
dizziness, kejang, koma, bahkan kematian.
Menilik fakta-fakta yang ada, hal yang sebenarnya mengkhawatirkan dari pemberitaan tentang Ivermectin ini adalah ‘inisiasi dini’ dari masyarakat untuk memperoleh Ivermectin secara bebas. Padahal, Ivermectin ini selain belum mendapatkan persetujuan BPOM sebagai obat COVID-19, juga tergolong ke dalam kategori obat keras, yang mana pemberiannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya juga harus dalam pengawasan dokter. Dikhawatirkan, pemberitaan yang terlalu dini akan kemanjuran Ivermectin sebagai obat COVID-19, dapat mendorong masyarakat untuk berusaha memperoleh Ivermectin sendiri dan mengkonsumsi Ivermectin secara mandiri, yang mana, tentunya dapat berbahaya bagi kesehatannya. Belum lagi, jika masyarakat memperoleh Ivermectin bukan dari fasilitas kesehatan atau apotek resmi, yang mana tentunya tidak menjamin keaslian dan kelayakan konsumsi dari Ivermectin ini.
Pandemi COVID-19 ini memang mungkin belum terlihat ujungnya. Oleh karena itu, untuk sementara ini akan lebih aman bagi kita untuk berupaya mencegah terjadinya perluasan penyebaran infeksi ini melalui metode yang sudah terbukti efektivitasnya, yaitu menerapkan protokol kesehatan. Pun apabila kita terinfeksi COVID-19, kita harus mendapatkan perawatan sesuai dengan
guideline yang berlaku, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan secara sembarang sebelum berkonsultasi dengan dokter.
Stay safe and healthy, semuanya!
*******