Asuransi Pembangunan Kapal (Builders Risks Insurance) menjamin risiko yang mungkin terjadi sehubungan dengan pembangunan atau pembuatan kapal from laying of keel to completion termasuk risiko peluncuran (launching), uji coba berlayar (sea trials), hingga penyerahan kapal kepada principal di pelabuhan tujuan (delivery to owners).
Pembangunan kapal ini menjadi sebuah proyek ambisius bagi seorang naval architect dan shipyard tentunya. Di samping nilainya yang sangat besar, nama perancang akan selalu melekat dengan image kapal yang dibuatnya. Kita semua tentunya tidak asing lagi bila mendengar nama Thomas Andrew. Ya,seorang naval artchitect ini terkenal karena R.M.S Titanic yang tenggelam di North Atlantic Ocean akibat menabrak gunung es.
Mengingat nilainya yang sangat besar ini, dalam rangkaian pembangunan kapal selalu terdapat dua ceremony. Pertama, saat peletakan lunas pertama (keel laying) dan yang paling meriah adalah saat peluncuran kapal (launching). Peluncuran kapal ini menjadi momen yang membanggakan sekaligus klimaks dari sebuah proses pembangunan kapal. Bayangkan saja, kapal yang dibangun milyaran rupiah dengan kerja keras dan tingkat kehati-hatian serta presisi yang tinggi bisa saja “musnah” jika terjadi kegagalan saat peluncuran. Nasib sebuah kapal baru ditentukan hanya dalam waktu beberapa menit saja.
Mengenal karakteristik jenis dok untuk memahami besar kecilnya risiko peluncuran.
1. Graving Dock
Pada umumnya dok kolam ini dimiliki oleh galangan besar yang mempunyai lahan luas dan langsung berhadapan dengan air laut.
Keuntungan dari Graving Dock:
Kerugian dari Graving Dock:
Peluncuran kapal di graving dock sangat mudah dan aman. Saat air laut dimasukkan melalui pintu dok, badan kapal akan mengapung secara perlahan. Jika ketinggian air kolam sudah sama dengan tinggi air laut, maka kapal dapat diluncurkan dengan menariknya menggunakan tug boat keluar dok.
2. Slip Way atau Heeling Dock
Slip way biasanya di gunakan oleh galangan yang memiliki perbatasan dengan bibir pantai yang sangat lebar. Peluncuran pada jenis dok ini memanfaatkan kemiringan dan gaya gravitasi.
Ada dua metode melakukan peluncuran tergantung jenis slip way yang dimiliki.
1. Side launching
Kapal diluncurkan dalam posisi menyamping. Jenis peluncuran ini sangat riskan dan paling banyak terjadi kegagalan akibat stabilitas kapal. Kapal akan langsung bergerak bebas mengandalkan gaya angkat dari air laut sesaat setelah badan kapal menyentuh air. Segala jenis persiapan yang berhubungan dengan stabilitas harus benar-benar telah diperhitungkan secara akurat.
2. Longitudinal launching
Sama halnya dengan side launching, hanya saja jenis peluncuran ini dilakukan secara memanjang dengan bagian buritan kapal yang terlebih dahulu menyentuh permukaan air.
Dalam perancangan pembuatan kapal, ada perhitungan khusus untuk melakukan peluncuran menggunakan longitudinal launching. Kapal yang telah selesai dibangun ditempatkan di trolley yang dilengkapi blok-blok kayu sebagai penyangga. Trolley ini bertumpu pada rel landasan yang dibuat miring dan menjorok masuk kedalam air laut.
Secara sederhana terdapat empat fase yaitu:
1.Fase pertama berawal saat kapal mulai bergerak menurun dan berkahir saat titik berat kapal berada tepat diatas ujung landasan. Gaya yang bekerja pada kapal adalah gaya berat dan gaya gesek reaksi landasan. Kapal bergerak dengan kecepatan sebanding dengan kemiringan landasan.
2.Fase kedua dimulai dengan berakhirnya fase pertama dan berakhir saat badan kapal tepat menyentuh air. Gaya yang bekerja pada kapal adalah tetap gaya berat kapal dan gaya angkat dari air laut. Kapal melakukan gerak lurus sepanjang landasan dan perlahan gaya angkat muncul dari bagian buritan kapal yang telah tercelup air.
3.Fase ketiga dimulai dengan berakhirnya fase kedua dan berakhir saat sepatu luncur/trolley meninggalkan landasan. Gaya yang bekerja pada kapal adalah gaya berat, gaya apung serta hambatan air. Kapal tetap melakukan gerak lurus namun sudah dapat bergerak bebas sesuai stabilitas kapal.
4.Fase keempat dimulai dengan berakhirnya fase ketiga dan berakhir saat kapal berhenti bergerak. Gaya yang bekerja adalah gaya berat kapal, gaya apung dan hambatan air.
Dari empat fase di atas, titik krusial terdapat di fase tiga, saat bagian haluan kapal (atau bulbus bow jika ada) masih bertumpu pada trolley dan landasan luncur sedangkan air laut tidak mencukupi atau tiba-tiba air surut maka badan kapal yang tercelup tidak memberikan daya angkat yang sempurna. Stabilitas kapal menjadi buruk dan sangat memungkinkan kapal miring/capsize.
3. Floating Dock
Dok Apung atau Floating Dock adalah sebuah konstruksi berupa ponton-ponton yang dilengkapi dengan crane pengangkat, pompa-pompa air dan perlengkapan tambat.
Cara kerja dok ini yaitu ditenggelamkan dengan cara mengisi ponton dengan air laut hingga terbenam di bawah permukaan air. Kapal ditempatkan di atasnya kemudian air dalam ponton di buang kembali untuk mengangkat kapal keatas permukaan air. Begitu pula sebaliknya saat kapal akan diluncurkan, maka ponton dibenamkan sampai kapal bergerak bebas di permukaan air. Floating dock ini biasanya hanya digunakan untuk repair saja dengan kapasitas ukuran kapal yang relatif kecil, namun dapat berpindah tempat.
4. Open Docking
Hampir sebagian besar galangan baru di indoneisa saat ini menggunakan jenis dok ini.Selain tidak memerlukan tempat khusus, biaya investasinya pun relatif lebih murah. Kapal jenis apapun dapat dibangun di galangan ini tergantung dari kapasitas perlatan yang dimiliki. Metode peluncuran yang digunakan juga sangat sederhana yaitu menggunakan marine air bag.
Dalam prakteknya sangat mirip dengan slip way menggunakan longitudinal launching, hanya saja trolley dan rel digantikan oleh air bag. Jumlah dan posisi air bag disesuaikan dengan dimensi kapal dan jarak kapal dengan bibir pantai. Peluncuran menggunakan air bag tidak terlalu bergantung pada kondisi pasang surut air laut.
Dari beberapa metode peluncuran diatas, jenis dok slip way yang memiliki risiko peluncuran paling besar dan menuntut perhitungan yang sangat akurat serta bergantung dengan kondisi alam khususnya pasang surut air laut. Beberapa loss terjadi saat peluncuran menggunakan metode ini. Namun lebih dominan akibat faktor kelalaian dalam mempersiapkan proses peluncuran. Hal tersebut tidak menjadikan jenis galangan yang menggunakan slip way kurang diminati, bahkan sebaliknya hampir 75% galangan di indonesia menggunakan jenis ini sebelum akhirnya beralih menggunakan marine air bag system. Semoga tulisan diatas dapat membantu rekan-rekan underwriter dalam memahami karakteristik risiko peluncuran di beberapa jenis galangan khususnya saat penutupan builder’s risk.