Ternate - Dengan telah rampungnya proses peleburan dua perusahaan Reasuransi nasional, PT Reasuransi Umum Indonesia (Persero) ke dalam PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) pada akhir Desember 2015 lalu, tidak ada alasan lagi bagi industri reasuransi Indonesia untuk maju dan berkembang.
Indonesia mengalami defisit reasuransi. Bagaimana tidak, setiap tahun setidaknya ada 20 triliun rupiah premi perusahaan asuransi yang lari ke perusahaan reasuransi luar negeri. Bahkan, diproyeksikan dalam waktu sepuluh tahun ke depan, premi yang lari ke luar negeri bisa mencapai 130 triliun rupiah. Hal ini sepatutnya tidak terjadi,” ujar Komisaris Utama PT Reasuransi Indonesia Utama, Ali Masykur Musa dalam penyerahan mahasiswa baru tahun akademik 2016-2017 di Universitas Khairun Ternate, Senin (15/8/2016).
Dihadapan mahasiswa yang antusias, Ali melanjutkan, ketiadaan perusahaan reasuransi yang besar di dalam negeri adalah pemicunya. Dari empat perusahaan reasuransi yang ada di Indonesia, nilai ekuitasnya yang terbesar hanya Rp 700 miliar.Sangat jauh bila dibandingkan dengan nilai ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan reasuransi lokal milik Malaysia yang mencapai Rp 4 triliun.Bahkan, perusahaan reasuransi lokal di Singapura memiliki ekuitas Rp 9 triliun.
Dengan merestrukturisasi dan revitalisasi industri asuransi di Indonesia dapat mengatasi defisit transaksi berjalan yang nilainya mencapai puluhan triliun rupiah.Melalui perusahaan reasuransi nasional yang besar juga berpeluang mengembalikan pajak yang selama ini hilang. “Jika reasuransi melalui perusahaan luar negeri maka tidak ada pajak yang masuk ke Indonesia,” kata Ali.
Total nilai investasi industri asuransi di Indonesia terus bertumbuh. Pada tahun 2012, total nilai investasinya sebesar Rp 496,79 triliun. Padahal, tiga tahun sebelumnya total nilai investasinya baru mencapai Rp 283,20 triliun. Pada tahun 2013, nilainya telah mencapai Rp 538,45 triliun. Menariknya, sebesar 85% dari angka tersebut sifatnya adalah dana murah jangka panjang.
Yang menjadi masalah, sebesar 70% asuransi jiwa di Indonesia dikuasai oleh perusahaan multinasional.Secara legal, ini merupakan joint venture.Sementara itu, sebesar 50% asuransi umum direasuransikan ke luar negeri.Inilah yang menjadi sebab mengapa pemerintah perlu melakukan restrukturisasi dan revitalisasi industri reasuransi di Indonesia.
Sebagai informasi, Indonesia Re merupakan hasil tranformasi dari Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) yang oleh pemerintah dijadikan holding company perusahaan reasuransi nasional dan berganti nama menjadi PT Asei Reasuransi Indonesia (Asei Re) pada 2014. Kemudian, Asei Re betranformasi dengan perubahan nama menjadi PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) di awal 2015.
Seiring dengan transformasi tersebut, Indonesia Re melakukan spin-off lini bisnis langsung asuransi dengan mendirikan anak perusahaan PT Asuransi Asei Indonesia (Asuransi Asei) yang merupakan perusahaan asuransi kerugian dan penjaminan kredit pada 2014. Portofolio bisnis direct asuransi dialihkan ke Asuransi Asei.
Pasca penggabungan ini, Indonesia Re akan mengonsolidasikan lini-lini bisnisnya dan meningkatkan pelayanan reasuransi kepada pelanggannya, sehingga mampu memberikan kepuasan kepada para pelanggannya selama Ini. Indonesia Re berkomitmen untuk meningkatkan kinerja, pengembangan teknologi informasi sehingga kualitas pelayanan kepada para nasabah menjadi lebih baik.
Dalam roadmap transformasi perusahaan reasuransi nasional ini, pemerintah juga akan meningkatkan modal Indonesia Re sehingga menjadi perusahaan reasuransi nasional yang unggul dan mampu bersaing di kancah regional dan global.