16 October 2025 49
Berita

Transformasi Industri Asuransi Lewat Model Bisnis yang Adaptif

Indonesia Re Institute melalui program iLearn menyelenggarakan iLearn Thematic Webinar bertajuk “Insurance Evolution: From Traditional to Transformational” pada Selasa, 16 September 2025. Foto: Indonesia Re

jpnn.com, JAKARTA - Industri perasuransian global, termasuk Indonesia, saat ini berada dalam fase transformasi yang sangat dinamis. 
Perkembangan teknologi digital, lahirnya generasi digital-native, perubahan ekspektasi konsumen, serta tekanan dari tantangan eksternal seperti pandemi, inflasi medis, risiko iklim, dan disrupsi model distribusi tradisional, mendorong para pelaku industri untuk meninggalkan pendekatan konvensional menuju model bisnis yang lebih adaptif dan berorientasi pada nilai pelanggan.

Menyikapi fenomena ini, Indonesia Re Institute melalui program iLearn menyelenggarakan iLearn Thematic Webinar bertajuk “Insurance Evolution: From Traditional to Transformational” pada Selasa, 16 September 2025.

Webinar ini menghadirkan pembicara dari Deloitte, AON India, dan Metrodata yang membahas secara mendalam kondisi industri, pergeseran produk, serta peran teknologi termasuk artificial intelligence (AI) dalam mendorong inklusi, memperkuat kepercayaan publik, dan meningkatkan daya saing industri.

Industri perasuransian Indonesia saat ini berada pada titik kritis yang menentukan arah masa depannya. Perubahan perilaku konsumen, kemajuan teknologi, tekanan akibat pandemi, dinamika geopolitik, serta regulasi yang semakin ketat mendorong pelaku industri untuk tidak sekadar bertahan, tetapi bertransformasi secara menyeluruh.

Direktur Pengembangan dan Teknologi Informasi Indonesia Re Beatrix Santi Anugrah menegaskan bahwa asuransi kini dituntut tidak hanya berperan sebagai pelindung keuangan, tetapi juga menjadi mitra strategis dalam mitigasi risiko dan pelopor inovasi.

Menurutnya, tantangan utama industri saat ini bukan hanya bersifat teknis, tetapi juga kultural.

“Masih banyak sekat antar perusahaan, lini bisnis, bahkan fungsi dalam organisasi yang menghambat kolaborasi dan inovasi. Transformasi berarti meruntuhkan tembok penghalang itu, membuka jalur komunikasi, berbagi data, dan membangun rasa memiliki terhadap masa depan industri ini,” jelasnya.

Beatrix menegaskan bahwa kolaborasi lintas perusahaan dan lini bisnis menjadi kunci untuk mempercepat inovasi di sektor asuransi. Pandangan ini sejalan dengan temuan Deloitte yang menyebutkan rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, baru 2,8%, jauh di bawah rata-rata global.

Kondisi ini dinilai sebagai peluang pertumbuhan yang besar, asalkan industri mampu menghadirkan produk yang sederhana, terjangkau, dan mudah diakses masyarakat.

“Hambatan utamanya adalah literasi keuangan, persepsi masyarakat, serta distribusi produk yang belum merata. Namun peluang pertumbuhannya masih sangat besar, terutama bila industri mampu menawarkan produk yang sederhana, terjangkau, dan sesuai kebutuhan masyarakat,” jelas Partner & Executive Director Deloitte, Aldrich Antonio yang hadir sebagai pemateri pembuka di hari itu.

Dia menambahkan bahwa tren peralihan dari produk unit link ke produk proteksi tradisional menunjukkan masyarakat kini mencari kepastian perlindungan, bukan sekadar investasi.

“Industri harus adaptif dan inovatif dalam menciptakan produk yang mampu menjawab perubahan preferensi nasabah,” ujarnya.

Perubahan preferensi nasabah tersebut menjadi sinyal kuat bahwa industri perlu bertransformasi, tidak hanya dari sisi desain produk, tetapi juga cara produk tersebut dipasarkan, dijual, dan diakses masyarakat. Di sinilah peran teknologi menjadi krusial.

Transformasi digital dan pemanfaatan data memungkinkan perusahaan asuransi untuk merespons kebutuhan pasar secara lebih cepat, akurat, dan terukur, mulai dari proses underwriting hingga pelayanan klaim.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Atul Kumar, Associate Director, Actuarial, STG, Aon Reinsurance, yang menyebut bahwa teknologi memiliki fungsi vital sebagai katalis transformasi industri perasuransian.

Baginya, digitalisasi dan pemanfaatan AI sudah menjadi standar baru untuk mempercepat underwriting, meningkatkan akurasi klaim, serta mencegah fraud.

“Teknologi memungkinkan profiling nasabah lebih presisi, menciptakan produk yang personal dan adil, termasuk untuk segmen seperti asuransi parametrik bagi petani. Ini bukan hanya meningkatkan efisiensi bisnis, tetapi juga membuka akses proteksi yang lebih luas,” ujar Atul.

Atul juga menekankan pentingnya tata kelola data (data governance) dan keamanan informasi agar kepercayaan publik tetap terjaga.

Pandangan Atul Kumar menegaskan bahwa masa depan industri perasuransian akan sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha
memanfaatkan teknologi secara strategis. Namun, adopsi teknologi bukan hanya soal mempercepat proses bisnis, melainkan juga membangun fondasi data yang kuat, tata kelola yang baik, dan inovasi yang relevan dengan kebutuhan nasabah.

Di sinilah pentingnya memahami tren transformasi digital dan peran Artificial Intelligence (AI) secara komprehensif, sebagaimana dijelaskan oleh Hamam Wulan Ayu, Data & AI Specialist dari Metrodate.

Menurut Wulan, transformasi digital menjadi agenda utama industri perasuransian untuk menjawab tantangan persaingan dan ekspektasi pelanggan yang makin tinggi.

Data analytics kini tidak hanya berfokus pada data tabular, tetapi juga mencakup teks, gambar, audio, dan video, yang membuka peluang terciptanya layanan yang lebih kompetitif dan customer-centric.

"AI memainkan peran kunci dalam proses ini, mulai dari natural language processing untuk memberikan rekomendasi dan analisis, hingga penggunaan AI Agent dan chatbot untuk mempercepat layanan pelanggan,” ujarnya.

Menurut Wulan, dengan pendekatan ini industri asuransi dapat memberikan produk yang lebih personal, efisien, dan menyentuh sisi emosional pelanggan, sehingga meningkatkan inklusi dan penetrasi asuransi di Indonesia.

Melalui iLearn Thematic Webinar, Indonesia Re Institute berharap dapat memperkuat kolaborasi lintas sektor dan mendorong terbangunnya ekosistem perasuransian yang inovatif, inklusif, serta siap menghadapi tantangan global. (rhs/jpnn)