17 January 2022
12321
12321
Reasuransi Jiwa
Sebelum memahami tentang spinal cord injury, ada baiknya jika kita memahami tentang sistem saraf pusat alias central nervous system (CNS) terlebih dahulu.
CNS terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Spinal cord itu sendiri merupakan jaringan lunak yang dikelilingi oleh tulang belakang (vertebrae). Spinal cord memanjang dari otak bagian bawah, serta berisikan sekumpulan sel-sel saraf (traktus) yang akan menuju ke berbagai bagian tubuh. Ujung pangkal dari spinal cord akan berakhir sedikit di atas pinggang kita, tepatnya pada area yang disebut sebagai conus medullary. Di bawah daerah inilah terdapat sekumpulan nerve roots yang dikenal sebagai cauda equine.
Traktus pada spinal cord berperan sebagai pembawa sinyal pesan antara otak dan bagian tubuh lainnya. Traktus sendiri terdiri dari sel motoris dan sel sensoris. Sel motoris akan membawa pesan sinyal dari otak yang nantinya akan mengendalikan pergerakkan otot. Sementara itu, sel sensoris akan membawa pesan sinyal yang terkait dengan sensasi suhu (panas dan dingin), sentuhan, tekanan, nyeri, dan posisi dari bagian tubuh lainnya menuju otak.
Nah, apa yang sebenarnya terjadi apabila seseorang mengalami spinal cord injury?
Karena spinal cord sangat erat dengan fungsi motoris dan sensoris, pada saat terjadi spinal cord injury, kedua fungsi itulah yang paling besar terdampak. Adapun seberapa luas dan berat dampak yang ada sangat bergantung terhadap lokasi dari terjadinya cedera. Pada kasus spinal cord injury, kerusakan dan gangguan tidak hanya terjadi pada area yang mengalami cedera, namun juga dapat terjadi pada otot serta saraf yang berada di bawah lokasi cedera.
Dalam hal gangguan motoris, sebagian besar penderita spinal cord injury memang akan mengalami keterbatasan pergerakan anggota gerak –alias kelumpuhan atau paralysis-. Pada kasus paralysis, seorang penderita spinal cord injury dapat mengalami kondisi yang dinamakan paraplegia dan tetraplegia. Paraplegia merujuk kepada ketidakmampuan penderita untuk menggerakkan anggota tubuh bagian bawahnya (kedua tungkai dan kaki). Sementara itu, tetraplegia merujuk kepada ketidakmampuan penderita untuk menggerakkan seluruh anggota geraknya (atas dan bawah, termasuk kedua lengan, kedua tangan, kedua tungkai, dan kedua kaki). Baik paraplegia maupun tetraplegia sendiri dapat bersifat complete maupun incomplete, di mana, pada kondisi incomplete, penderita masih dapat memiliki sebagian fungsi motoris dan sensoris dari bagian tubuhnya.
Dalam hal gangguan sensoris, penderita spinal cord injury dapat mengalami paresis, yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan sensasi suhu, sentuhan, tekanan, nyeri, dan posisi dari bagian-bagian tubuh yang terdampak cedera. Sebagai contoh, penderita spinal cord injury pada thoracic spine tidak akan dapat merasakan sensasi sentuhan ataupun nyeri pada bagian dada dan perutnya.
Apakah penderita spinal cord injury ‘hanya’ mengalami gangguan pada fungsi motoris dan sensorisnya saja?
Sayangnya tidak. Baik gangguan motoris dan sensoris dapat menimbulkan beberapa komplikasi dan gangguan kesehatan lainnya, yang bahkan dapat menyebabkan penyakit kronis atau bahkan fatalitas. Seperti misalnya, gangguan motoris yang dialami oleh penderita spinal cord injury tentunya akan membatasi pergerakkan serta aktivitasnya. Hal ini menyebabkan penderita akan terbaring dalam waktu yang cukup lama, dan tentunya sulit untuk melakukan exercise atau olah raga. Kondisi imobilitas penderita spinal cord injury dapat menimbulkan komplikasi berupa ulkus decubitus, yang merupakan perlukaan yang muncul apabila seseorang terlalu lama berbaring. Perlukaan ini berpotensi menimbulkan infeksi yang meluas –bahkan sepsis-, apabila tidak segera diberikan penanganan.
Selain dari ulkus decubitus, imobilitas penderita juga dapat mengakibatkan penderita mengalami obesitas, terutama apabila imobilitasnya itu tidak diimbangi dengan pola hidup sehat lainnya yang memungkinkan. Dari obesitas tersebut, tentunya penderita akan memiliki risiko yang cukup tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular, seperti diabetes mellitus.
