Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) baru mengadopsi dari International Financial Reporting Standars (IFRS) yang dikeluarkan oleh Otoritas Akuntan Internasional, International Accounting Standard Board (IASB), PSAK tersebut wajib diimplemetasikan pada tahun 2020.
PSAK yang akan berlaku antara lain:
1. PSAK 71 – mengenai instrument keuangan (Adopsi IFRS 9)
2. PSAK 72 – mengenai pendapatan dari kontrak dengan pelanggan (Adopsi IFRS 15)
3. PSAK 73 – mengenai Sewa (Adopsi IFRS 16)
PSAK 71
Soal pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan yang berupa piutang, pinjaman, atau kredit. Standar baru ini mengubah secara mendasar metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih. Jika berdasarkan PSAK 55, kewajiban pencadangan baru muncul setelah terjadi peristiwa yang mengakibatkan risiko gagal bayar (incurred loss), PSAK 71 memandatkan korporasi menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit. Kini, dasar pencadangan adalah ekspektasi kerugian kredit (expected credit loss) di masa mendatang berdasarkan berbagai faktor; termasuk di dalamnya proyeksi ekonomi di masa mendatang.
Berdasarkan standar akuntansi baru ini, artinya, korporasi harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua kategori kredit atau pinjaman, baik itu yang berstatus lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing). Untuk kredit lancar, misalnya, korporasi harus menyediakan CKPN berdasarkan ekspetasi kerugian kredit dalam 12 bulan mendatang.
Revisi standar pelaporan ini muncul sebagai respons terhadap kegagalan korporasi, utamanya di sektor finansial, mengantisipasi tsunami gagal bayar kredit akibat perubahan kondisi ekonomi yang mendadak pada tahun 2008.
PSAK 72
Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan merupakan adopsi IFRS 15 yang telah berlaku di Eropa sejak Januari 2018. PSAK 72 merupakan PSAK sapu jagat karena mengganti banyak standar sebelumnya. Beberapa standar yang dicabut dengan terbitnya PSAK 72 adalah PSAK 34 tentang Kontrak Konstruksi, PSAK 32 tentang Pendapatan, ISAK 10 tentang Program Loyalitas Pelanggan, ISAK 21 tentang Perjanjian Konstruksi Real Estate, serta ISAK 27 tentang Pengalihan Aset dari Pelanggan.
Esensinya, PSAK 72 mengubah cara pengakuan pendapatan kontrak yang tadinya rigid (rule based) menjadi berbasis prinsip (principle based). Pengakuan pendapatan kontrak, misalnya, sekarang tidak berdasarkan besaran uang muka yang sudah diterima.
Berdasarkan standar baru ini, pengakuan pendapatan bisa dilakukan secara bertahap sepanjang umur kontrak (over the time) atau pada titik tertentu (at a point of time). Namun, pengakuan pendapatan bertahap tidak bisa diterapkan kepada sembarang kontrak. Ada syarat-syarat terkait konsumsi manfaat oleh pelanggan, peningkatan nilai aset di sisi pelanggan, serta kesepakatan tahap pembayaran kontrak. Jika suatu kontrak tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, pendapatan kontrak itu baru bisa diakui saat terjadi penyerahan aset (at a point of time).
PSAK 73
PSAK ini akan menggantikan beberapa standar; diantaranya PSAK 30 tentang Sewa, ISAK 23 tentang Sewa Operasi, dan ISAK 25 tentang Hak atas Tanah.
Standar baru ini akan mengubah secara substansial pembukuan transaksi sewa dari sisi penyewa (lessee). Ringkasnya, berdasarkan PSAK 73, korporasi penyewa mesti membukukan hampir semua transaksi sewanya sebagai sewa finansial (financial lease). Pembukuan sewa operasi (operating lease) hanya boleh dilakukan atas transaksi sewa yang memenuhi dua syarat: berjangka pendek (di bawah 12 bulan) dan bernilai rendah. Yang masuk kategori ini misalnya sewa ponsel, laptop, dan sejenisnya.
Konsekuensi sewa finansial cukup panjang. Yang paling mendasar, kini, perusahaan harus mencatatkan aset (sewa) dan kewajiban (sewa) di dalam neraca. Transaksi sewa yang tadinya bisa off balance sheet sekarang menjadi on balance sheet, pencatatan ini bisa mempengaruhi rasio utang, rasio pengembalian aset, dan masih banyak lagi.
PSAK 73 akan merefleksikan kondisi yang sebenarnya suatu perusahaan. Dengan demikian, standar ini akan menghasilkan informasi keuangan yang tepat sehingga meningkatkan kualitas keputusan manajemen. Contoh, Suatu perusahaan penerbangan, pesawatnya tidak pernah ada di neraca keuangan. Seolah-olah, rasio utang terhadap ekuitas masih kecil, tapi sebenarnya perusahaan tersebut telah menutupi kebohongan sendiri. Sebab, perusahaan tersebut punya komitmen (kewajiban) untuk bayar sewa jangka panjang, hingga 10 tahun, yang tidak dicatatkan.
***