06 May 2019 1904
Berita

Ciptakan iklim asuransi yang sehat, industri asuransi dihimbau tidak perang tarif AJK

 
Jakarta (ANTARA) – Dalam rangka membangun kondusivitas dan iklim industri asuransi yang sehat di sektor bisnis asuransi jasa kredit (AJK), para pelaku industri asuransi dihimbau agar tidak terjebak dalam perang tarif, namun berlomba di dalam menghadirkan layanan yang inovatif dan bernilai tambah. Pasalnya, tingginya tuntutan industri perbankan terhadap industri asuransi dalam hal harga premi di bisnis AJK dinilai menjadi faktor kunci yang menyebabkan sengitnya perang tarif AJK di antara pelaku industri asuransi. Hal ini berdampak pada terciptanya iklim bisnis AJK yang tidak sehat selama lima tahun terakhir.
 
Hal ini disampaikan oleh Life Reinsurance Underwriting & Customer Experience Management Division Head Indonesia Re, Radix Yunanto di acara Indonesia Re Life: Reviewing Indonesian's Credit Life (Re)Insurance di Jakarta, Kamis.
 
"Setidaknya 3-5 tahun terakhir, ini menjadi tren yang cukup mengkhawatirkan. Pihak perbankan dapat melakukan beauty contest dan menggunakan lebih dari satu perusahaan asuransi yang menawarkan premi AJK dengan harga paling kompetitif dan ketentuan yang longgar. Hal ini lah yang pada akhirnya memicu perang tarif," ungkap Radix saat ditemui di sela-sela acara.
 
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mende3nisikan AJK sebagai produk kerjasama bank dengan perusahaan asuransi yang memberikan manfaat berupa pelunasan kredit kepada bank apabila seorang debitur meninggal dunia. Umumnya, produk-produk AJK diantaranya meliputi kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan, dan kredit usaha rakyat (KUR).
 
Dengan skema single premi alias pembayaran langsung oleh bank, AJK menjadi produk asuransi yang dianggap paling efektif untuk membantu pencapaian target penjualan, dibandingkan produk asuransi lainnya. Apalagi, dengan pesatnya pertumbuhan infrastruktur/properti dan kepemilikan kendaraan di Indonesia, semakin memicu para pelaku industri asuransi untuk menawarkan portofolio AJK yang kompetitif.
 
"Sayangnya, bank kerap hanya ambil yang paling murah atau ketentuannya longgar, bukan inovasi dan nilai tambah pada layanannya," tambah Radix.
 
Sengitnya perang tarif di bisnis AJK ini pun secara signiMkan berdampak pada klaim reasuransi yang meng-cover AJK. Indonesia Re mencatat, begitu tingginya klaim reasuransi AJK berimbas pada tergerusnya proSt dari portofolio reasuransi jiwa dimana produk AJK bernaung.
 
Melalui event ini, lanjut Radix, pihaknya berupaya untuk membangun pemahaman diantara para pelaku industri asuransi untuk bersaing secara lebih sehat, yakni dengan cara berlomba-lomba untuk menawarakan layanan yang inovatif, tidak sekedar menekan harga premi semurah-murahnya.
 
"Khususnya kami ingin menyampaikan pesan ini kepada perusahaan asuransi yang mau atau baru masuk ke bisnis AJK, yang biasanya menawarkan harga lebih murah dari rata-rata harga pasar, yang pada akhirnya mengganggu kondusivitas pasar," tambahnya.
 
Sebagai Perusahaan Reasuransi Nasional (PRN), Indonesia Re telah merancang berbagai langkah agar permasalahan ini tidak terus membayangi industri asuransi nasional ke depannya.
 
Head of Actuarial & Life Portfolio Management Division Indonesia Re Nico Demus mengungkapkan, pihaknya tengah mengmbangkan platform dialog konstruktif dengan para pemangku kepentingan, mulai dari OJK, perbankan, asosiasi, hingga pelaku industry asuransi.
 
"Selain itu, Indonesia Re mempunyai rencana utk membuat tabel mortalita khusus utk AJK, yang meliputi AJK KPR, Auto Loan, dll, yang akan melibatkan OJK, AAJI dan PAI. Dengan harapan tabel ini dapat menjadi acuan dalam pricing produk-produk AJK, sehingga meminimalisir perang tarif," ungkapnya.
 
Ditemui di kesempatan yang sama, Head of Underwriting and Police Owner Service Heksa Solution Insurance Albine Pardede menuturkan, sebagai pelaku industri asuransi, dirinya menyatakan Indonesia Re selaku representatif dari industri reasuransi dapat menjembatani dialog antara industri asuransi dengan perbankan.
 
"Tapi yang paling penting, harus diperhatikan kecukupan premi dan batas atas batas bawahnya, sehingga perusahaan asuransi ke depannya dapat melakukan bisnis secara berkesinambungan," pungkasnya.
 
***
 
Sumber : Antara