Gangguan motoris juga tidak hanya dapat diartikan dari gangguan pada otot anggota gerak, melainkan, gangguan motoris juga dapat meliputi gangguan otot pernafasan. Dalam kasus spinal cord injury, tidak jarang penderita mengalami gangguan pernafasan karena otot-otot area dada dan perutnya tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga mengganggu proses pertukaran udara (menarik dan menghembuskan nafas). Hal ini dapat menyebabkan penderita mengalami sesak nafas, dan tidak jarang dapat menimbulkan terjadi gagal pernafasan.
Penderita spinal cord injury juga rentan mengalami gangguan berkemih dan pencernaan. Gangguan berkemih dan pencernaan ini diakibatkan oleh kerusakan pada sel saraf yang berperan sebagai pembawa pesan dari otak ke sistem urinary dan sistem pencernaan. Akibatnya, penderita spinal cord injury tidak dapat mengendalikan keinginan buang air kecil maupun besarnya. Apabila terjadi secara berkelanjutan, gangguan kendali tersebut dapat menyebabkan penderita mengalami gangguan saluran kemih –termasuk di antaranya infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, dan gangguan fungsi ginjal- serta gangguan pencernaan –seperti konstipasi dan hemorrhoid-.
Komplikasi dari spinal cord injury yang dapat berakibat cukup fatal adalah deep vein thrombosis dan pulmonary embolism. Deep vein thrombosis (DVT) adalah penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam. Pada saat kita mengalami cedera, darah akan menggumpal sebagai upaya untuk menghentikan perdarahan. Pada kasus DVT, penggumpalan darah juga terjadi di pembuluh darah vena dalam, yang dapat mengakibatkan aliran darah menjadi tersumbat. Gumpalan darah ini dapat ‘lolos’ dan ‘hanyut’ di aliran darah, bahkan dapat mengarah serta menyumbat pembuluh darah paru-paru. Akibatnya, penderita akan mengalami sesak nafas dan bahkan fatalitas dapat terjadi.
Spinal cord injury yang diderita oleh Laura Anna merupakan akibat dari kecelakaan mobil yang dialaminya. Namun, apakah memang spinal cord injury hanya dapat disebabkan oleh kecelakaan mobil/kendaraan bermotor saja?
Sebagian besar penyebab kasus spinal cord injury memang adalah adanya trauma, baik itu yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat olahraga, ataupun kekerasan fisik lainnya. Namun, pada dasarnya, spinal cord injury dapat diakibatkan oleh kondisi apapun yang dapat menyebabkan cedera/perlukaan pada spinal cord, ligament, ataupun spinal column disc. Beberapa kondisi non-traumatic yang dapat menyebabkan spinal cord injury di antaranya adalah arthritis, osteoporosis, kanker, infeksi spinal cord, atau disc generation of the spine.
Apabila kita mengalami kecelakaan atau gejala yang mengarah ke spinal cord injury, sebaiknya kita segera berkonsultasi dengan dokter dan melakukan pemeriksaan yang dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosis spinal cord injury. Metode diagnosis pertama tentulah dengan melakukan anamnesa serta evaluasi klinis, berdasarkan keluhan, gejala, serta riwayat cedera atau aktivitas yang dialami dan dilakukan oleh penderita. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan neurologi klinis yang meliputi tes kekuatan otot dan tes sensoris tubuh. Sebagai pemeriksaan penunjang, dokter akan melakukan pemeriksaan X-rays, CT Scan, atau MRI untuk melihat kondisi spinal cord, tulang belakang, serta otak. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter biasanya akan bersifat serial, yang artinya akan dilakukan sebanyak beberapa kali, dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan kondisi dari pasien tersebut. Pemeriksaan serial itulah yang nantinya akan berperan banyak dalam menentukan prognosis dari penderita spinal cord injury.
Apakah yang dapat dilakukan untuk mengobati spinal cord injury?
Sayangnya, hingga saat ini belum ada pengobatan, perawatan, atau terapi apapun di dunia medis yang mampu mengembalikan fungsi spinal cord yang telah rusak. Oleh karena itu, penderita spinal cord injury umumnya masih berpotensi mengalami gangguan motoris dan sensoris di sepanjang usianya. Meskipun demikian, beberapa metode perawatan seperti rehabilitasi, pengobatan dan suplementasi sistem saraf, serta prosthesis diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi yang masih ada pada penderita.
