16 December 2016 8629
Marine

¾ths Collision Liability: Cross Liability

Seperti yang sudah dimuat pada edisi sebelumnya, klausul ¾ Collision Liability pada ITC Hull memberikan penggantian untuk kerugian atau kerusakan pada kapal yang ditabrak, harta benda yang rusak yang berada di atas kapal yang ditabrak, dan keterlambatan atau biaya yang timbul akibat keterlambatan atau kerugian yang timbul akibat kapal/harta benda tersebut tidak dapat digunakan. Jika kemudian karena tabrakan menyebabkan kapal tersebut harus melakukan General Average, Salvage Award atau kegiatan lain maka biaya ini pun dijamin.

Namun klausul ini tidak memberikan ganti rugi atas:

• Pemindahan bangkai kapal, termasuk pemindahan kargo atau harta benda lain yang ada pada kapal.

• Harta benda lain kecuali kapal yang ditabrak.

• Kerusakan pada harta benda atau kargo yang berada di atas kapal tertanggung

• Tanggung jawab hukum atas kematian dan luka-luka atau sakit yang dialami oleh orang yang berada dalam kapal tertanggung atau kapal lain yang bertabrakan.

• Kontaminasi dan polusi yang dialami oleh kapal sendiri dan harta benda yang ada di atasnya. Namun kalau akibat bertabrakan dengan kapal tertanggung kapal lain mengalami kerusakan akibat polusi atau kontaminasi (yang terjadi sebagai akibat tabrakan) maka hal ini dijamin.

Sebelum kita melihat bagaimana polis marine hull menghitung besarnya ganti rugi pada kapal yang bertabrakan, mari kita lihat kemungkian apa saja apabila terjadi tabrakan antara dua kapal. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu:

  1. Masing-masing kapal tidak bersalah.
  2. Hanya salah satu kapal bersalah.
  3. Kedua kapal bersalah.

Jika kedua kapal tidak bersalah, misalnya keduanya sedang dalam posisi bersandar di dermaga dan kemudian terjadi cuaca buruk yang mengakibatkan kedua kapal berbenturan maka masing-masing kapal akan menanggung sendiri kerugiannya. Jika hanya salah satu kapal bersalah, maka kapal yang melakukan kesalahan akan mengganti kerugian pada kapal yang ditabraknya.

Dari ketiga kemungkinan di atas, kemungkinan yang terakhir adalah yang paling sering terjadi. Dalam tabrakan antara dua kapal masing-masing kapal berkontribusi terhadap kecelakaan dengan tingkat kesalahan tetentu. Besarnya tingkat kesalahan dari masing-masing kapal ditentukan oleh pengadilan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang tidak dibahas dalam tulisan ini.

Setelah diketahui tingkat kesalahan dari masing-masing kapal, kemudian dihitung berapa besar yang harus dibayarkan kepada kapal lainnya berdasarkan jumlah kerugian yang dialami kapal lain dan tingkat kesalahan kapalnya. Pembayaran hanya dilakukan oleh pihak yang mempunyai tanggung jawab lebih besar. Contohnya adalah sebagai berikut:

Kapal A bertabrakan dengan kapal B, dan kapal A bersalah 50% dalam peristiwa tabrakan ini.

Kerugian kapal A Rp. 2,5 Milyar

Kerugian kapal B Rp. 4 Milyar

maka :

Tanggung jawab kapal A ke B : 50% dari Rp. 4 Milyar = Rp. 2 Milyar

Tanggung jawab kapal B ke A: 50% dari Rp. 2,5 Milyar = Rp. 1,25 Milyar

Karena Tanggung jawab Kapal A lebih besar dari Tanggung jawab Kapal B, maka Kapal A akan membayar ke kapal B sebesar Rp. 750 juta.

Cara penyelesaian di atas disebut dengan Single Liability. Dengan contoh di atas, maka Tertanggung A akan mengajukan klaim kepada underwriter dan underwriter akan memberikan penggantian sebesar ¾ x Rp. 750 juta. Namun bagaimana dengan Tertanggung B? Dapatkah Tertanggung B mengajukan klaim ke underwriter? Karena dalam hal ini Tertanggung B seolah-olah tidak menderita kerugian karena tidak ada aktual pembayaran ke kapal A.

Untuk mengatasi kondisi ini, polis ITC, seperti yang tercantum pada klausul 8.2.1 menggunakan prinsip Cross Liability dalam memberikan ganti rugi akibat collision liability.

8.2.1 Where the insured Vessel is in collision with another vessel and both vessels are to blame then, unless the liability of one or both vessels becomes limited by law, the indemnity under this klausul 8 shall be calculated on the principle of cross liabilities as if the respective Owners had been compelled to pay to each other such proportion of each other's damages as may have been properly allowed in ascertaining the balance or sum payable by or to the assured in consequence of the collision

Dengan menggunakan contoh di atas maka yang terjadi adalah:

Tanggung jawab A terhadap B sebesar Rp. 2 Milyar dan kemudian A mengajukan klaim ¾ x Rp. 2 Milyar. Tanggung Jawab B terhadap A sebesar Rp. 1,25 Milyar dan B kemudian mengajukan klaim ¾ x Rp. 1,25 Milyar.

Prinsip Cross Liability ini akan selalu dipakai kecuali ada pembatasan tanggung jawab hukum pada salah satu atau kedua kapal yang bertabrakan. Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa tingkat kesalahan masingmasing kapal harus ditentukan terlebih dahulu. Namun dalam beberapa keadaan, Brussels Convention 1957 mengizinkan pemilik kapal untuk mendapatkan pembatasan tanggung jawab. Saat ini di pasar asuransi banyak yang memberikan jaminan atas ¾ collision liability menjadi 4/4 dan diperluas dengan FFO (fixed and floating object).

Walaupun belum ada analisa statistik atas klaim yang disebabkan oleh collision liability namun sebaiknya penambahan jaminan ini juga diikuti dengan penambahan premi. Lagipula, klaim atas collision liability merupakan tambahan dari klaim atas Hull and Machinery, sehingga asuransi harus mempersiapkan ganti rugi yang lebih besar dari nilai sum insured.

 

 

(Reinfokus edisi II, tahun 2012)

Penulis

Gadis Purwanti, S,Si, ACII, AAIK, AIIS

Email: gadis@indonesiare.co.id