29 September 2021 2053
Knowledge

Pandemi Covid-19 Katalis Intelligent Learning

Mampu beradaptasi dan memberikan respon terhadap kondisi dan tantangan yang harus dihadapi setiap hari seiring perubahan yang konstan dan keadaan yang selalu dinamis adalah salah satu ciri makhluk hidup. Dan kita mengamini, bahwa di tahun 2020 adalah salah satu pembuktian terbesar terhadap kemampuan adaptasi manusia modern dalam berjuang dan hidup berdampingan dengan pandemi Covid-19 yang berdampak luas ke sendi kehidupan. Manusia sebagai objek terdampak, dipaksa untuk beradaptasi, menghadapi, dan berevolusi di dalam time frame yang penuh dengan ketidakpastian dan risiko yang sulit untuk ditakar, atau dapat saya katakan bahwa kita terbentur untuk bisa terbentuk. Krisis yang timbul dan pola kehidupan yang sudah “terbentur” memaksa kita membentuk pola kehidupan baru, “new normal”, yang di dalamnya termasuk kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi proses. Segala yang bersifat konvensional dipaksa harus mempercepat proses transformasi ke dalam bentuk saluran digital. Bahkan akselerasi transformasi digital digadang-gadang menjadi strategi rencana pemulihan ekonomi Indonesia]
 
Tidak dipungkiri, bahwa transformasi digital dapat mengatasi masalah pengelolaan sumber daya yang lebih efisien dan efektif. Namun, seringnya proses transformasi digital dirasa “menyakitkan” hingga berujung kegagalan karena gagasan bahwa transformasi cukup sebatas transformasi teknologi, dari people based menjadi machine based, dari manual based menjadi autonomous based. Padahal efisiensi dan efektifitas dari digitalisasi tak lepas dari kolaborasi dan integrasi antara suatu proses dengan pelaku proses tersebut. Manusia tidak hanya sekedar menerjemahkan knowledgenya ke dalam rangkaian proses yang dapat dijalankan oleh mesin. Namun gagasan tersebut bergeser perlahan dengan terjadinya pandemi Covid-19, yang membuat disrupsi baru dalam perilaku terhadap saluran digital dan media digitalisasi. Kita telah dipaksa untuk menggunakan media digital untuk terhubung dalam setiap aspek kehidupan kita. Saat melakukannya, kita menyadari bahwa ketika kita bergantung pada komunikasi digital dapat membuat perubahan signifikan dalam hubungan dan pengalaman di dunia nyata.

 
Faktor kunci yang menjadi inti perubahan adalah cara kita dalam berkomunikasi, seperti menghindari keramaian atau pertemuan tatap muka dan menggantinya dengan pertemuan online/social media. Hal ini bahkan bisa menjadi sebuah kesempatan baru bagi pasar yang sebelumnya memang sudah memiliki fasilitas ruang digital untuk melakukan kreasi baru dan inovasi bagi pelaku baru. Level penggunaan media digital pun semakin melebar hingga ke antar-generasi. Masyarakat dapat saling terhubung satu dengan lainnya meskipun dalam keadaan adanya lockdown. Peristiwa ini dapat kita sebut sebagai amplifikasi, dimana respon yang bersifat replikasi dari sesuatu yang tidak dapat dilakukan di dunia nyata namun dapat dilakukan dengan bantuan media digital (IRL to URL) terhadap perilaku atau motivasi yang memang sudah ada. Berangkat dari Kejadian ini mungkin tidak akan permanen. Diprediksi saat post-Covid pilihan pertemuan online tidak akan menggantikan pertemuan secara tatap muka sesungguhnya, namun menjadi sebuah kegiatan yang sifatnya komplementer. Poin utamanya adalah, bahwa kita akan semakin terbuka terhadap teknologi yang dapat menjadi enabler di saat kita membutuhkannya.