Selain itu, hal yang tak kalah pentingnya dalam perawatan penderita spinal cord injury adalah dengan turut memperhatikan dan memberikan support terhadap kondisi mental dari penderita. Tidak jarang, penderita spinal cord injury dapat mengalami depresi ataupun anxiety, akibat cedera, gangguan kesehatan, serta ketidakmampuan yang mereka alami. Oleh karena itu, peranan konsultasi psikolog/psikiater dan psikoterapi sangat penting di sini, untuk tetap memberikan dukungan kepada penderita, agar tetap bersemangat dalam menjalani perawatan dan kehidupannya.
Kita memang tidak dapat menghindari terjadinya penyakit ataupun musibah. Namun tentunya, kita dapat berupaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti dengan berhati-hati dalam mengemudikan kendaraan, tetap berada dalam batas aman kecepatan, fokus dalam berkendara, tidak menggunakan handphone atau gadget lainnya saat berkendara, serta tidak berkendara saat dalam pengaruh alkohol, obat, atau substansi terlarang lainnya.
Selain itu, apabila kita menemui orang yang mengalami kecelakaan, kita dapat berupaya untuk mengurangi risiko terjadinya spinal cord injury dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:
Nah, selalu berhati-hati, ya, saat di jalan.
Stay safe and healthy, semuanya!
***
Spinal Cord Injury
Meninggalnya Laura Anna – seorang selebgram berusia 21 tahun- membuat spinal cord injury menjadi salah satu top keyword di Google Search. Laura Anna memang telah menderita spinal cord injury selama kurang lebih dua tahun terakhir ini, sejak dirinya mengalami kecelakaan mobil pada akhir 2019 lalu. Nah, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan spinal cord injury, dan apakah selain dapat menyebabkan kelumpuhan, spinal cord injury juga dapat menyebabkan kematian?Sebelum memahami tentang spinal cord injury, ada baiknya jika kita memahami tentang sistem saraf pusat alias central nervous system (CNS) terlebih dahulu.
Sumber foto: www.msdmanuals.com
CNS terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Spinal cord itu sendiri merupakan jaringan lunak yang dikelilingi oleh tulang belakang (vertebrae). Spinal cord memanjang dari otak bagian bawah, serta berisikan sekumpulan sel-sel saraf (traktus) yang akan menuju ke berbagai bagian tubuh. Ujung pangkal dari spinal cord akan berakhir sedikit di atas pinggang kita, tepatnya pada area yang disebut sebagai conus medullary. Di bawah daerah inilah terdapat sekumpulan nerve roots yang dikenal sebagai cauda equine.
Traktus pada spinal cord berperan sebagai pembawa sinyal pesan antara otak dan bagian tubuh lainnya. Traktus sendiri terdiri dari sel motoris dan sel sensoris. Sel motoris akan membawa pesan sinyal dari otak yang nantinya akan mengendalikan pergerakkan otot. Sementara itu, sel sensoris akan membawa pesan sinyal yang terkait dengan sensasi suhu (panas dan dingin), sentuhan, tekanan, nyeri, dan posisi dari bagian tubuh lainnya menuju otak.
Nah, apa yang sebenarnya terjadi apabila seseorang mengalami spinal cord injury?
Sumber foto: www.escif.org/spinal-cord-injury
Karena spinal cord sangat erat dengan fungsi motoris dan sensoris, pada saat terjadi spinal cord injury, kedua fungsi itulah yang paling besar terdampak. Adapun seberapa luas dan berat dampak yang ada sangat bergantung terhadap lokasi dari terjadinya cedera. Pada kasus spinal cord injury, kerusakan dan gangguan tidak hanya terjadi pada area yang mengalami cedera, namun juga dapat terjadi pada otot serta saraf yang berada di bawah lokasi cedera.
Dalam hal gangguan motoris, sebagian besar penderita spinal cord injury memang akan mengalami keterbatasan pergerakan anggota gerak –alias kelumpuhan atau paralysis-. Pada kasus paralysis, seorang penderita spinal cord injury dapat mengalami kondisi yang dinamakan paraplegia dan tetraplegia. Paraplegia merujuk kepada ketidakmampuan penderita untuk menggerakkan anggota tubuh bagian bawahnya (kedua tungkai dan kaki). Sementara itu, tetraplegia merujuk kepada ketidakmampuan penderita untuk menggerakkan seluruh anggota geraknya (atas dan bawah, termasuk kedua lengan, kedua tangan, kedua tungkai, dan kedua kaki). Baik paraplegia maupun tetraplegia sendiri dapat bersifat complete maupun incomplete, di mana, pada kondisi incomplete, penderita masih dapat memiliki sebagian fungsi motoris dan sensoris dari bagian tubuhnya.
