Berita
Ini dampak Inflasi Eropa bagi industri asuransi dunia
Uni Eropa (REUTERS/Henry Nicholls)
Jakarta (ANTARA) - Inflasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pasar asuransi dan reasuransi global masih mengalami kondisi
hardening market atau penaikan harga dan pengetatan syarat dan ketentuan (
terms and condition) hingga saat ini.
Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) (Indonesia Re) Delil Khairat menjelaskan, saat ini banyak negara di Eropa dan Amerika mengalami inflasi pada level tertinggi dalam sejarah.
“Harga-harga menjadi naik, termasuk bahan baku untuk membangun kembali sebuah fasilitas atau properti misalnya. Dengan begitu, biaya ganti rugi (klaim) asuransi dan reasuransi kepada tertanggung menjadi lebih tinggi,” jelas Delil.
Inflasi di Uni Eropa mencapai rekor tertinggi di level 9,1 persen pada Agustus 2022. Hal itu diakibatkan krisis energi dan pangan buntut dari konflik antara Rusia dan Ukraina.
Delil melanjutkan, inflasi tersebut merembet kepada industri asuransi dunia yang meningkatkan intensitas
hard market atau kondisi di mana industri asuransi dan reasuransi sulit untuk mendapatkan
cover atau
back-up.
Situasi ini, jelasnya, terjadi ketika tiga indikator yakni harga atau premi meningkat,
terms and condition diperketat dan kapasitas menciut atau berkurang.
“Biasanya itu terjadi berbarengan dan kait-mengkait. Kalau tiga hal itu terjadi, maka dikatakan kondisi pasar sedang
hard,” ungkapnya.
Menurut Delil,
hard market merupakan mekanisme
supply dan
demand pasar asuransi dan reasuransi untuk mengoreksi kondisi
profitability yang menurun sehingga menghasilkan pasar yang lebih baik atau
sustainable. Dia memerinci bahwa,
hard market dan
soft market biasanya datang bergantian menjadi siklus dalam industri asuransi dan reasuransi.
Delil memerinci bahwa
hard market yang terjadi secara global ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah bencana alam berskala besar atau
natural catastrophes (Nat Cat).
Selain itu, kerugian-kerugian besar di luar bencana alam serta inflasi di Uni Eropa dan pandemi yang masih belum sepenuhnya reda,” tuturnya.
Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina telah menghambat jalur logistik di Eropa sehingga menyebabkan rantai pasok produk terganggu.
“Kita ekonomi terbuka sehingga inflasi luar akan memengaruhi inflasi dalam negeri,” paparnya.