07 February 2024
1457
Reasuransi Jiwa
Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik
Penggunaan rokok elektrik telah menjadi semakin booming dalam beberapa tahun terakhir. Adanya kebiasaan merokok sebagai bagian dari gaya hidup dan kebutuhan sebagian masyarakat telah mentrigger kemunculan inovasi teknologi pada metode konsumsi tembakau.
Rokok elektrik saat ini telah dikemas dalam bentuk yang menarik, serta rasa dan aroma yang bervariasi sehingga dapat menarik masyarakat untuk beralih dari penggunaan rokok konvensional ke rokok elektrik.
Selain itu, klaim yang disampaikan oleh produsen dan pemasar rokok elektrik bahwa rokok elektrik merupakan metode merokok yang ‘lebih aman’ juga turut meningkatkan popularitas dari rokok elektrik di masyarakat.
Apakah sebenarnya rokok elektrik itu, dan apakah sebenarnya rokok elektrik memang ‘aman’ untuk dikonsumsi?
Dilansir dari website Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), rokok elektrik merupakan salah satu hasil produksi tembakau lain (HPTL) atau sintetiknya, baik dengan atau tanpa nikotin dan penambah rasa, yang penggunaannya dilakukan dengan cara menghisap uap pemanasan atau cairan dari alat pemanas elektronik.
Perangkat rokok elektronik merupakan perangkat yang dirancang untuk menghantarkan nikotin tanpa asam tembakau, melalui proses pemanasan larutan nikotin, perasa, propylene glycol, dan glycerin. Zat-zat kimia tersebut akan diubah melalui proses pemanasan menjadi bentuk uap yang mengalir ke dalam paru-paru dengan menggunakan tenaga baterai atau listrik.
Di pasaran, rokok elektrik dikenal juga sebagai e-cigarette, vapor, vape, e-juice, e-liquid, personal vaporizer, electro-smoke, green cig, smart-smoke, smart-cigarette, dan Heated Tobacco Products (HTP). Di Indonesia, produk vapor mulai masuk ke pasaran pada tahun 2010, mulai populer di masyarakat pada tahun 2013, dan dilegalkan pada pertengahan tahun 2018 lalu.
Dengan kemasan yang menarik, rasa dan aroma yang bervariasi, serta harga yang relatif terjangkau, penggunaan rokok elektrik pun semakin menjamur di masyarakat. Yang sangat disayangkan adalah popularitas rokok elektrik saat ini juga booming pada kelompok anak dan remaja. Padahal, apapun metodenya, merokok atau konsumsi tembakau itu berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi mereka yang mengkonsumsinya sedari dini.
Penetrasi rokok elektrik pada kelompok anak dan remaja inilah yang menjadi concern bagi World Health Organization (WHO), otoritas kesehatan, serta tenaga dan penggiat kesehatan di seluruh dunia. Pasalnya, berbeda dari ‘klaim’ bahwa rokok elektrik dapat membantu mengatasi ketergantungan kita terhadap tembakau dan rokok elektrik merupakan metode merokok yang ‘aman’, penggunaan rokok elektrik sama atau bahkan lebih berbahaya ketimbang rokok konvensional, khususnya dari aspek adiksi tembakau dan gangguan saluran pernapasan yang dapat ditimbulkan pada penggunanya.
Apakah hal yang sebenarnya berbahaya dari sebuah rokok elektrik?
Berdasarkan data yang dilansir oleh American Heart Association (AHA), rokok elektrik terdiri atas berbagai bahan kimia yang berbahaya dan beracun, seperti nikotin, acetaldehyde, formaldehyde, acrolein, diacetyl dan diethylene glycol, tetrahydrocannabinol (THC), serta beberapa logam berat seperti nikel, timah, timbal, dan cadmium.
Nikotin merupakan zat adiktif dan berbahaya yang berasal dari tembakau. Acetaldehyde dan formaldehyde sendiri merupakan senyawa karsinogenik yang dapat mencetuskan munculnya kanker/keganasan. Acrolein serta diacetyl dan diethylene glycol merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru. THC merupakan zat kimia yang dapat menyebabkan efek psikosis.
Zat-zat yang terkandung pada rokok elektrik tersebut dapat menimbulkan berbagai bahaya kesehatan, di antaranya adalah sebagai berikut:
Tachycardia dan Hypertension
Nikotin yang juga terkandung pada rokok elektrik dapat merangsang sistem saraf, sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung (tachycardia) dan tekanan darah (hypertension). Kedua kondisi tersebut lambat laun dapat mengakibatkan dampak yang lebih berat lagi, seperti serangan jantung dan stroke.
Bronchiolitis Obliterans (BO)
BO merupakan suatu penyakit paru-paru yang disebabkan oleh kerusakan jaringan paru dan penyempitan saluran udara. Kondisi yang cukup langka ini juga dikenal sebagai ‘popcorn lung’. Berdasarkan data yang ada, kemunculan kondisi ini dapat ditrigger oleh konsumsi diacetyl yang sering ditambahkan ke dalam e-liquid sebagai perasa.
Menghirup diacetyl dapat menyebabkan peradangan jaringan paru, yang lambat laun menimbulkan jaringan parut permanen pada bronchioles paru. Akibatnya, penderita akan mengalami kesulitan bernapas serta beberapa gejala lain seperti batuk dan nyeri dada.
Pneumonia Lipoid
Kondisi ini terjadi ketika asam lemak masuk ke dalam paru-paru, lantaran penderitanya sering menghirup zat berminyak yang terkandung dalam e-liquid. Beberapa gejala yang mungkin dialami oleh penderita pneumonia lipoid di antaranya adalah batuk kronis, batuk berdahak, dan sesak napas.