Dalam hal gangguan sensoris, penderita spinal cord injury dapat mengalami paresis, yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan sensasi suhu, sentuhan, tekanan, nyeri, dan posisi dari bagian-bagian tubuh yang terdampak cedera. Sebagai contoh, penderita spinal cord injury pada thoracic spine tidak akan dapat merasakan sensasi sentuhan ataupun nyeri pada bagian dada dan perutnya.
Apakah penderita spinal cord injury ‘hanya’ mengalami gangguan pada fungsi motoris dan sensorisnya saja?
Sumber foto: www.freepik.com
Sayangnya tidak. Baik gangguan motoris dan sensoris dapat menimbulkan beberapa komplikasi dan gangguan kesehatan lainnya, yang bahkan dapat menyebabkan penyakit kronis atau bahkan fatalitas. Seperti misalnya, gangguan motoris yang dialami oleh penderita spinal cord injury tentunya akan membatasi pergerakkan serta aktivitasnya. Hal ini menyebabkan penderita akan terbaring dalam waktu yang cukup lama, dan tentunya sulit untuk melakukan exercise atau olah raga. Kondisi imobilitas penderita spinal cord injury dapat menimbulkan komplikasi berupa ulkus decubitus, yang merupakan perlukaan yang muncul apabila seseorang terlalu lama berbaring. Perlukaan ini berpotensi menimbulkan infeksi yang meluas –bahkan sepsis-, apabila tidak segera diberikan penanganan.
Selain dari ulkus decubitus, imobilitas penderita juga dapat mengakibatkan penderita mengalami obesitas, terutama apabila imobilitasnya itu tidak diimbangi dengan pola hidup sehat lainnya yang memungkinkan. Dari obesitas tersebut, tentunya penderita akan memiliki risiko yang cukup tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular, seperti diabetes mellitus.
Gangguan motoris juga tidak hanya dapat diartikan dari gangguan pada otot anggota gerak, melainkan, gangguan motoris juga dapat meliputi gangguan otot pernafasan. Dalam kasus spinal cord injury, tidak jarang penderita mengalami gangguan pernafasan karena otot-otot area dada dan perutnya tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga mengganggu proses pertukaran udara (menarik dan menghembuskan nafas). Hal ini dapat menyebabkan penderita mengalami sesak nafas, dan tidak jarang dapat menimbulkan terjadi gagal pernafasan.
Penderita spinal cord injury juga rentan mengalami gangguan berkemih dan pencernaan. Gangguan berkemih dan pencernaan ini diakibatkan oleh kerusakan pada sel saraf yang berperan sebagai pembawa pesan dari otak ke sistem urinary dan sistem pencernaan. Akibatnya, penderita spinal cord injury tidak dapat mengendalikan keinginan buang air kecil maupun besarnya. Apabila terjadi secara berkelanjutan, gangguan kendali tersebut dapat menyebabkan penderita mengalami gangguan saluran kemih –termasuk di antaranya infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, dan gangguan fungsi ginjal- serta gangguan pencernaan –seperti konstipasi dan hemorrhoid-.
Komplikasi dari spinal cord injury yang dapat berakibat cukup fatal adalah deep vein thrombosis dan pulmonary embolism. Deep vein thrombosis (DVT) adalah penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam. Pada saat kita mengalami cedera, darah akan menggumpal sebagai upaya untuk menghentikan perdarahan. Pada kasus DVT, penggumpalan darah juga terjadi di pembuluh darah vena dalam, yang dapat mengakibatkan aliran darah menjadi tersumbat. Gumpalan darah ini dapat ‘lolos’ dan ‘hanyut’ di aliran darah, bahkan dapat mengarah serta menyumbat pembuluh darah paru-paru. Akibatnya, penderita akan mengalami sesak nafas dan bahkan fatalitas dapat terjadi.
Spinal cord injury yang diderita oleh Laura Anna merupakan akibat dari kecelakaan mobil yang dialaminya. Namun, apakah memang spinal cord injury hanya dapat disebabkan oleh kecelakaan mobil/kendaraan bermotor saja?
Sumber foto: www.freepik.com
Sebagian besar penyebab kasus spinal cord injury memang adalah adanya trauma, baik itu yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat olahraga, ataupun kekerasan fisik lainnya. Namun, pada dasarnya, spinal cord injury dapat diakibatkan oleh kondisi apapun yang dapat menyebabkan cedera/perlukaan pada spinal cord, ligament, ataupun spinal column disc. Beberapa kondisi non-traumatic yang dapat menyebabkan spinal cord injury di antaranya adalah arthritis, osteoporosis, kanker, infeksi spinal cord, atau disc generation of the spine.
