14 December 2016 5268

Refleksi Renewal 2012 dan Menatap Renewal 2013

Amir M. Lumbantobing, SE.Ak., ACII
Fitris Dinarwan

 

Kejadian-kejadian bencana katastropik pada menjelang Renewal tahun 2012 menjadikan reasuradur harus berhitung ulang dengan kebijakan underwritingnya. Hal ini tercermin pada kondisi Renewal Treaty tahun 2012.

Hard Market pada pasar reasuransi terjadi di seluruh belahan dunia, baik benua Eropa, Amerika, Afrika maupun Asia. Khusus Asia Tenggara, Thailand yang menyumbangkan salah satu loss terbesar (saat ini diperkirakan lebih dari USD10 Milliar) merasakan dampak Hard Market yang sangat berat. Walaupun tidak seberat Thailand dan tidak terdapat kejadian katastropik yang signifikan, namun Indonesia pun tetap terkena imbasnya.

Sebagaimana kita maklumi bersama, perhitungan model katastropik hampir selalu merujuk kepada return period sekian tahun, puluhan tahun, hingga ratusan tahun untuk sekali kejadian. Atas dasar ini, rasanya kondisi Hard Market pada pasar reasuransi akan berlangsung dalam beberapa tahun. Sehingga untuk renewal tahun 2013 tampaknya kebijakan Hard Market akan tetap dipertahankan mengingat reasuradur yang masih membutuhkan recovery. Penulis beranggapan beberapa hal di bawah ini perlu untuk didiskusikan dalam persiapan memasuki renewal 2013 mengingat kedudukannya yang cukup penting di dalam manajemen portofolio reasuransi.

Event limit

Sejak beberapa tahun terakhir treaty sudah menerapkan event limit. Sekilas hal ini kelihatan demi kepentingan Reasuradur namun jika dicermati Asuradur juga mendapatkan manfaat dari stabilitas portofolio katastropik. Dalam rezim harga yang sangat kompetitif seperti saat ini ditambah lagi dengan frekuensi cat event yang meningkat tampaknya semua pihak di industri (re)asuransi harus mengambil langkah-langkah untuk menurunkan ataupun menyeimbangkan eksposur katastropik (diperbandingkan dengan kecukupan premi). Hal ini sangatlah logis jika kita menjaga kelangsungan bisnis jangka panjang mengingat kelangsungan hidup reasuradur baik lokal maupun luar Negeri juga dibutuhkan oleh Asuradur. Penurunan kapasitas katastropik oleh Reasuradur memberikan sinyal kuat kepada Asuradur untuk menata kembali eksposur katastropiknya.

Menurut kami atas dasar pemikiran di atas maka kita melihat bahwa telah terdapat kesamaan policy antara Reasuradur Luar Negeri dengan Reasuradur Lokal. Hal ini terutama dalah penerapan Event Limit untuk katastropik yang mulai diterapkan pada Treaty renewal tahun 2012. Indonesia sebenarnya telah menerapkan terlebih dahulu pada penerapan event limit, namun khusus flood, sementara untuk gempa bumi belum diterapkan.

Sementara luar negeri, telah lebih dulu menerapkan event limit untuk gempa bumi sementara flood belum. Kondisi yang berbeda antara reasuradur lokal dan luar ini menemukan titik persamaannya pada renewal treaty tahun 2012 kemarin. Reaksi Reasuradur Internasional terhadap kejadian flood Thailand sangat drastis. Namun bisa dipahami mengingat Reasuradur regional yang suffer oleh katastropik tidak hanya di Thailand, namun sebelumnya di Jepang, Australia dan Selandia Baru. Treaty Proportional Thailand saat ini dapat dikatakan tidak memiliki cover untuk risiko natural catastrophe. Renewal Treaty tahun 2013 sepertinya masih akan meneruskan kebijakan event limit ini.

Apakah reasuradur lokal akan meniru kebijakan mengecualikan natural catastrophe pada treaty proportional seperti di Thailand? Saat ini mungkin belum namun jika frekuensi dan severity cat event terus meningkat mungkin saja suatu hari nanti Non-Proporsional menjadi suatu keharusan. Reasuradur dan Asuradur harus sama-sama mempersiapkan diri. Asuradur harus menjaga keseimbangan eksposure dan premi sementara Reasuradur harus mempersiapkan diri untuk meningkatkan kapasitas penutupan bisnis excess of loss.

Diskusi ini membawa kita kepada pemikiran bahwa portofolio treaty di dalam negeri yang sangat didominasi oleh treaty proporsional suatu saat akan mengalami perubahan. Saat ini Portofolio reasuradur lokal sangat didominasi oleh treaty proporsional. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan portofolio reasuradur luar negeri yang non-proportional minded.

