Beberapa tahun terakhir mulai marak bermunculan produk asuransi yang menjamin risiko akibat pencemaran lingkungan atau polusi. Kebutuhan akan adanya produk ini terutama berasal dari perusahaan-perusahaan yang aktivitasnya berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3.
Contoh kasus yang terjadi di Cikarang, dimana sebuah perusahaan penghasil limbah melakukan illegal dumping yang mengakibatkan pencemaran limbah B3 (senyawa klorin dan logam berat) dan perusahaan tersebut yang harusnya melakukan clean-up namun kemudian menyatakan bangkrut, sementara itu pemerintah juga tidak memiliki dana talangan sehingga untuk kegiatan-kegiatan yang berisiko tinggi terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti jasa pengelolaan limbah B3 atau kegiatan yang mengelola limbah B3 bukan dari kegiatan sendiri diwajibkan memiliki asuransi pencemaran lingkungan.
Apakah yang dimaksud dengan limbah B3 ?
Definisi dari B3 dan Limbah B3 :
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup manusia, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. (Sumber : Pasal 1 Butir 20, 21 dan 22 UU No 32/2009 Tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup yang terkait dengan Pengelolaan B3 dan Limbah B3)
Sebagaimana Pasal 59 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya”.
Sejalan dengan prinsip pengelolaan limbah B3 yaitu “Polluter Pays Principle” maka pada Pasal 88 Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa: ”Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Dalam istilah asuransi dikenal dengan istilah strict liability” (Rylands v. Fletcher 1868).
Prinsip yang ditekankan dalam pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah B3 adalah “from cradle to grave”. Prinsip ini menegaskan bahwa:
Meskipun prinsip pengawasan pengelolaan limbah B3 adalah “from cradle to grave” seperti yang telah disampaikan diatas, namun sangatlah bijaksana agar kita selaku pelaku asuransi tetap prudent dalam mengelola produk asuransi ini. Sebagai pelengkap dari SPPA, dokumen pendukung yang minimum harus dimiliki oleh calon tertanggung adalah:
Asuransi pencemaran lingkungan ini tidaklah dirancang untuk proyek-proyek MIGAS yang selama ini dijamin dalam Commercial General Liability (CGL) yang umumnya memiliki limit of liabiity yang cukup besar (lebih dari USD 5,000,000). Dalam hal ini produk asuransi pencemaran lingkungan hanya dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk memiliki limit of liability minimal sebesar IDR 5 Milyar. Luas jaminan dari asuransi pencemaran lingkungan ini adalah: accidental bodily injury, property damage, pollution cover (Sudden and Accidental 72 Hours) termasuk defense cost disamping juga seringkali dilengkapi dengan perluasan standar: Automobile Liability. Deductible disarankan untuk tidak kurang dari IDR 50.000.000,- any one claim.
Jenis-jenis limbah yang umumnya dikelola oleh perusahaan pengelola limbah B3 adalah : limbah pembakaran batubara (fly ash dan bottom ash), furnace slag, steel slag, copper slag, dust grinding, paper sludge, paint sludge, silica gel, crush glass, gypsum, asbestos, glass wool, zink waste, saw dust, tonner bekas, minyak kotor, oil sludge, coolant, dross alumunium, dross tembaga, oli filter, katalis bekas, scrap logam, electronic waste, solvent, larutan asam, alkali bekas, drilling mud, clay, aki bekas dan lain sebagainya.
Beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan underwriting adalah: pengalaman perusahaan dalam usaha pengelolaan limbah, gross revenue, kelengkapan dokumen perizinan, housekeeping, Standard Operating Procedure (SOP), surrounding area, alat transportasi dan rute pengangkutan. Serta perusahaan tidak masuk kategori : PROPER (Program Penilaian Kinerja Perusahaan) Hitam dari kementerian Lingkungan Hidup.
(Reinfokus edisi II, tahun 2012)