Apabila kita mengalami kecelakaan atau gejala yang mengarah ke spinal cord injury, sebaiknya kita segera berkonsultasi dengan dokter dan melakukan pemeriksaan yang dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosis spinal cord injury. Metode diagnosis pertama tentulah dengan melakukan anamnesa serta evaluasi klinis, berdasarkan keluhan, gejala, serta riwayat cedera atau aktivitas yang dialami dan dilakukan oleh penderita. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan neurologi klinis yang meliputi tes kekuatan otot dan tes sensoris tubuh. Sebagai pemeriksaan penunjang, dokter akan melakukan pemeriksaan X-rays, CT Scan, atau MRI untuk melihat kondisi spinal cord, tulang belakang, serta otak. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter biasanya akan bersifat serial, yang artinya akan dilakukan sebanyak beberapa kali, dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan kondisi dari pasien tersebut. Pemeriksaan serial itulah yang nantinya akan berperan banyak dalam menentukan prognosis dari penderita spinal cord injury.
Apakah yang dapat dilakukan untuk mengobati spinal cord injury?
Sayangnya, hingga saat ini belum ada pengobatan, perawatan, atau terapi apapun di dunia medis yang mampu mengembalikan fungsi spinal cord yang telah rusak. Oleh karena itu, penderita spinal cord injury umumnya masih berpotensi mengalami gangguan motoris dan sensoris di sepanjang usianya. Meskipun demikian, beberapa metode perawatan seperti rehabilitasi, pengobatan dan suplementasi sistem saraf, serta prosthesis diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi yang masih ada pada penderita.
Selain itu, hal yang tak kalah pentingnya dalam perawatan penderita spinal cord injury adalah dengan turut memperhatikan dan memberikan support terhadap kondisi mental dari penderita. Tidak jarang, penderita spinal cord injury dapat mengalami depresi ataupun anxiety, akibat cedera, gangguan kesehatan, serta ketidakmampuan yang mereka alami. Oleh karena itu, peranan konsultasi psikolog/psikiater dan psikoterapi sangat penting di sini, untuk tetap memberikan dukungan kepada penderita, agar tetap bersemangat dalam menjalani perawatan dan kehidupannya.
Kita memang tidak dapat menghindari terjadinya penyakit ataupun musibah. Namun tentunya, kita dapat berupaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti dengan berhati-hati dalam mengemudikan kendaraan, tetap berada dalam batas aman kecepatan, fokus dalam berkendara, tidak menggunakan handphone atau gadget lainnya saat berkendara, serta tidak berkendara saat dalam pengaruh alkohol, obat, atau substansi terlarang lainnya.
Selain itu, apabila kita menemui orang yang mengalami kecelakaan, kita dapat berupaya untuk mengurangi risiko terjadinya spinal cord injury dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:
- Segera menghubungi paramedis saat melihat kejadian kecelakaan
- Tidak memindahkan atau menggerakkan korban sebelum paramedis tiba di lokasi kecelakaan
- Meletakkan handuk tebal di kedua sisi leher korban, atau menjaga posisi kepala dan leher korban, hingga paramedis tiba di lokasi kecelakaan
- Apabila memungkinkan, kita dapat berupaya untuk menghentikan perdarahan, tanpa menggerakkan kepala dan leher korban
Nah, selalu berhati-hati, ya, saat di jalan.
Stay safe and healthy, semuanya!
