16 December 2016 15287
Accounting & Finance

BUMN: Kembali Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN & PPnBM

Pasal 16A Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009 menyatakan bahwa (1) Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. (2) Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Badan Usaha Milik Negara

Berdasarkan UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 menyatakan “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.

Awal mula BUMN sebagai Pemungut Pajak

Sejak diundangkannya UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN & PPnBM yang diikuti dengan keluarnya Keputusan Presiden RI No. 9 Tahun 1986 tentang Penunjukkan Kantor Perbendaharaan Negara untuk Memungut dan Menyetorkan PPN & PPnBM yang dibayar oleh Pemerintah untuk Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan Pemerintah, kemudian aturan pelaksanaan lebih lanjut diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.04/1986 tentang hal yang sama, hanya mengatur pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN & PPnBM yang dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara. Sehingga apabila terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP dari PKP kepada BUMN maka tidak dilakukan Pemungutan PPN & PPnBM oleh BUMN yang bersangkutan.

Dalam perkembangannya, pemerintah melihat masih adanya PKP yang dipandang belum dapat melakukan sendiri penghitungan, pemungutan, penyetoran serta pelaporan PPN & PPnBM sebagaimana ditetapkan dalam UU PPN. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dan dalam rangka pengamanan penerimaan negara, maka dipandang perlu untuk menetapkan kembali Badan-badan tertentu dan Bendaharawan sebagai pemungut dan penyetor PPN & PPnBM yang terhutang oleh PKP melalui Kepres No. 56 Tahun 1988 tentang Penunjukkan Badan-Badan tertentu dan Bendaharawan untuk memungut dan menyetor PPN & PPnBM.

Aturan pelaksanaan lebih lanjut tentang taat cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN & PPnBM oleh badan-badan tertentu diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1289/KMK.04/1988. Keputusan Menteri Keungan No. 1289/KMK.04/1988 yang kemudian diubah dengan KMK No. 549/KMK.04/2000.

Yang dimaksud dengan badan-badan tertentu dalam keputusan ini adalah PERTAMINA, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan BUMD, Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah. Sehingga PPN & PPnBM atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang oleh PKP rekanan Badan-badan tertentu dipungut dan disetor oleh Badan-badan tertentu baik Kantor Pusat, Cabang-cabang maupun Unit-unitnya yang melakukan pembayaran atas tagihan rekanan atas nama rekanan yang bersangkutan.

Sedangkan penyerahan BKP dan/atau JKP antar Badan-badan tertentu, maka yang berkewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN & PPnBM adalah Badan-badan tertentu yang melakukanpenyerahan BKP atau JKP. Pengecualian atas ketentuan ini dalam hal :

  • Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  • Pembayaran untuk pembebasan tanah.
  • Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang menurut perundangundangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
  • Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA.
  • Pembayaran atas rekening telepon.
  • Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
  • Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

BUMN tidak lagi sebagai Pemungut Pajak per 1 Januari 2004

Dengan pertimbangan untuk menyederhanakan system pemungutan PPN & PPnBM oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 27 dari Pasal 16A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN & PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang menyatakan:

“Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.”

Maka perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN & PPnBM melaui KMK No. 563/KMK.03/2003.

Dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan ini maka KMK No. 549/KMK.04/2000 dinyatakan tidak berlaku lagi dan sejak ditetapkannya KMK No. 563/KMK.03/2003 tanggal 1 Januari 2004 maka BUMN yang sebelumnya masuk dalam badan-badan tertentu sebagai pemungut pajak sudah tidak lagi sebagai pemungut pajak atas PPN & PPnBM terhadap penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP kepada BUMN. BUMN kembali sebagai Pemungut Pajak per 1 Juli 2012.

Kembali dengan pertimbangan dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN & PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara maka perlu menunjuk Badan Usaha Milik Negara untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN & PPnBM melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan BUMN untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN & PPnBM serta Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya tanggal 6 Juni 2012. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2012 dengan pengecualian :

  • pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
  • pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  • pembayaran atas rekening telepon;
  • pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
  • pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPN & PPnBM

1.  Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Badan Usaha Milik Negara.

2.  Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.

3.  SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai penyetor atas nama Rekanan.

4.  Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.

5.  Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:

  • lembar kesatu untuk Badan Usaha Milik Negara;
  • lembar kedua untuk Rekanan; dan
  • lembar ketiga untuk Badan Usaha Milik Negara yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.

6. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:

  1. lembar kesatu untuk Rekanan;
  2. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
  3. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
  4. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
  5. lembar kelima untuk Badan Usaha Milik Negara yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.

7. Badan Usaha Milik Negara yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal .........." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5.

8. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.

Tata Cara Pelaporan PPN & PPnBM

Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dengan menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN", dan dilampiri dengan Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke-5 dalam hal terdapat pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.

 

 

(Reinfokus edisi II, tahun 2012)

Penulis

Alison E. Ritonga, SE.Ak., CA., QIA., CRMP,

Email: alison@indonesiare.co.id