JAKARTA - Program-program strategis pemerintah yang digarap Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dinilai layak untuk mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Hal itu diungkapkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, terkait langkah Kementerian BUMN yang mengajukan PMN sebesar Rp73,26 triliun kepada 10 BUMN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023.
Menurutnya, pendanaan melalui APBN perlu melihat urgensi dari setiap program yang ditawarkan. Apalagi, umumnya program pemerintah yang dijalankan BUMN itu seringkali tidak menguntungkan.
“Jangan dilihat orientasi keuntungan semata. Di Indonesia, BUMN itu mengusung misi yakni membantu pemerintah untuk melaksanakan program yang seringkali tidak menguntungkan sebenarnya,” ujarnya, Selasa (21/6/2022).
Dia mencontohkan PT Hutama Karya (Persero) yang mengemban tugas pembangunan Tol Trans Sumatera. Menurutnya, program pemerintah dalam pengembangan ruas tol yang menghubungkan berbagai wilayah di Pulau Sumatera itu sudah menunjukkan hasil positif, khususnya dalam dampak ekonomi.
“Mobilitas antara Lampung dan Palembang itu sudah sangat bagus sekarang. Untuk wisata dan perputaran ekonomi sudah jalan. Jadi, lihat programnya,” ujarnya.
Selain itu, dia menekankan bahwa BUMN di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Perusahaan pelat merah di negara lain, jelas dia, umumnya merupakan entitas bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata.
“Kalau di Indonesia, BUMN ada untuk menjalankan program pemerintah, termasuk kewajiban untuk melayani publik.”
Untuk memastikan pemanfaatan PMN itu, Piter menilai aspek pengawasan yang perlu menjadi perhatian. Pengawasan itu pun, jelas dia, sudah dijalankan oleh pemerintah dan berbagai lembaga terkait.
“Itu bagian dari pengawasan yang dilakukan Kementerian BUMN, dan juga ada BPK, BPKP, dan diawasi KPK. Banyak yang mengawasi,” jelasnya.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN pada awal Juni mengusulkan PMN tunai kepada 10 perusahaan BUMN serta PNM Non-Tunai kepada 2 perusahaan BUMN. Nilai totalnya mencapai Rp73,26 triliun dalam RAPBN tahun 2023.
PMN terbesar akan disalurkan ke PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp30,56 triliun. PMN juga diberikan ke Holding Aviasi dan Pariwisata sebesar Rp9,5 triliun, kemudian, Holding BUMN Asuransi atau IFG menerima PMN sebesar Rp6 triliun untuk penugasan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) oleh PT Jamkrindo dan PT Askrindo.
KAI juga diusulkan mendapatkan BUMN Sebesar Rp4,1 triliun dan Holding BUMN pertahanan atau Defend ID sebesar Rp3 triliun, serta BUMN pangan atau ID Food mendapatkan PMN tunai sebesar Rp2 triliun.
PMN tunai senilai Rp10 triliun turut diusulkan untuk PLN, sedangkan Rp3 triliun suntikan modal diusulkan ke PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) untuk pengembangan usaha.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menjelaskan bahwa PMN dibutuhkan perusahaan pelat merah di sektor reasuransi ini untuk memperkuat ekuitas. Peningkatan ekuitas akan memampukan perseroan meraih rating internasional sehingga mampu menjangkau pasar global.
Indonesia Re diharapkan bisa mengambil porsi premi dari luar negeri sebab saat ini terjadi defisit neraca berjalan di sektor asuransi. Kondisi itu disebabkan oleh aliran premi dari asuransi ke luar negeri lebih besar daripada premi yang masuk ke reasuransi dalam negeri.
“Indonesia Re sebagai Perusahaan Reasuransi Nasional [PRN] harus memperkuat ekuitas sebagai salah satu strategi untuk memperkuat kapasitas reasuransi dalam negeri,” ujarnya.