20 October 2022 752
Berita

Pandemi Relatif Terkendali, Asuransi dan Reasuransi Masih Harus Waspadai Klaim Covid-19

AAUI


JAKARTA - Industri asuransi dan reasuransi dinilai masih harus mewaspadai potensi klaim terkait Covid-19 kendati situasi pandemi sudah relatif terkendali.

Hal itu diungkapkan Direktur Keuangan dan Aktuaria PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, Maria Elvida Rita Dewi, di sela-sela kegiatan Digital & Risk Management in Insurance (DRiM) yang masuk dalam rangkaian Insurance Forum 2022. Forum asuransi internasional yang dihelat pada 16-18 Oktober 2022 itu mengangkat tema Supportive Strong, Inclusive & Sustainable Recovery. 

Insurance Forum merupakan inisiasi dari Global Federation Insurance Association (GFIA) yang selalu dilaksanakan di negara yang menjadi tuan rumah G-20 Presidensi. Oleh karena itu, perhelatannya pada tahun ini didukung oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).

Elvida menjelaskan saat ini situasi pandemi Covid-19 di Indonesia dan dunia pada dasarnya dapat dikatakan relatif terkendali, kendati World Health Organization (WHO) hingga saat ini belum mendeklarasikan peralihan status ke endemi. Di sisi lain, jelasnya, hingga September 2022 pengajuan klaim Covid-19 sudah jauh menurun dibandingkan dengan tahun lalu.

Namun, Elvida mengungkapkan bahwa pihaknya melihat bahwa klaim Covid-19 dari produk asuransi kesehatan masih cukup besar. Dia memerinci, pemerintah Indonesia hanya menanggung gejala Covid-19 yang berisiko tinggi, sedangkan pengobatan dengan gejala sedang dan ringan masih ditanggung oleh perusahaan asuransi.

"Industri asuransi dan reasuransi juga masih harus mewaspadai potensi datangnya klaim-klaim terkait Covid-19 yang tertunda penyampaiannya dari pemegang polis," ungkapnya, Selasa (18/10/2022).

Menurutnya, perusahaan reasuransi harus lebih waspada dengan kondisi ini. Pasalnya, reasuransi menanggung risiko lebih luas dibandingkan perusahaan asuransi. 

Reasuransi menampung segala risiko yang terjadi pada market asuransi jiwa. Dengan kata lain, bila ada eksposur tambahan terhadap risiko asuransi, maka reasuradur mendapatkan efek multiplier dari peningkatan risiko tersebut

Dengan begitu, reasuransi dinilai berpotensi menerima laporan klaim tertunda atau delayed claim report yang lebih lama dari perusahaan asuransi. Hal itu, kata Elvida, telah dialami oleh Indonesia Re dalam dua tahun terakhir.

"Oleh karena itu, asumsi ini masih harus dipertimbangkan dalam proyeksi perusahaan selama satu hingga dua tahun mendatang," ujarnya.

Elvida mengungkapkan bahwa 2021 merupakan tahun yang sangat menantang bagi industri asuransi dan reasuransi jiwa. Pandemi Covid-19, khususnya varian Delta pada pertengahan 2021, membuat risiko mortalita dan morbidita di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

Pada saat itu pun, jelas dia, dampak pandemi untuk reasuransi jauh lebih besar dibandingkan dengan industri asuransi. Kondisi tersebut, sambung Elvida, menyebabkan lonjakan klaim yang cukup besar di hampir semua lini bisnis reasuransi jiwa di Indonesia Re, khususnya pada akhir 2021. 

"Produk AJK [Asuransi Jiwa Kredit] yang distribusinya paling merata di masyarakat, menjadi produk yang paling terdampak signifikan akibat Covid-19 di tahun 2021. Produk ini juga mencatatkan loss terbesar diantara produk-produk lainnya di Indonesia Re," ungkapnya.

Di samping pandemi, Elvida mengungkapkan tantangan lain yang dihadapi industri reasuransi saat ini adalah adanya potensi kenaikan inflasi, perang Rusia-Ukraina, serta perubahan iklim. 

"Sehingga kebijakan harga dan terms & conditions masih menjadi tantangan bagi perusahaan reasuransi dalam melakukan negosiasi dengan ceding [perusahaan asuransi pemberi sesi]," ungkapnya.

Pemulihan

Elvida mengungkapkan dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, perlu upaya bersama dari seluruh masyarakat, pemerintah, dan industri di seluruh dunia untuk mewujudkan “Recover Together, Recover Stronger” yang juga menjadi semboyan dari G20 2022.

Sebagai salah satu pilar dalam perekonomian nasional, jelas dia, industri asuransi dan reasuransi dituntut tidak hanya mampu menghadirkan produk-produk jiwa dan kesehatan yang inovatif untuk masyarakat, tetapi juga dapat menjadi katalis bagi industri keuangan secara keseluruhan agar lebih sustain melalui proteksi risiko asuransi. 

"Industri asuransi dan reasuransi memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional. Dengan berbagai produknya, perusahaan asuransi dan reasuransi mampu memberikan rasa aman bagi masyarakat dan industri lainnya dalam menghadapi risiko ketidakpastian ke depannya."

AAJI melaporkan industri asuransi jiwa, yang terdiri dari 58 perusahaan, telah memberikan perlindungan kepada 73,9 juta orang sampai dengan triwulan I/2022. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 11,86 juta orang jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021. 

Seiring dengan peningkatan tersebut, industri asuransi jiwa semakin memperkuat komitmennya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat melalui pembayaran klaim yang mencapai Rp83,93 triliun.

Elvida menjelaskan Indonesia Re, sebagai salah satu perusahaan reasuransi, berperan dalam mengelola risiko-risiko yang diterima oleh industri asuransi dari masyarakat. Artinya, reasuransi menjadi tulang punggung atau backbone dari industri asuransi.

Dengan demikian, industri asuransi dapat berfokus dalam memberikan layanan terbaik bagi masyarakat melalui penyediaan produk dan pelayanan berkualitas sesuai dengan kebutuhan tertanggung atau pemegang polis. Selain itu, pelaku asuransi dapat meningkatkan penetrasi pasar dan dapat memberikan perlindungan lebih luas bagi seluruh masyarakat.

"Sejalan dengan misi Indonesia Re, kehadiran Indonesia Re sebagai backbone di industri perasuransian memberikan rasa aman bagi masyarakat dengan jaminan perlindungan terhadap risiko yang mereka asuransikan serta memberikan manfaat bagi perekonomian nasional dengan mengurangi terjadinya defisit neraca pembayaran industri perasuransian akibat aliran premi ke luar negeri," imbuh Elvida.