***
Penulis
dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ
Email: laras@indonesiare.co.id
Artikel
- InsurTech: A Growing Synergy Between Insurance, Technology, and Healthcare
13 Sep 2024
1075 kali - Sepak Terjang Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS)09 Jul 20241339 kali
- Pengaruh Penggunaan Proton Pump Inhibitor terhadap Gangguan Kandung Empedu27 Jun 20241485 kali
- Mengenal ‘Disease X’, The Future Next Pandemic?06 May 20241759 kali
- Vertigo dan Meniere’s Disease02 Apr 20241821 kali
- Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik07 Feb 20241535 kali
- Kebangkitan Infeksi Polio di Indonesia23 Jan 20241536 kali
- Mengenal COVID-19 Varian JN.122 Dec 20234032 kali
- Lonjakan Kasus COVID-19 di Akhir Tahun 202320 Dec 20233996 kali
- Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia07 Dec 20234569 kali
- Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya04 Dec 20234386 kali
- Perspektif Kepemilikan Asuransi Penyakit Kritis bagi Kelompok Usia Muda21 Nov 20234482 kali
- Kemunculan Kasus Mpox Kedua: Apakah Berpotensi Menjadi Epidemi Baru di Indonesia?30 Oct 20233712 kali
- Underweight dan Bahaya Kesehatan di Baliknya10 Oct 20233923 kali
- Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?03 Oct 20233357 kali
- Fenomena Peningkatan Insidensi HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga12 Jun 20239827 kali
- Marburg Virus Disease24 May 20236309 kali
- Sudden Sensorineural Hearing Loss26 Apr 20239325 kali
- Tuberculosis pada Anak10 Apr 202310083 kali
- Flu Burung Clade 2.3.4.4b28 Mar 202311122 kali
- Penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Operasional Industri Perasuransian Nasional20 Feb 202315930 kali
- Memahami Fenomena Bonus Demografi dan Pengaruhnya pada Industri Asuransi Jiwa26 Jan 202320051 kali
- Vaksin Inavac12 Jan 202316421 kali
- Stroke Batang Otak06 Jan 202319755 kali
- Ada Apa dengan China?28 Dec 202211869 kali
- Gonorrhea Superbug21 Dec 202211711 kali
- Crimean-Congo Hemorrhagic Fever14 Dec 20226691 kali
- Vaksin IndoVac29 Nov 20226018 kali
- Cedera Sambaran Petir24 Nov 20224915 kali
- Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon11 Nov 20224746 kali
- Covid Subvarian XBB dan XBC03 Nov 20224031 kali
- Fenomena Resistensi Antibiotik dan Infeksi Superbug26 Oct 20224811 kali
- Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak18 Oct 20225978 kali
- Penggunaan Kendaraan Listrik dari Perspektif Kesehatan dan Lingkungan04 Oct 20229048 kali
- Zero Covid Policy22 Sep 20225519 kali
- Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada Sistem Imun31 Aug 20225866 kali
- Mengenal Batuk Berdarah22 Aug 20229075 kali
- Mengenal Virus Langya dan Potensi Emerging Disease12 Aug 20222620 kali
- Long Covid dalam Perspektif Asuransi Jiwa dan Kesehatan05 Aug 20222916 kali
- Covid Centaurus26 Jul 20222914 kali
- Menyikapi Penghapusan Ketentuan Waiting Period pada SEOJK PAYDI11 Jul 20224731 kali
- Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan07 Jul 20224292 kali
- Ada Apa dengan BA.4 dan BA.5?24 Jun 20222426 kali
- Ramsay-Hunt Syndrome20 Jun 20222840 kali
- Keterkaitan Asma dengan GERD10 Jun 20224891 kali
- Penyakit Virus Hendra03 Jun 20222993 kali
- Mengenal Cacar Monyet26 May 20222474 kali
- Keterkaitan Infeksi Covid dengan Hepatitis Misterius19 May 20222628 kali
- Hepatitis Misterius19 May 20222686 kali
- Serba-Serbi Sakit Pinggang11 May 20225024 kali
- Evidence Based Medicine22 Apr 202217969 kali
- Mewaspadai Potensi Penyakit Ginjal pada Penyintas Covid07 Apr 20223132 kali
- Penyakit Tipes, Penyakit Masyarakat Indonesia31 Mar 20225201 kali
- Menilik Kesiapan Indonesia vs Negara Tetangga Dalam Melangkah Ke Status Endemi29 Mar 20222704 kali
- Riwayat Pandemi Flu Spanyol 191816 Mar 20227687 kali
