28 March 2018 1762
News

Reasuransi : Indonesia Re Incar Premi Internasional

JAKARTA - PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re memasang target premi internasional sekitar Rp150 miliar pada 2018 atau tumbuh 56,25% dibandingkan dengan realisasi 2017 sebesar Rp96 miliar. 
 
Direktur Teknik PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) Kocu A Hutagalung menyampaikan, perseroan menargetkan bisnis internasional sekitar Rp150 miliar-Rp200 miliar pada 2018.
 
Perseroan optimistis target ini dapat tercapai sejalan dengan kebutuhan Indonesia Re untuk mendapat sebaran risiko yang lebih baik. Selain itu, kekuatan finansial perseroan juga mulai diperhitungkan oleh pasar regional dan global.
 
Meskipun memasang target tinggi, kata dia, perseroan masuk ke pasar internasional secara bertahap dan sangat selektif. Perseroan akan menjaga agar total premi internasional tetap kurang dari 5% dari total premi Indonesa Re.
 
“Kami tetap fokus pada pasar reasuransi domestik yang memang sangat besar peluangnya,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
 
Guna mencapai target tersebut, jelasnya, perseroan telah bekerjasama dengan GIC Re, BUMN reasuransi India, pada tahun lalu. Selain itu, pihaknya juga telah masuk ke pasar Asean melalui program Asean Connect.
 
Dia menjelaskan, program tersebut merupakan program kerja sama antara BUMN reasuransi di negara Asean. Pada wilayah Asia, kerja sama dibangun melalui Asian Reinsurer Summit (ARS) yang beranggotakan perusahaan reasuransi lokal terbesar di masing-masing negara di Asia. Termasuk di dalamnya, China Re, Toa Re, Korean Re, Malaysian Re, Thai Re, dan Vina Re.
 
Secara keseluruhan, perseroan memasang target pertumbuhan premi bruto sebesar 5%-7,5% pada tahun ini, lebih rendah dari capaian pertumbuhan pada 2017 sebesar 11,15%.
 
Di sisi lain, Indonesia Re juga akan melakukan penambahan modal Rp600 miliar pada 2018 guna memperkuat ekuitas perusahaan. Hingga kuartal 4 2017, perseroan mencatatkan ekuitas senilai Rp2,69 triliun.
 
Dia mengatakan, perseroan menghadapi tantangan penambahan modal di tengah bisnis asuransi umum yang melambat dalam 2 tahun terakhir. Oleh karena itu, kata dia, realisasi penambahan modal sangat bergantung pada penilaian perusahaan terhadap pertumbuhan industri asuransi umum.
 
Sumber : Bisnis Indonesia