02 December 2021 3819
Reasuransi Umum

Penerapan Navigation Limit Polis H&M dalam konteks Perils of The Sea dan Kondisi Perairan Indonesia

Pada artikel ini kita mengulas navigation limit pada Polis H&M berkaitan dengan konteks perils of the sea dan kondisi perairan Indonesia. Mengapa hal ini penting untuk diketahui? Karena polis H&M sangat erat kaitannya dengan ancaman peril of the sea (bahaya – bahaya laut). Sehingga kita perlu memahami terlebih dahulu bagaimana cakupan perils of the sea dengan kondisi perairan Indonesia sehingga kita mengetahui pentingnya memperhatikan navigation limit yang diberikan dalam Polis H&M yang diterbitkan.  

Berdasarkan MIA (Marine Insurance Act) 1906 sect 3, “Maritime perils” means the perils consequent on, or incidental to, the navigation of the sea, that is to say, perils of the seas, fire, war perils, pirates, rovers, thieves, captures, seisures, restraints, and detainments of princes and peoples, jettisons, barratry, and any other perils, either of the like kind or which may be designated by the policy.

Perils of The sea dapat dikatakan sebagai certain risk/perils didalam polis H&M. Keberadaan bahaya laut itu sudah pasti ada dan mengancam keselamatan kapal. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kita mampu menghindari ancaman bahaya laut tersebut. Perlu kita cermati, dalam konteks apa perils of the sea dalam MIA yang membuat polis H&M liable atas kerugian akibat perils of the sea tersebut,
MIA 1906 - Perils of the seas.

The term “perils of the seas” refers only to fortuitous accidents or casualties of the seas. It does not include the ordinary action of the winds and waves.

Dalam menerjemahkan Perils of the sea tersebut kita perlu merujuk kembali pada beberapa case law yang telah memberikan gambaran bagaimana definisi dari perils of the seas.
  1. CCR Fishing Ltd, v Tomenson Inc, Mahkamah Agung Kanada mencoba mendefinisikan elemen penting yang membentuk perils of the seas yaitu “fortuity” dan “of the sea”. Dari case law ini, kita dapat mengatakan bahwa perils of the sea merupakan peristiwa yang sepenuhnya tidak terduga “fortuity” dan terjadi di laut “of the sea”.
  2. Thames and Mersey Insurance Co v Hamilton, Fraser & Co ('The Inchmaree'), Lord Bramwell, mendefinisikan perils of the seas adalah setiap keadaan yang tidak disengaja bukan akibat ordinary wear and tear, delay, atau tindakan tertanggung, yang terjadi selama pelayaran kapal, dan selama aktivitas yang berkaitan dengan pelayaran, dan mengakibatkan kerugian terhadap pokok pertanggungan.
  3. Susan Hodges, dalam buku The Law of Marine Insurance, 1996. Pengadilan telah berusaha untuk menarik garis antara “perils of the sea” dan bahaya lain seperti unseaworthiness, negligence, ordinary wear and tear, barratry, willful misconduct, dan lain – lain. Memang tidaklah mudah dalam membedakan apakah sebuah perils of the sea benar – benar terjadi atau justru dipengaruhi oleh kondisi kapal yang ada seperti contoh masuknya air laut dapat dengan sengaja digiring ke dalam kapal dengan atau tanpa sepengetahuan pemilik kapal, bisa dikarenakan adanya kelalaian awak kapal yang membiarkan valve atau hole terbuka yang seharusnya ditutup dan bisa juga dikarenakan kondisi kapal itu sendiri yang tidak sesuai karena ordinary wear and tear, latent defect dan unseaworthy.
  4. The 'Miss Jay Jay' menjelaskan bahwa kata “ordinary” merujuk pada kata “action” dan bukan “angin dan ombak”. Sehingga ordinary wind and waves juga dapat menjadi perils of the sea. Dalam kasus 'The Miss Jay Jay' di Australia merumuskan catatan meteorologi terkait kisaran kondisi cuaca yang dihadapi oleh sebuah kapal selama pelayaran sebagai berikut antara lain
  1. Cuaca buruk yang tidak normal (abnormally bad weather),
  2. Cuaca buruk (adverse weather),
  3. Cuaca yang mendukung (favourbale weather),
  4. Cuaca yang sempurna (perfect weather).