- Son of Omicron09 Mar 20222600 kali
- Vaksin Zifivax22 Feb 20226823 kali
- Bahaya Strobo Bagi Kesehatan15 Feb 20223809 kali
- Flurona, Infeksi Apakah Itu?02 Feb 20222447 kali
- Pentingnya Warna Urine Sebagai Indikator Kesehatan25 Jan 202234731 kali
- Mengenal Gerd03 Jan 20225914 kali
- Tentang Varian Omicron10 Dec 20213231 kali
- Mengenal Nyeri Dada06 Dec 20214639 kali
- Mengenal Insomnia dan Sleep Deprivation29 Nov 202113529 kali
- Mental Health Awareness Di Lingkungan Kerja23 Nov 20218165 kali
- Dampak Kemunculan Virus Covid Subvarian Delta Plus12 Nov 20213076 kali
- Pemberian Vaksin Pfizer Pada Anak29 Oct 20213796 kali
- Risiko Myokarditis Pada Penerima Vaksin MRNA19 Oct 20217225 kali
- Pengajuan Asuransi Jiwa dan Kesehatan Bagi Penyintas Covid06 Oct 20212798 kali
- Tentang Varian Mu28 Sep 20213136 kali
- Tentang Vaksin Sputnik-V15 Sep 20214180 kali
- Badai Sitokin pada Penderita Covid01 Sep 20219717 kali
- Vaksin Moderna Di Indonesia25 Aug 20216008 kali
- Amunisi Pandemi Anak Bangsa09 Aug 20213427 kali
- Pemberian Dosis Booster pada Program Vaksinasi Covid di Indonesia05 Aug 20213899 kali
- Telaah Penggunaan Azithromycin dalam Pengobatan COVID-1928 Jul 202110707 kali
- Peranan Vitamin D dalam Imunitas23 Jul 20217371 kali
- Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-1914 Jul 20214447 kali
- Peningkatan Kasus COVID-19 pada Anak di Indonesia28 Jun 20213363 kali
- Peranan Varian Mutasi dalam Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia18 Jun 20213372 kali
- Wacana Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi COVID-1914 Jun 20218370 kali
- Infeksi Jamur Hitam pada Penderita COVID-1910 Jun 20214601 kali
- Program Vaksinasi Gotong Royong09 Jun 20213833 kali
- Faedah Pemberian Terapi Plasma Konvalesen bagi Penderita COVID-1904 Jun 20214492 kali
- Fenomena Long Covid pada Penyintas18 May 20216040 kali
- Mengenal Varian P1 dari SARS-CoV-230 Apr 20213810 kali
- Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil19 Apr 20213956 kali
- Mengenal Varian Trégor16 Apr 20213017 kali
- Multisystem Inflammatory Syndrome In Children (Mis-C)24 Mar 202113505 kali
- Polemik Vaksin Astrazeneca19 Mar 20215944 kali
- Tentang Varian Mutasi B 117 Yang hadir di Indonesia15 Mar 20213059 kali
- Pengembangan Vaksin Covid-19 Di Indonesia26 Feb 20214975 kali
- Rekomendasi Terbaru Kemenkes Untuk Vaksinasi Covid-1918 Feb 20215383 kali
- Proses Pengelolaan Masker Medis Bekas Pakai15 Feb 20214237 kali
- Pandemic Fatigue11 Feb 20213215 kali
- Telaah Imunitas Dalam Disiplin Ilmu Psikoneuroimunologi01 Feb 20216941 kali
- Fakta-Fakta Terkait Kejadian Kematian Penerima Vaksin Pfizer22 Jan 20214383 kali
- Kesiapan Edar Vaksin Sinovac di Indonesia15 Jan 20214197 kali
- ISOLASI MANDIRI PADA COVID-1908 Jan 20214275 kali
- Mengenal Mutasi VUI-202012/0104 Jan 20213176 kali
- Delirium pada Penderita COVID-1923 Dec 20206146 kali
- Wacana Dimulainya Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka Kembali23 Dec 20203365 kali
- Gangguan Pencernaan Pada Kasus Covid-1922 Dec 20206560 kali
- Potensi Terjadinya Cross-Reactive-Immunity Terhadap Individu Yang Belum Terekspos Sars-Cov-221 Dec 20204250 kali
- Mengenal Vaksin Pfizer27 Nov 20207800 kali
- Klorokuin Dalam Pengobatan Covid-1920 Nov 20204499 kali
- Dominasi Klaster Perkantoran Pada Pandemi COVID-1920 Nov 20203553 kali
- Risiko Transmisi Covid-19 Dalam Penerbangan17 Nov 20203334 kali
- Antibody Dependent Enhancement02 Nov 202010388 kali
- Mengenal Herd Immunity24 Jul 20204322 kali
- Mungkinkah COVID-19 terjadi pada hewan?20 Jul 20203758 kali
- Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?03 Jul 20204660 kali
- Penggunaan Masker Dalam Kehidupan ‘Normal Baru’26 Jun 20203890 kali
