02 January 2017 24887
Accounting & Finance

Tax Planning (PPh Badan) vs Creative Accounting

Perencanaan pajak (tax planning) adalah suatu proses perekayasaan transaksi yang terkait dengan kewajiban perpajakan Wajib Pajak agar kewajiban pajak berada pada jumlah yang seminimal mungkin tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.

Disisi lain Creative Accounting adalah tindakan penyusunan laporan keuangan dengan memanfaatkan teknik dan prinsip akuntansi yang bervariasi, dalam penerapan kebijakan akuntansi perusahaan guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Creative Accounting merupakan bagian dari akuntansi, tetapi juga dapat menjadi bagian dari skandal akuntansi. Motivasi dan prilaku manusialah yang membuat creative accounting jadi ilegal atau legal, etis atau tidak etis, dan baik atau buruk.

 

Tax Planning PPh Badan

Pasal 1 huruf b UU No. 6 Tahun1983 tentang KUP yang terakhir diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 mendefenisikan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Pasal 2 ayat 1 huruf (b) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Badan merupakan Subjek Pajak - kecuali yang disebutkan dalam pasal (3) - dan yang menjadi objek PPh Badan adalah laba usaha. Dalam menghitung kewajiban PPh Badan, laba usaha tidak serta merta dikalikan dengan tarif pajak (psl. 17 UU PPh), namun disesuaikan dengan biaya-biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto (psl 6 UU PPh) dan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto (psl 9 UU PPh). Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak, perusahaan dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat meminimalkan kewajiban pajak. Berikut ini adalah beberapa cara tax planning untuk PPh Badan:

 

1. Menunda Pendapatan dan/atau Mempercepat Pembebanan Biaya

Misalnya, pada akhir tahun buku terdapat lonjakan premi yang cukup besar. Pajak atas laba akibat kenaikan premi tersebut tentunya harus dibayar paling lambat bulan April tahun berikutnya. Di samping itu, angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila memungkinkan, perusahaan dapat melakukan penundaan pencatatan premi menjadi pendapatan awal bulan Januari tahun berikut. Dengan demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun. Disisi biaya juga sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, cadangan klaim yang terjadi akhir tahun, IBNR, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun.

 

2. Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar

Dalam pengkreditan pajak atas PPh Badan yang terutang, selain angsuran PPh Pasal 25 ada juga PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat

pemotongan/pemungutannya tidak final. Perusahaan seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:

  1. PPh Pasal 22 atas impor atau pembelian solar dari Pertamina,
  2. PPh Pasal 23 dari bunga non bank, royalti,
  3. PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri, dan

 

Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, perusahaan harus memperoleh keyakinan yang cukup bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas Negara dengan meminta pihak pemungut/pemotong pajak untuk

 

3. Bunga Pinjaman dan Deposito

Kadangkala uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau dua bulan diinvestasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka. Berdasarkan PP Nomor 131 tahun 2000, atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%.

Bila perusahaan tidak mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila perusahaan tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. Untuk menghindarinya dapat dilakukan hal berikut:

  • Perusahaan sebaiknya menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk rekening giro, tidak dalam bentuk deposito. Jika memungkinkan dilakukan negosiasi dengan bank yang bersangkutan agar bunga gironya lebih besar dari biasanya karena saldo yang kita miliki cukup besar.
  • Alternatif lain yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan dana tersebut di dalam instrumen keuangan yang tidak terkena pajak final, misalnya promes, didepositokan di luar negeri, atau dipinjamkan pada perusahaan afiliasi.

 

4. Biaya Entertaiment

Guna menghindari koreksi fiskal positif atas biaya entertainment perusahaan dapat membuat Daftar Nominatif sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986 dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh penghematan pajak sebesar 25% dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.

 

 

5. Daftar Nominatif Biaya Promosi

Sesuai dengan Peraturan Menkeu No. 02/PMK.03/2010, Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa : a) nama ; b) Nomor Pokok Wajib Pajak ; c) alamat ; d) tanggal ; e) bentuk dan jenis biaya ; f) besarnya biaya ; g) nomor bukti pemotongan ; dan h) besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.

Daftar nominatif tersebut dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menkeu No. 02/PMK.03/2010 dan dilaporkan sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Badan.

