Melihat sudut pandang yang berbeda akan memperkaya kita dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang tepat didasari dengan argumen-argumen dan penjelasan yang sesuai dan nantinya dapat dimengerti oleh pihak lain yang terpengaruh (dampak) atas keputusan tersebut.
Keputusan yang memberikan dampak keuntungan material pada pihak penerima keputusan tentunya akan lebih mudah bagi kita untuk menjelaskan argumen-argumen pengambilan keputusan tersebut dibandingkan dengan keputusan yang memberikan dampak ‘seolah-olah’ adanya kerugian atau kekurangan material akibat keputusan tersebut.
Dalam pengambilan keputusan klaim asuransi/ reasuransi jiwa, menjelaskan argumen-argumen pengambilan keputusan kepada pihak penerima keputusan merupakan sebuah tantangan dan aktivitas pekerjaan yang menarik untuk dihadapi, terutama pada credit life insurance yang melibatkan Lembaga Keuangan Lainnya; seperti: bank umum, bank perkreditan rakyat, leasing (sewa-beli), financing (pembiayaan), pegadaian, koperasi; sebagai pihak ke-3 yang biasanya menjadi atau selaku pemegang polis yang memiliki kepentingan untuk dapat menerima pembayaran klaim asuransi.
Beberapa pengetahuan di bawah ini memaparkan kondisi latar belakang dan sudut pandang terhadap klaim asuransi jiwa dilihat dari sisi perusahaan asuransi jiwa dan Lembaga Keuangan Lainnya.
1. Loss Ratio vs Non Performing Loan
Definisi
‘Loss Ratio’: rasio perbedaan antara premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan klaim yang diselesaikan oleh perusahaan asuransi. Loss ratio adalah total kerugian yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi dalam bentuk klaim (The difference between the ratios of premiums paid to an insurance company and the claims settled by thecompany. Loss ratio is the total losses paid by an insurance company in the form of claims).
‘Non Performing Loan’: sejumlah uang yang dipinjam di mana debitur tidak melakukan pembayaran yang dijadwalkan untuk setidaknya 90 hari (a sum of borrowed money upon which the debtor has not made his or her scheduled payments for at least 90 days).
Melihat dari kondisi kepentingan terhadap Non Performing Loan (NPL), Lembaga Keuangan Lainnya sebagai Pemberi Kredit atau Creditor selaku Pihak Ke-3 boleh tidak mau atau ikut tidak setuju bila ada penolakan klaim asuransi. Oleh karena bila terjadi penolakan klaim maka potensi terjadinya NPL akan sangat besar dan akan mempengaruhi tingkatkesehatan Lembaga Keuangan Lainnya tersebut. Negara; dalam hal ini Bank Indonesia membatasi nilai NPL yang diperkenankan untuk sebuah Bank dan akan memberikan‘warning’ bahkan hukuman bila melewati batas nilai tertentu.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 15/2/BPI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional bahwa Bank akan berada dalam pengawasan intensif jika bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dengan memenuhi salah satu kriteria, antara lain adalah rasio kredit bermasalah (non performing loan) yang secara netto lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit.
Perusahaan asuransi dengan tingkat Loss Ratio yang tinggi dan Lembaga Keuangan Lainnya dengan tingkat NPL yang tinggi, masing-masing keduanya membahayakan tingkat kesehatan perusahaan. Sedangkan keduanya dapat merupakan sebab dan akibat dari salah satu untuk keduanya tersebut, yaitu Perusahaan Asuransi dan Lembaga Keuangan Lainnya.
2. Fresh Money vs Mortgage (collateral) Sale
Sumber pendapatan yang berasal dari pembayaran klaim asuransi atas nilai kredit para nasabahnya dapat dikatakan sebagai dana segar (fresh money) bagi Lembaga Keuangan Lainnya. Karena pada angka pembayaran klaim asuransi tersebut sudah memuat nilai keuntungan yang telah diasumsikan, tidak termasuk bunga dan denda. Dibandingkan dengan pembayaran klaim asuransi yang gagal dibayarkan (atau ditolak pengajuan klaimnya), maka keharusan
Lembaga Keuangan Lainnya untuk segera menjual agunan atau ‘collateral’ tentulah menjadi jalan keluar. Namun tidak seperti pembayaran klaim yang bersifat fresh money, penjualan agunan tidaklah mudah dan perlu waktu. Oleh karena sifatnya yang demikian maka pada kurun waktu tertentu saat Lembaga Keuangan Lainnya mengalami kesulitan, penjualan collateral dituntut untuk dilakukan secara cepat, sehingga faktor harga jual collateral dapat mengakibatkan kerugian karena harus dijual lebih murah.
3. Indemnity vs Mortgage (collateral) Under Value
Pembayaran klaim asuransi selayaknya didasarkan pada besaran nilai kerugian yang diderita atau ‘indemnity’. Pembayaran klaim asuransi dapat menjadi faktor keuntungan ‘tambahan’ bila ternyata nilai agunan berada di bawah nilai pasar atau dengan kata lain pembayaran klaim asuransi lebih besar dibandingkan nilai agunan yang dimiliki nasabah tertanggung.
4. Underwriter vs Credit Analyst
Yang tak kalah penting dari berbagai macam pertimbangan ‘acceptance’ atau penerimaan bisnis perusahaan asuransi dan Lembaga Keuangan Lainnya adalah pertimbangan ‘risk selection’ dan ‘risk management’ dari seorang Underwriter perusahaan asuransi dan seorang Credit Analyst perusahaan tersebut. Underwriter dan Credit Analyst haruslah memperhitungkan dengan memandang sisi pada keduanya, yaitu dari sisi perusahaan asuransi atas seleksi risiko (serta klausula-klausula) yang diberikan kepada tertanggung, dan dari sisi perusahaan Lembaga Keuangan Lainnya atas seleksi pemberian kredit untuk para nasabahnya, dimana nasabah dan tertanggung adalah orang yang sama dengan kelas risiko yang seharusnya sama. Seorang Underwriter tidak semestinya memandang penerimaan bisnis dari sudut pandang asuransi saja, juga dengan seorang Credit Analyst tidak semestinya memandang penerimaan bisnis dari sudut pandang Lembaga Keuangan Lainnya dimana dia bekerja.
Dihubungkan dengan point 3. di atas, Credit Analyst tidak akan memberikan pinjaman lebih daripada nilai agunan, dan tentunya Underwriter pun tidak akan memberikan nilai uang pertanggungan lebih daripada nilai pinjaman sebagai dasar nilai risiko asuransi.
Mudah-mudahan pencerahan di atas dapat memperkaya kita untuk dapat memberikan argumen-argumen yang jelas sehingga dapat mengambil keputusan secara tepat.
(Reinfokus edisi I, tahun 2014).