- Kilas Balik Penanganan COVID-19 di Indonesia28 May 20203209 kali
- COVID-19 dan Penyakit Kardiovaskular11 May 20203763 kali
- Proses Pembuatan Vaksin05 May 202079269 kali
- COVID-19 dan Demam Dengue28 Apr 20204010 kali
- Mitos dan Fakta tentang COVID-1923 Mar 20203953 kali
- Menangani Gigitan Ular02 Mar 20207561 kali
- Mengenal GERD24 Feb 20207693 kali
- Serba-Serbi Jamu17 Feb 20204192 kali
- Mengoptimalkan Kekebalan Tubuh10 Feb 20203116 kali
- 2019 - Novel Coronavirus28 Jan 20204055 kali
- Vegan vs Vegetarian20 Jan 20204644 kali
- Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis13 Jan 202010285 kali
- Serba-Serbi Vitamin D06 Jan 20203413 kali
- Hyperventilation Syndrome30 Dec 201924220 kali
- Pentingnya Kalsium untuk Tubuh26 Dec 20197919 kali
- Serba-Serbi Keluarga Berencana17 Dec 20197063 kali
- Chronic Fatigue Syndrome09 Dec 20198527 kali
- Hipnosis dan Diet Hipnoterapi03 Dec 20197276 kali
- Manfaat Ikan Salmon25 Nov 20198176 kali
- Ulkus Lambung18 Nov 201916487 kali
- Sifilis12 Nov 201921199 kali
- Mengkonsumsi Vitamin C05 Nov 20196923 kali
- Skizofrenia28 Oct 20198385 kali
- Overdosis Kafein21 Oct 20193463 kali
- Bahaya Mengkonsumsi Makanan dan Minuman Panas16 Oct 201916485 kali
- Peran Kolesterol bagi Kesehatan Tubuh27 Aug 20198416 kali
- Penyebab Bau Badan14 Aug 20195244 kali
- Social Drinker05 Aug 201917720 kali
- Mengenal Kandung Empedu30 Jul 201959498 kali
- Nutrisi untuk Rambut15 Jul 20193102 kali
- Mengenal Rambut08 Jul 201948038 kali
- Apakah Menguap Itu Selalu Pertanda Mengantuk01 Jul 20198545 kali
- Serba Serbi Warna Ingus28 Jun 201923707 kali
- Mengenal Cacar Monyet21 May 20195030 kali
- Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan06 May 20193255 kali
- Mengapa Garam Dapat Menyebabkan Tekanan Darah Meningkat?29 Apr 201928843 kali
- Mengapa Kita Mengalami Cegukan?22 Apr 201912061 kali
- Manfaat Bawang Putih15 Apr 20199029 kali
- Mau tidur siang? Ternyata ada aturannya, lho!26 Mar 20198842 kali
- Extrapulmonary Tuberculosis18 Mar 201911891 kali
- Manfaat Zat Besi untuk Tubuh14 Mar 20198017 kali
- Hipertensi pada Anak06 Mar 201927927 kali
- Gangguan Psikosomatis04 Mar 201911684 kali
- Pentingnya Tidur Untuk Kesehatan18 Feb 20198393 kali
- Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD)!12 Feb 20199475 kali
- Fungsi Usus Buntu04 Feb 201917213 kali
- Serba-serbi Tonsil28 Jan 201934676 kali
- Protein dan Asam Amino21 Jan 201983301 kali
- Mengenal IQOS14 Jan 201937440 kali
- Mengenal Diet Keto07 Jan 20199373 kali
- Serba-Serbi Kurang Tidur31 Dec 20185249 kali
- Kolesterol yang Terlalu Rendah26 Dec 20184012 kali
- Ada Apa dengan Nasi?26 Dec 20185124 kali
- Benarkah Vape Tidak Berbahaya?11 Dec 20187028 kali
- Efusi Pleura12 Nov 201820558 kali
- Pneumonia06 Nov 20188987 kali
- Encephalitis29 Oct 20187240 kali
- Meningitis22 Oct 20189450 kali
- Imunisasi Rotavirus15 Oct 201815765 kali
- Prostatitis11 Jul 20188393 kali
- Cystitis02 Jul 201815487 kali
- Tahan Banting Selama Puasa04 Jun 20184195 kali
- Vaksin untuk anak : Iya atau Tidak?21 May 20184086 kali
- Vaksin Cacar Air, Penting atau Tidak ?30 Apr 201816207 kali
- Eclampsia23 Apr 20184901 kali
- Chikungunya12 Mar 201813135 kali
- Rubeola05 Mar 201813107 kali
- Benign Prostatic Hyperplasia05 Feb 20189250 kali
- Transplantasi Liver06 Mar 20178012 kali
- Diet sehat itu seperti apa?06 Mar 20175454 kali
- Sirosis Hati06 Mar 201718569 kali
- Pre-Diabetes, akankah menjadi Diabetes?06 Mar 201710572 kali
- Kanker Pankreas03 Mar 20178168 kali
- Kanker Lambung03 Mar 201711454 kali
- HFMD02 Mar 201710022 kali
- Cholelithiasis02 Mar 201763882 kali
- Alcohol-Related Liver Disease02 Mar 20176786 kali
- Rokok Elektronik: Penolong dari Ketergantungan atau Alternatif Baru Merokok?10 Dec 20166899 kali
Follow Us