Saat ini boleh dikata reasuradur luar hanya memberikan treaty proportional-nya kepada klien/ceding company yang sudah punya hubungan yang cukup lama, itupun tetap menjaga portfolionya yang tidak besar, bahkan cenderung mengurangi. Namun jika treaty non-proportional, mereka siap dengan memberikan kapasitas yang tinggi, tentunya dengan harga yang sesuai. 

Mengapa kondisi portfolio reasuradur luar negeri tidak atau belum diadopsi oleh reasuradur lokal? Salah satu faktor penyebabnya adalah masalah kapasitas reasuradur lokal yang masih terbatas untuk men-support dalam jumlah yang signifikan untuk menjadi leader. Hal lain lagi adalah pada reasuradur lokal yang masih terlihat kurang percaya diri dalam memberikan quotation excess of loss treaty.

Namun kondisi ini akan berubah walaupun tidak dalamm waktu dekat karena arahnya sudah terlihat. Reasuradur lokal sudah terkena cukup dalam oleh kerugian treaty proporsional dan saat ini sedang berupaya meningkatkan portfolio treaty non-proportional.

Sanction clause

Sanction Clause akan tetap diterapkan pada renewal mendatang. Tidak terdapat gejala dari pelaku reasuransi global untuk mengubah kebijakan ini. Sanction Clause yang merupakan klausula pendukung penerapan hukum internasional akan diterapkan tidak hanya pada bisnis Marine namun juga Properti dan Aviation. Asuradur dan reasusadur harus menjaga agar portofolionya tidak terekspose dengan ekposure negara-negara yang terkena sanksi.

Kewajiban melaporkan akumulasi eksposure katastropik/Accumulation control Clause

Reasuradur mengalami “kenaikan” eksposure sejak diterapkannya kebijakan ini kendati masih terdapat beberapa ceding company yang tidak dengan segera menyampaikan Laporan Accumulation Exposure sebagaimana ditentukan di dalam treaty. Untuk menghindari dispute di kemudian hari sebaiknya ceding company menyampaikannya dengan tertib. Reasuradur sangat terbantu di dalam mengukur besarnya ekposure katastropik yang dimilikinya sehingga dapat membeli proteksi retrosesi yang tepat sesuai dengan kebutuhan yang tentunya juga memberikan kenyamanan kepada ceding company.

Profit commission

Berbeda dengan kebijakan akseptasi treaty di pasar internasional yang cenderung untuk melakukan cherry picking, maka kebijakan di pasar lokal masih menerapkan Across the Board (ATB) pada seluruh class of business (COB) di dalam akseptasi treaty. Terdapat issue yang perlu untuk didiskusikan yakni mengenai penerapan Profit Commission (PC). Reasuradur akan membagi sebagian dari keuntungan yang diperolehnya kembali kepada ceding company. Jika bisnis lagi untung maka ceding company mendapatkan tambahan income dari reasuradur sebagai bentuk reward atas pemberian bisnis yang menguntungkan. Namun jika bisnis lagi rugi, biasanya ceding company tidak akan ikut menanggung kerugian yang diderita oleh reasuradur, kecuali diterapkan Loss Participation Clause (LPC).

Sebenarnya kebijakan ATB memberikan kerentanan kepada reasuradur untuk mengalami situasi kerugian yang dapat dilukiskan sebagai “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Bisa saja reasuradur mendapatkan keuntungan pada salah satu COB tertentu namun mengalami kerugian pada COB lain dan bahkan mengalami rugi secara keseluruhan portofolio mengingat COB yang rugi jauh lebih besar daripada COB yang untung. Ironisnya tetap saja reasuradur harus membayar profit commission untuk COB yang surplus. Hal ini menambah sisi kurang menguntukan dari treaty proporsional yang dialami oleh reasuradur lokal. Maka menjadi diskusi dan alternatif bagi reasuransi lokal, menerapkan kebijakan cherry picking seperti reasuradur luar negeri, atau tetap kebijakan ATB namun penerapan Profit Commission yang antar lintas COB yakni penerapan Profit Commission berdasarkan portofolio bisnis per-ceding company sehingga pemberian reward kepada ceding menjadi lebih fair.

Penutup

Masih ada waktu beberapa bulan untuk melakukan persiapan renewal treaty tahun 2013. Hemat kami tulisan ini juga tidak terlalu dini untuk disampaikan mengingat begitu cepatnya waktu berlalu. Rasanya baru kemarin selesai renewal treaty 2012 dan sekarang sudah mulai memasuki waktu persiapan menjelang renewal 2013. Masih ada event-event seminar pertemuan asuransi dan reasuransi yang akan lebih mengerucutkan bagaimana arah kebijakan pasar renewal yang akan datang, namun rasanya kondisi hard market masih akan menjadi background pembahasan term dan kondisi renewal 2013.

 

 

(Reinfokus edisi II, tahun 2012)

Penulis

Amir M. Lumbantobing, SE.Ak., ACII

Email: amir@indonesiare.co.id