18 December 2016 7283

Masalah-Masalah yang dapat Timbul pada Asuransi Penyakit Kritis dan Cara Mengatasinya

Asuransi ini berasal dari Afrika Selatan pada 1983 dan dengan cepat menyebar ke negara-negara lain. Awalnya hanya ada 4 (empat) jenis penyakit saja yang di-cover yaitu Kanker, Miokard Infark, Stroke, dan Operasi jantung koroner. Asuransi ini kemudian berkembang menjadi puluhan penyakit dan bahkan saat ini mencakup juga penyakit stadium awal. Saat ini total premium tahunan diseluruh dunia mencapai 20 milyar Euro dan lebih dari setengahnya berasal dari Asia terutama Korea selatan, China, Malaysia dan Singapura.

Meskipun Asuransi Penyakit kritis ini menuai kesuksesan, ternyata kemudian muncul beberapa masalah. Masalah pertama adalah Perkembangan teknologi kedokteran, program skirining, prosedur diagnosis dan prosedur operasi yang mutakhir dapat menyebabkan meningkatnya angka kejadian suatu penyakit. Perkembangan ini dapat meningkatkan jumlah klaim dan klaim yang terjadi pada tahun awal polis meskipun pada saat masuk asuransi tertanggung tidak sedang menderita penyakit kritis. Masalah kedua adalah perubahan Lifestyle seperti makan makanan berlemak tinggi, tidak berolahraga, merokok dan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan meningkatnya angka kejadian dari penyakit kritis seperti jantung koroner dan kanker. Masalah ketiga adalah proses underwriting dan klaim rentan dengan human error. Kesalahan dapat terjadi saat mengambil keputusan karena underwriter tidak mengetahui seluk beluk mengenai penyakit kritis yang di-cover. Masalah keempat adalah bagaimana melakukan seleksi risiko yang baik dan informasi-informasi apa saja yang perlu diketahui untuk melakukan seleksi risiko ini.

 

Bagaimana cara meminimalkan risiko–risiko tersebut?

Pertama adalah dengan menerapkan definisi dengan mencantumkan tingkat keparahan penyakit. Sebagai contoh adalah definisi kanker yang mengecualikan kanker stadium awal dan tumor otak jinak yang mensyaratkan gejala neurology yang permanent seperti kelumpuhan yang menetap. Alasan menerapkan definisi ini adalah perkembangan dalam cara mendiagnosis suatu penyakit dan program skrining

yang dapat mengidentifikasi penderita tanpa gejala, dapat menyebabkan meningkatnya jumlah klaim apabila definisi penyakit kritis hanya berdasarkan diagnosis. Selain itu semakin berkembangnya terapi kedokteran menyebabkan beberapa kondisi yang awalnya cukup kritis menjadi tidak kritis. Sebagai contoh adalah operasi jantung koroner yang awalnya memerlukan operasi dengan membuka rongga dada, saat ini bisa dilakukan tanpa pembedahan. Definisi penyakit kritis dengan tingkat keparahan penyakit juga dapat meminimalkan risiko adanya perubahan pada Lifestyle.

Kedua adalah meningkatkan kemampuan serta kualitas pada Underwriter untuk meminimalkan adanya human error. Untuk melakukan seleksi risiko yang baik seorang underwriting tidak hanya perlu mengetahui definisi dari masing-masing penyakit kritis tersebut namun juga hal-hal penting mengenai penyakit tersebut seperti penyebab, faktor risiko dan lain-lain. Hal ini sangat penting karena risiko yang dihadapi pada penyakit kritis bukan risiko kematian namun saat tertanggung didiagnosa menderita atau menjalani terapi suatu penyakit kritis. Untuk itu seorang underwriter harus terus meningkatkan pengetahuannya mengenai penyakit-penyakit kritis tersebut.

Ketiga adalah dengan menetapkan level otorisasi dalam melakukan akseptasi suatu risiko. Level otorisasi ini dapat diberikan berdasarkan tingkat

pengalaman dari seorang underwriter. Hal ini diterapkan untuk mencegah adanya kesalahan-kesalahan dalam pengambilan keputusan. Selain itu keputasan yang diambil underwriter perlu di monitor secara berkala dan diaudit untuk melihat sumber-sumber kesalahan dan kemudian mencari

solusi untuk permasalahan tersebut.

Keempat adalah membuat form aplikasi atau pertanyaan yang cukup lengkap untuk menyeleksi risiko terjadi penyakit kritis ini dan menghindari adanya antiseleksi. Ada kemungkinan seorang yang sudah merasakan beberapa gejala penyakit, menjalani pemeriksaan laboratorium namun belum didiagnosa oleh Dokter berusaha menyimpan informasi tersebut pada saat mengajukan polis asuransi.

 

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada calon tertanggung:

  1. Pertanyaan mengenai riwayat penyakit yang pernah maupun sedang diderita oleh calon tertanggung terutama untuk penyakit-penyakit dalam daftar penyakit kritis.
  2. Pertanyaan mengenai gejala-gejala yang dirasakan oleh calon tertanggung dan mengarah ke suatu penyakit kritis seperti batuk-batuk lama, nyeri dada, benjolan dan lain-lain.
  3. Pertanyaan mengenai faktor-faktor risiko suatu penyakit kritis. Sebagai contoh obesitas, peningkatan kolesterol, kencing manis dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung.
  4. Pertanyaan mengenai riwayat penyakit keluarga yang bisa menjadi indikasi kuat kemungkinan calon tertanggung menderita suatu penyakit kritis. Beberapa penyakit kritis seperti kanker, jantung, kencing manis dapat diturunkan dari orang tua ke anak.
  5. Pertanyaan mengenai riwayat pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang atau skrining yang pernah dilakukan calon tertanggung terutama dengan hasil abnormal.
  6. Pertanyaan mengenai riwayat klaim baik itu klaim penyakit kritis, cacat tetap total maupun kesehatan.
  7. Pertanyaan mengenai pengajuan asuransi sebelumnya dan apakah diterima dengan kondisi standard, ektra premi atau ditolak.

 

 

(Reinfokus edisi III, tahun 2013)

Penulis

dr. Yudyarini Pramita Handayani, AAAIJ, FLMI, ACII

Email: mita_handayani@indonesiare.co.id