Favourable weather dan perfect weather ternyata tidak mungkin merupakan perils of the sea. Jika kerugian terjadi selama dua jenis cuaca ini, kita perlu melihat beberapa penyebab lain seperti unseaworthiness, wear and tear, dll. yang lebih mungkin menjadi penyebab kerugian tersebut. Sedangkan abnormally bad weather dan adverse weather dapat diterima sebagai perils of the sea. Yang penting untuk diperhatikan yaitu bagaimana tingkat prakiraan cuaca berhasil meramalkan dua kondisi tersebut. Abnormally bad weather dan adverse weather dapat dikatakan berada di luar kondisi “perils of the sea” jika dapat diramalkan secara wajar selama pelayaran kapal.

Dari pemaparan diatas, kita dapat mengetahui bagaimana aplikasi perils of the seas berdasarkan case law yang ada. Dapat dirangkum bahwa perils of the seas merupakan kejadian yang tidak terduga atau tidak diperkirakan (fortuity) yang terjadi di laut berkaitan dengan extraordinary action dari winds and waves yang terjadi secara tiba – tiba atau tidak dapat diramalkan yang dialami oleh kapal, dimana kejadian  itu murni terjadi dan tidak ada kontribusi dari adanya ordinary wear and tear, delay, unseaworthiness atau tindakan tertanggung, yang terjadi selama pelayaran kapal, dan selama aktivitas yang berkaitan dengan pelayaran.

Selanjutnya, kita perlu mengenali bagaimana perairan di Indonesia.

renny-1

Gambar Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia
(Sumber Jurnal Teknik BKI, 2017)


Gambar diatas memperlihatkan Daerah Pelayaran Kawasan Indonesia. Kita perlu memahami bagaimana karakteristik perairan di Indonesia itu sendiri. Dikutip dari Jurnal Teknik BKI terbitan tahun 2017 yang berjudul “Development Of Rules-Regulations For Ship Intended Sail In Domestic Indonesian Waterways: Ship’s Service Area”  bahwa berdasarkan penjelasan analisis statistika di  perairan Indonesia, didapatkan +51.1% kondisi tinggi gelombang signifikan perairan Indonesia dalam rentang 1.5 meter hingga 3.5 meter, 47.25% memiliki tinggi gelombang signifikan diatas 3.5 meter serta rata rata tinggi gelombang 3.74 meter. Hasil analisa statistika tersebut menggunakan data hind-cast yang diunduh dari European centre for medium-range weather forecasts (ECMWF). Variabel data primer yang digunakan adalah tinggi gelombang signifikan (significant wave height, HW) serta periode gelombang rata rata (mean wave period, TW). Data diambil dari pengukuran sepanjang 1979 hingga 2014 dalam 4 kali periode pengambilan dalam satu hari yaitu pukul 00.00, 06.00, 12.00 dan 18.00. Dari hasil pengukuran tersebut, didapatkan sebaran tinggi gelombang di perairan Indonesia dapat dilihat pada gambar dibawah,
 
 renny-2

Gambar Sebaran Tinggi Gelombang Perairan di Indonesia.
(Sumber Jurnal Teknik BKI, 2017)

 

Perils of the Sea berkaitan dengan karakteristik kondisi perairan dalam konteks “ordinary action  of the winds and waves”. Dengan mengetahui bagaimana karakteristik kondisi perairan di Indonesia, tentunya kita dapat memahami konteks “ordinary action of the winds and waves” yang berlaku di Indonesia. Kita sering dihadapkan oleh kasus – kasus klaim yang menyatakan penyebab klaim tersebut adalah cuaca buruk, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana “action of the winds and waves” yang terjadi saat klaim tersebut terjadi, apakah masuk dalam konteks ordinary kondisi perairan Indonesia sebagaimana hasil penelitian BKI tersebut. Apakah sebenarnya ada wear and tear, unseaworthiness dan sebagainya yang terjadi pada kapal?? Hal inilah yang perlu diidentifikasi lebih lanjut,

Dikarenakan Perils of the sea berkaitan dengan karakteristik kondisi perairan, maka penting bagi kita sebagai Hull and Machinery Underwriter dalam memperhatikan pemberian navigation limit dalam polis. Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir ancaman perils of the seas dalam H&M insurance adalah dengan memberikan navigation limit sesuai dengan daerah pelayaran yang diijinkan oleh otoritas disamping juga perlu memastikan bahwa kapal benar – benar seaworthy.

