Marine
Sertifikat Keselamatan sebagai salah satu syarat kelaiklautan Kapal Menurut Undang Undang Pelayaran no. 17 tahun 2008
Pada penutupan asuransi marine kargo yang menggunakan Institute Cargo Clause, seaworthiness atau kelaiklautan kapal adalah sebuah implied warranty dimana Kapal harus dalam kondisi seaworthy setiap memulai pelayarannya. Sedangkan pada asuransi rangka kapal yang menggunakan Institute Hull Clause, tidak ada implied warranty of seaworthiness.
Jika mengacu pada MIA 1906, ketentuan mengenai seaworthiness untuk penutupan asuransi marine hull baru akan dilihat saat terjadi klaim. Asuransi tidak akan membayar klaim jika kecelakaan tersebut disebabkan oleh kondisi kapal yang tidak seaworthy serta tertanggung mengetahui kondisi tidak seaworthy ini saat kapal akan berlayar.
MIA 1906 mendefiniskan seaworthiness sebagai berikut ”A ship is deemed to be seaworthy when she is reasonably fit in all respects to encounter the ordinary perils of the seas of the adventure insured”. Dengan kata lain kondisi seaworthiness akan ditentukan berdasarkan kondisi aktual dari kapal dan bergantung pada rute pelayarannya. Sedikit berbeda dengan di industri asuransi kita, dimana persyaratan untuk pembuktian seaworthiness lebih berdasarkan pada dokumen atau sertifikat. Bahkan pada penutupan asuransi marine hull, persyaratan adanya dokumen dan sertifikat inilah yang kemudian dijadikan warranty. Hal ini tidak salah karena Pemerintah sendiri dalam Undang Undang Pelayaran no. 17 tahun 2008 mendefinisikan keselamatan kapal ke dalam sertifikat-sertifikat.
Menurut Undang-Undang Pelayaran no. 17 tahun 2008, kapal dinyatakan laik laut apabila sudah dilengkapi dengan sertifikat Keselamatan Kapal, sertifikat pencemaran dari kapal, sertifikat Garis Muat dan pemuatan, Gross Akta, Surat Laut/Pas Besar/Pas Kecil/Pas Sungai dan danau, sertifikat Manajemen Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran dari Kapal serta Sertifikat Manajemen Keamanan Kapal yang sesuai dengan daerah pelayarannya. Kapal juga harus diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional. Perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal yang diantaranya memuat mengenai gaji, jam kerja dan jam istirahat serta pemeliharaan dan perawatan kesehatan juga tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan. Khusus untuk kapal pengangkut penumpang maka wajib disediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang.
Dari berbagai persyaratan kelaiklautan kapal tersebut di atas, dalam tulisan kali ini kita hanya akan membahas sertifikat keselamatan yang sangat terkait dengan kondisi fisik kapal. Dalam Undang Undang no.17 tahun 2008 disebutkan bahwa Sertifikat keselamatan diberikan kepada semua jenis kapal yang berukuran GRT lebih dari 7 GT, kecuali untuk kapal perang, kapal negara dan kapal yang digunakan untuk keperluan olah raga. Persyaratan keselamatan kapal ini berlaku untuk setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta saat pengoperasian kapal di perairan Indonesia.
Persyaratan keselamatan kapal yang diatur dalam Undang Undang no. 17 tahun 2008 ini meliputi material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapannya termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal. Dalam Undang Undang juga disebutkan bahwa kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan sertifikat keselamatan. Jika setelah melalui pemeriksaan dan pengujian, kapal dinyatakan memenuhi syarat keselamatan maka akan diberikan sertifikat. Kapal yang telah memperoleh sertifikat dilakukan penilikan secara terus menerus sampai kapal tidak digunakan lagi.
Sertifikat keselamatan ini sebelumnya dikenal dengan istilah Seaworthiness Certificate tapi berdasarkan UU no.17 tahun 2008, sertifikat keselamatan ini menjadi Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang; atau Sertifikat Keselamatan Kapal Barang, yang terdiri dari Sertifikat Konstruksi Kapal Barang, Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang, dan Sertifikat Keselamatan Radio Kapal Barang; atau Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan
Sertifikat kapal tidak berlaku bila masa berlaku sudah berakhir; tidak melaksanakan pengukuhan sertifikasi (endorsement); kapal rusak dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; kapal berubah nama; kapal berganti bendera; kapal tidak sesuai lagi dengan data teknis dalam sertifikat keselamatan kapal; kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan perubahan konstruksi kapal, perubahan ukuran utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal; kapal tenggelam atau hilang atau kapal ditutuh (scrapping).
Sertifikat kapal juga dapat dibatalkan apabila keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan untuk penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau kapal sudah tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal, atau Sertifikat diperoleh secara tidak sah. Pada prosedur penerbitan sertifikat keselamatan kapal, pemilik kapal mengajukan permohonan dengan sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap nautis, teknis dan kondisi kapal oleh petugas pemerintah yaitu pemeriksaan mengenai kondisi kapal, peralatan keselamatan, radio dan mesin kapal. Jika kondisi kapal dianggap baik maka permohonan dilengkapi dengan dokumen atau persyaratan sebagai berikut:
1. Surat permohonan asli dari perusahaan
2. Surat ukur tetap
3. Surat laut/pas tahunan/gross akte
4. Laporan pemeriksaan kapal yg terdiri dari Laporan pemeriksaan konstruksi kapal, Laporan pemeriksaan perlengkapan kapal, Laporan pemeriksaan radio, Laporan pemeriksaan SOLAS (peruntukannya), Laporan pemeriksaan Fitness/IMDG/SBC (peruntukannya), Laporan dock dari galangan/laporan pengeringan/ perlimbungan dari Adpel.
5. Sertifikat Klas yang terdiri dari Sertifikat Lambung (Hull), Sertifikat Mesin (Machinery), Sertifikat Garis Muat Load line.
6. Rekomendasi pengesahan gambar
Jika semua persyaratan sudah lengkap maka Sertifkat diterbitkan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sertifikat keselamatan ini hanyalah salah satu persyaratan dari kelaiklautan kapal menurut Undang Undang Pelayaran no. 17 tahun 2008. Masih banyak hal-hal lain yang masih harus dipenuhi agar kapal dinyatakan laik laut. Sementara di pasar asuransi sendiri bermacam definisi dipakai untuk menjelaskan kondisi seaworthiness ini. Bahkan pada akhirnya jika kapal memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar maka kapal sudah dianggap seaworthy. Perlu diingat bahwa surat izin berlayar ini ini hanya berlaku 24 jam setelah persetujuan berlayar diberikan dan surat ini juga dapat dicabut jika terbukti bahwa persyaratan kelaik lautan kapal dilanggar.
Terlepas dari upaya untuk memenuhi ketentuan dalam polis asuransi, kondisi seaworthiness ini sebaiknya menjadi perhatian bagi semua pihak, baik pemilik kapal, operator kapal dan juga pemerintah melalui lembaga-lembaganya karena keselamatan pelayaran tidak hanya menyangkut harta benda tapi juga nyawa
(Gadis Purwanti, Reinfokus edisi III, tahun 2013)