General Reinsurance
Pengaruh Interaksi Atmosfer Sekitar Indonesia
Di akhir Desember 2022, masyarakat Jabodetabek digemparkan dengan prediksi badai yang akan menerjang wilayah Jabodetabek. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh seorang peneliti dari salah satu lembaga penelitian Indonesia, namun hal tersebut segera disanggah oleh BMKG. Kata badai dimaknai sebagai angin siklon sebagai bencana hidrometeorologi besar yang terjadi di daerah subtropis. Faktanya Indonesia terletak di garis ekuator, dimana siklon akan berbelok menghindari ekuator ke lintang tinggi. Perdebatan adalah sesuatu hal yang diharapkan dalam dunia penelitian, tentunya dengan adanya perdebatan peniliti dapat menemukan pembaharuan teorinya di masa depan.
BMKG telah merilis potensi cuaca ekstrem yang mungkin dapat terjadi hingga tanggal 01 Januari 2023. Melalui pernyataannya, BMKG mengatakan jika cuaca ekstrem di Indonesia dipengaruhi oleh 4 fenomena alam di sekitar ekuator, antara lain:
- Penguatan angin Monsun Asia.
- Seruak udara dingin yang berasal dari Dataran Tinggi Tibet.
- Aliran Lintas Ekuator.
- Penguatan aktivitas Madden Julian Oscilation (MJO).
Fenomena atmosfer tersebut meningkatkan daerah-daerah pembentukan awan di Indonesia. Peristiwa itulah yang meningkatkan curah hujan sehingga berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi di beberapa wilayah.
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di wilayah ekuator yang diapit oleh dua benua dan dua samudera. Kedua wilayah tersebut saling berinteraksi dan produk interaksinya melalui Indonesia. Produk interaksi benua dan samudera yang sangat kuat bagi cuaca Indonesia adalah angin Monsun yang berhembus dari Asia ke Australia dan sebaliknya. Selain itu, letak Indonesia di wilayah tropis mau tidak mau menyebabkan Indonesia juga dipengaruhi Madden Julian Oscilation (MJO).
Angin Monsun merupakan angin musiman yang memiliki pengaruh kuat iklim di wilayah ekuator Samudera Hindia. Angin Monsun memiliki 2 fase pergerakkan arah angin yaitu Monsun Timur Laut dan Monsun Barat Daya. Angin Monsun terjadi akibat adanya perbedaan tekanan di benua Asia dan Australia. Angin ini menyebabkan daerah yang dilalui hanya memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Umumnya hujan di Indonesia terjadi sepanjang tahun, namun pada musim hujan intensitas curah hujan meningkat.
Gambar 1. Arah pergerakkan angin Monsun
Munson Timur Laut ditandai dengan tekanan tinggi di daratan Asia dan tekanan rendah di Australia. Angin ini terjadi pada periode Desember – Maret. Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia. Pada fase ini benua Asia tengah mengahadapi musim dingin dan intensitas matahari lebih banyak berada di selatan ekuator.
Keberadaan angin lemah (doldrums) berada di selatan ekuator, sehingga daerah konvergensi awan berada di selatan ekuator. Karakteristik angin yang berhembus adalah membawa lebih banyak air karena melalui perairan yang luas. Akibat bergesernya daerah konvergensi awan, pembentukkan awan hujan terjadi di selatan ekuator sehingga curah hujan Indonesia meningkat.
Monsun Barat Daya, yang terjadi di Juni – September, ditandai dengan meningkatnya tekanan di daratan Australia. Pada fase ini, Australia sedang melalui musim dingin karena matahari sedang berada di wilayah utara ekuator. Pada fase ini angin berhembus dari Australia ke benua Asia dengan membawa lebih sedikit massa air. Selain itu, daerah konvergensi awan muncul di utara Indonesia sehingga terjadi penurunan curah hujan.
Indonesia hanya memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Letak Indonesia yang berada di daerah tropis sehingga hujan terjadi sepanjang tahun. Musim hujan ditandai dengan tingkat curah hujan harian yang tinggi. Musim kemarau hujan tetap terjadi, namun curah hujannya cenderung rendah dari rata-rata curah hujan harian.
Pada kedua fase tersebut, arah angin Monsun berhembus dengan
steady hingga terjadinya perubahan tekanan. Arah angin cenderung melemah di masa transisi, kondisi ini biasa dikenal dengan musim pancaroba. Pada fase ini, akibat angin Monsun yang melemah menyebabkan daerah pembentukkan awan cenderung perpindah tempat. Cuaca Indonesia menjadi tidak stabil, ada kalanya kemarau panjang atau bisa saja hujan terus menerus. Musim pancaroba biasanya terjadi di bulan April – Mei dan Oktober – November.
Gambar 2. Skema Madden Julian Osciliation (MJO).
Madden Julian Osciliation (MJO) merupakan salah satu fenomena atmosfer yang ikut mempengaruhi daerah pembentukan awan. MJO merupakan fenomena musiman terjadi dalam durasi 30 hari – 60 hari. Jika dibanding dengan ENSO yang stabil berada terjadi di Samudera Pasifik, MJO merupakan pergerakkan musiman angin tropis ke wilayah timur yang mengganggu kondisi awan, hujan, angin dan tekanan. Peran MJO menyebabkan adanya daerah dengan
supply awan hujan ke atmosfer dan daerah yang memberikan angin kering dari atmosfer ke permukaan bumi.
Gambar 3. Fase MJO.
Fenomena MJO terdiri dari 2 fase konveksi awan, yaitu fase yang meningkatkan curah hujan dan fase yang menekan curah hujan. Pada gambar 3 terlihat bahwa daerah konveksi awan hujan bergerak selama MJO terjadi. Daerah konveksi awan hujan ditandai oleh warna biru dan awan kering oleh warna cokelat. Fase MJO kuat di Indonesia terjadi saat fase 2 – fase 4. Dalam fase 2, akan terjadi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia barat dan fase 4 akan mempengaruhi wilayah Indonesia timur.
Melalui kedua pemaparan diatas kombinasi MJO dengan fase angin Monsun Timur Laut akan meningkatkan daerah konveksi awan di area Indonesia. Semakin tingginya daerah konveksi, akan meningkatkan potensi cuaca ekstrem dengan curah hujan yang tinggi. Kedua fenomena ini terlihat dan ditangkap oleh para peneliti cuaca untuk memprediksi kondisi cuaca. Dengan memahami fenomena yang terjadi di sekitar Indonesia, tentunya kita menjadi lebih waspada terhadap potensi terjadinya bencana hidrometeorologi di periode waktu tertentu.