Kapal yang berlayar diluar dari daerah pelayaran yang diijinkan atau diluar dari kapasitas berlayarnya maka akan mempengaruhi keselamatan kapal dan muatan yang dibawanya. Kapal – kapal dibangun dengan kapasitas dan design tertentu, memiliki peruntukan yang jelas terkait dimana daerah pelayarannya. Sehingga akan sangat beresiko jika navigation limit yang diberikan oleh  polis H&M melebihi daerah pelayaran yang diijinkan dengan alasan apapun, karena ancaman perils of the seas justru akan semakin meningkat dan tidak menguntungkan perusahaan asuransi yang menanggung kerugian yang timbul jika kapal mengalami accident.
Untuk mengetahui daerah pelayaran kapal yang diijinkan, kita dapat mengacu pada sertifikat kapal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pehubungan Darat/Laut didalam sertifikat keselamatan konstruksi kapal. Dan juga, daerah pelayaran kapal yang diijinkan dapat dilihat pula pada sertifikat klasifikasi kapal yang diterbitkan oleh Badan Klasifikasi Kapal.

Tabel Daerah pelayaran mengacu pada peraturan BKI (seagoing vessel),

 
Notasi Daerah Pelayaran Keterangan
  Samudera Untuk pelayaran samudera bebas tanpa batas.
P Samudera Terbatas Samudera terbatas, dengan syarat jarak terdekat ke pelabuhan perlindungan dan jarak dari pantai tidak melebihi 200 mil laut, atau pelayaran di perairan Asia Tenggara, Laut Tengah, Laut Hitam, Laut Karibia dan laut lain yang sama kondisinya.
L Lokal Pelayaran sepanjang pantai, dengan syarat jarak terdekat ke pelabuhan perlindungan dan jarak dari pantai tidak melebihi 50 mil laut, serta untuk pelayaran dalam laut tertutup, seperti perairan Kepulauan Riau dan perairan lain yang sama kondisinya.
T Tenang Pelayaran perairan tenang, teluk, pelabuhan atau perairan yang sama dimana tidak terdapat ombak yang besar.
D Dalam Untuk kapal yang hanya digunakan di perairan pedalaman.
 

renny-3

Gambar Sebaran Daerah Ijin Pelayaran
(Sumber Jurnal Teknik BKI, 2017)

 
Menurut Peraturan Pemerintah no 31 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, Pasal 88, Berdasarkan kondisi geografi dan meteorologi ditetapkan daerah pelayaran sebagai berikut
 
  1. Daerah pelayaran semua lautan adalah daerah pelayaran untuk semua laut di dunia.
  2. Daerah pelayaran Perairan Indonesia adalah laut teritorial lndonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalaman.
  3. Daerah pelayaran lokal adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan radius 750 (tujuh ratus lima puluh) mil laut dari suatu Pelabuhan tujuan. Jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan Pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim.

Jika Pelabuhan tujuan dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu.
 
  1. Daerah pelayaran terbatas adalah daerah pelayaran yang meliputi jarak dengan radius 100 (seratus) mil laut dari suatu Pelabuhan tujuan. Jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan Pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim.

Jika Pelabuhan tujuan dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai awak pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas Iuar dari perairan wajib pandu.
 
  1. Daerah pelayaran pelabuhan adalah perairan di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.
  2. Daerah pelayaran perairan sungai dan danau adalah perairan sungai, danau, waduk, kanal, terusan dan rawa.

Penting untuk diperhatikan supaya navigation limit yang diberikan tidak terlalu luas dan tidak melebihi kemampuan kapal tersebut. Jika memberikan navigation limit yang luas bahkan melebihi peraturan dan kemampuan kapalnya, maka hal ini justru meningkatkan probability terjadinya loss tidak hanya terhadap kapal tapi juga terhadap muatan yang dibawa, dan akan memberikan kerugian sendiri bagi kita sebagai penanggung risiko. Sehingga kita perlu memastikan navigation limit adalah merujuk pada ship safety construction certificate atau BKI Class certificate.



Daftar pustaka:
  1. Hodges, Susan. 1996. The Law of Marine Insurance. London : Routledge-Cavendish.
  2. Marine Insurance Act 1906.
  3. Kurniawan Mohammad Arif, Prasetyo Fredhi Agung, dan Komariyah Siti. 2017. Development Of Rules-Regulations For Ship Intended Sail In Domestic Indonesian Waterways: Ship’s Service Area. Jakarta : Jurnal Teknik BKI.
  4. Peraturan Pemerintah No 31 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran.
  5. Wan Talaat, Wan Izatul Asma. 2003. Perils Of The Sea: A Conclusive Definition. The Journal of the Malaysian Bar.
 
 

Penulis

Renny Rahmadi Putra, S.T., AAAIK, CRMO, ICMarU

Email: putra@indonesiare.co.id