Kemunculan dan Kekambuhan Asma
Zat-zat kimia yang terkandung dalam e-liquid –misalnya, propylene glycol- dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan serta menyebabkan kemunculan dan kekambuhan penyakit saluran pernapasan kronis, salah satunya adalah asma.
Selain itu, meskipun rokok elektrik mungkin tidak menghasilkan tar seperti rokok konvensional, uap yang dihasilkan oleh rokok elektrik dapat menyebabkan iritasi dan peradangan di saluran pernapasan, serta mempengaruhi fungsi paru secara jangka panjang.
Kanker/Keganasan
Proses pemanasan cairan vape (e-liquid) menghasilkan aldehyde seperti formaldehyde yang bersifat karsinogenik atau dapat memicu penyakit kanker/keganasan. Risiko ini ada terutama pada pengguna yang mengkonsumsi rokok elektrik dalam waktu lama atau sejak usia dini.
Apa hal yang dapat kita lakukan untuk melindungi generasi muda kita dari ancaman bahaya rokok elektrik?
Pada bulan September 2023 lalu, World Health Organization (WHO) merilis dua publikasi baru terkait tembakau, yaitu ‘Freedom from Tobacco and Nicotine: Guide for Schools’ dan ‘Nicotine –and Tobacco- Free School Toolkit’.
WHO merilis dua publikasi tersebut dengan harapan agar anak-anak dan generasi muda dapat memiliki awareness akan bahaya dari tembakau terhadap kesehatan. Harapan WHO tersebut dilandasi oleh concern mereka atas semakin maraknya kebiasaan mengkonsumsi tembakau di usia anak-anak dan remaja pada berbagai negara di dunia.
Langkah serupa WHO sebelumnya telah dilakukan oleh Food and Drug Administrator (FDA) pada bulan Agustus 2023 lalu. FDA mengeluarkan ‘warning letters’ kepada 15 online retailers yang menjual dan/atau mendistribusikan unauthorized e-cigarette products packaged yang dikemas serupa dengan produk mainan, minuman, dan school supplies.
FDA menilai bahwa kemasan rokok elektrik tersebut dapat ‘mengecoh’ anak-anak dan remaja, sehingga mereka dapat ‘menjangkau’ rokok elektrik, mencoba menggunakan rokok elektrik, dan pada akhirnya memiliki adiksi terhadap tembakau.
Baik WHO maupun FDA menyepakati bahwa industri tembakau dalam hal ini telah bersikap sembrono lantaran telah menargetkan kelompok usia muda –dalam hal ini, anak-anak dan remaja- sebagai target market-nya.
Data terkini menunjukkan bahwa 9 dari 10 perokok elektrik telah mulai mengkonsumsi rokok elektrik sebelum usia 18 tahun. Hal ini tentu menjadi suatu kekhawatiran bahwa generasi muda kita di masa mendatang sangat rentan untuk menderita berbagai penyakit saluran pernapasan dan memiliki adiksi terhadap tembakau.
Oleh karena itu, concern dari WHO dan FDA ini selayaknya dapat menjadi bagian dari pemahaman dan awareness bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama orang tua dan institusi pendidikan.
Bagaimana Indonesia menyikapi himbauan dari WHO dan FDA tersebut?
Pada prinsipnya, Indonesia memiliki concern dan pandangan yang serupa dengan WHO dan FDA. Di Indonesia pun kita sudah marak menemui anak dan remaja yang mengkonsumsi rokok dengan bebas, baik itu rokok konvensional ataupun rokok elektrik. Keberadaan dan popularitas rokok elektrik dikhawatirkan justru akan ‘menambah’ populasi perokok di Indonesia, dan tidak mendatangkan maslahat apapun pada kesehatan konsumen tembakau.
Dilansir dari detik.com, Pemerintah Indonesia akhirnya resmi mengenakan pajak pada rokok elektrik yang dilandasi oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok.
Pada PMK tersebut disebutkan bahwa pengenaan pajak rokok elektrik mulai diberlakukan pada 1 Januari 2024. Pengenaan pajak rokok elektrik salah satunya bertujuan untuk menekan jumlah konsumen rokok elektrik atau vape di masyarakat yang semakin menjamur. Harapannya adalah, harga rokok elektrik yang semakin mahal akan membuat rokok elektrik tidak mudah ‘dijangkau’ oleh kelompok anak dan remaja.
Apabila ditinjau dari aspek keuangan, pemberlakuan Pajak Rokok atas Rokok Elektrik (REL) ini juga merupakan perwujudan dari komitmen Pemerintah Pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik sejak diberlakukan pengenaan cukai di pertengahan tahun 2018.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai. Cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang di antaranya adalah hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
Oleh karena itu, dari perspektif keuangan sebenarnya pengenaan pajak rokok pada rokok elektrik merupakan suatu bentuk keadilan lantaran rokok konvensional yang dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik telah lebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak tahun 2014.
Nah, bagaimana guys, apakah teman-teman cukup tercerahkan tentang rokok elektrik? Baik rokok konvensional ataupun rokok elektrik, kita harus bijak dalam mengkonsumsinya ya, termasuk dalam mempertimbangkan potensi bahaya kesehatan yang dapat dialami oleh kita, keluarga, dan orang-orang terdekat apabila kita mengkonsumsi rokok, baik itu rokok konvensional ataupun rokok elektrik.
Stay safe and healthy!