Media digital juga memainkan peranan utama dalam cara kita mendapatkan informasi. Platform digital We Are Social merilis data bahwa 7.7 juta jam video kursus pembelajaran di Linkedin telah ditonton pada bulan April 2020, jumlah tersebut hampir 3 kali lipat dari jumlah jam ditonton di bulan Februari 2020 (sebelum pandemi). Ketersediaan platform dan juga kesadaran penuh akan proses pembelajaran, perlahan membuat pakar atau praktisi keilmuan tertentu dari yang sebelumnya tidak aktif secara sosial, kini dapat saling berinteraksi, bertukar pikiran dengan masyarakat secara aktif. Pembelajaran daring memang bukan peristiwa baru, namun kini akses pembelajaran daring dilakukan karena alasan baru. Sebagian memiliki motivasi untuk melawan kebosanan dan ingin mencari tujuan, sebagian lain cemas tentang pekerjaan mereka dan merasa harus menemukan keterampilan baru untuk bertahan hidup.

Beratnya krisis yang dihadapi, membuat masyarakat menggunakan momen ini sebagai evaluasi terhadap prospek dan re-assess dari yang sudah dikuasai. Pergeseran persepsi mengenai platform sosial menjadi sumber pendidikan, seperti youtube, linkedin, instagram, bahkan tiktok, menjadi sebuah hal yang bisa dimaklumi. Pergeseran dari koneksi pasif, menjadi koneksi secara sadar. Dimana masyarakat secara sadar mengetahui kemampuan apa yang dibutuhkan. Masyarakat menggunakan kapasitas alamiahnya untuk beradaptasi dengan cara learning, yaitu proses memperoleh pengetahuan, perilaku, keterampilan atau nilai-nilai yang baru atau berbeda. Proses learning menjadi hal fundamental yang sejalan dengan motivasi, bakat, dan juga keterbukaan terhadap teknologi. Learning menjadi lebih terdistribusi dengan media digital yang akan membantu tiap individu mengidentifikasi dan memprediksi kebutuhan belajarnya masing-masing.

Di sisi lain, revolusi industri 4.0 yang mendobrak batasan-batasan konvensional dengan mendominasi industri dengan pemanfaatan artificial intelligence akan membantu tiap individu mengidentifikasi dan memprediksi kebutuhan learning masing-masing. Evolusi ini disebut sebagai Learning 5.0 atau Intelligent Learning[1]. Data tiap individu seperti informasi seputar curriculum vitae (CV), riwayat pembelajaran, riwayat asesmen, sosial media, feed back, riwayat penilaian, histori kinerja, lokasi dan lain sebagainya akan diolah oleh mesin menjadi informasi relevan bagi kebutuhan masyarakat atau organisasi. Sistem akan berfungsi seperti learning marketplace yang akan dapat memberi tahu referensi literatur, saling berinteraksi secara aktif dan real time, saling tukar ilmu, saling memberikan ulasan dan penilaian atas pengalaman belajar yang diterimanya. Proses learning pada ekosistem Learning 5.0 tidak lagi akan bersifat preskriptif (memperbaiki atau menutup gap), tetapi sudah prediktif (peningkatan atau pergantian skill).

Kita mungkin belum sepenuhnya sampai pada Learning 5.0, namun keterbukaan masyarakat pada teknologi dan adaptasi sepanjang pandemi Covid 19, secara perlahan namun pasti akan membawa masyarakat pada posisi yang familiar terhadap perubahan untuk mengatasi mindset barrier. Perubahan ini adalah bentuk dari evolusi alami yang telah dipercepat, dan juga merupakan bukti bahwa krisis dapat menjadi katalis untuk perubahan.



Refference: 
[1] Alex Denni dan Triaji Prio Pratomo, Learning 5.1: Duluan Tiba di Masa Depan (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2020), hlm 49.
[1] SCCIC Living Lab, Seri Webinar Transformasi Digital PIKKC. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=6VwF1FMM9rs Bandung: Insititut Teknologi Bandung, 2020

Author

Anisa Yulianti Roesminto,

Email: anisa@indonesiare.co.id