 

Creative Accounting

Creative accounting diterapkan oleh perusahaan karena kondisi, seperti bervariasinya prinsip akuntansi sehingga dalam penyusunan kebijakan akuntansi perusahaan disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan. Adapun prinsip Akuntansi yang bervariasi tersebut adalah:

 

1. Metode Penilaian Persediaan dengan Kondisi Perusahaan

Metode penilaian persediaan yang diperkenankan (psl 10 ayat 6 UU PPh) yaitu metode FIFO dan Rata-rata. Sesuai ketentuan tersebut, maka WP dapat memilih salah satu metode yang lebih menguntungkan. Metode FIFO, pencatatan nilai persediaan akhir menggunakan harga baru. Jika harga pembelian persediaan trend naik, maka harga pokok penjualan menggunakan harga lama (rendah) sehingga laba menjadi relatif lebih tinggi dan demikian sebaliknya. Metode Rata-rata, setiap adanya mutasi persediaan langsung dinilai ulang (dirata-rata) dengan data persediaan yang ada, dan pencatatan nilai persediaan akan disesuaikan dengan data pembelian terakhir sehingga penilaian persediaan akhir cenderung mendekati harga pasar. Perolehan laba akan naik atau turun sejalan dengan trend harga pasar (pembelian).

 

2. Metode Penyusutan dan Amortisasi

Metode penyusutan dan amortisasi untuk aktiva berwujud dan aktiva tidak berwujud yang diperkenankan (psl 11 UU PPh) yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun (kecuali untuk bangunan). Bagi perusahaan yang padat modal dengan tingkat pengembalian investasi yang cukup panjang lebih menguntungkan bila memilih metode penyusutan atau amortisasi dengan metode garis lurus. Sebaliknya bagi perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian investasi cukup singkat, dimana diharapkan dalam waktu dekat sudah menghasilkan laba. Jika laba dalam kurun waktu yang cukup singkat sudah sangat besar maka untuk mengurangi laba perusahaan dapat mempertimbangkan penggunaan metode saldo menurun.

 

3. Pengakuan Pendapatan

Di dalam GAAP, khususnya PSAK Nomor 23 tentang pendapatan, disebutkan bahwa pendapatan dapat timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi seperti penjualan barang, penjualan jasa; dan penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen. Ketiga transaksi dan peristiwa tersebut memunculkan adanya metode pengakuan pendapatan yang berbeda. Misalnya, pendapatan yang berasal penjualan barang secara tunai atau pun cicilan dan penjualan jasa yang didasarkan dari tingkat penyelesaian.

Sebagai contoh, perusahaan jasa konsultan di bidang teknologi informasi bisa menerapkan pengakuan pendapatan berdasarkan tiga cara:

  1. Monthly basis,
  2. Percentage of completion method, atau bahkan
  3. Completion method

 

Ketiga cara di atas tetap mengacu pada PSAK 23. Akan tetapi, karena tidak ada standar lebih teknis lagi, seperti halnya yang terjadi pada jasa konstruksi yang diatur di dalam PSAK 34 tentang Akuntansi Kontrak Konstruksi, pengakuan pendapatan antara satu perusahaan dengan perusahaan sejenis lainnya bisa berbeda.

 

4. Metode Penyisihan

Misalnya, metode penyisihan piutang tak tertagih memungkinkan perusahaan melakukan penyisihan berdasarkan prosentase tertentu atau berdasarkan umur piutang. Prosentase tersebut bisa berbeda-beda untuk setiap perusahaan tergantung dari jenis industri dan transaksi akuntansinya.

 

Penutup

Tax Planning (perencanaan pajak) merupakan suatu cara untuk meminimalisasi kewajiban perpajakan dan perencanaan pajak akan lebih optimal jika dikaitkan dengan pemahaman yang baik terhadap standar akuntansi. Dari sisi positifnya, pemahaman yang baik ini akan berefek pada creative accounting. Pada dasarnya, perencanaan pajak dan creative accounting yang baik: (1) tidak melanggar ketentuan perpajakan dan standar akuntansi, (2) secara bisnis masuk akal dan dapat diterima umum, dan (3) bukti-bukti pendukungnya memadai.

 

 

(Reinfokus edisi II, tahun 2013)

Penulis

Alison E. Ritonga, SE.Ak., CA., QIA., CRMP,

Email: alison@indonesiare.co.id