Sumber : https://pixabay.com
Sejak Otoritas Cina mengkonfirmasi bahwa mereka telah mengidentifikasi sebuah virus baru yang bernama novel coronavirus (2019-nCoV) di tanggal 7 Januari 2020. Hingga pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan COVID-19 (Novel corona disease) sebagai pandemic, atas apa yang terjadi saat ini patutlah kita mewaspadai akan penyebaran dan dampak yang ditimbulkan oleh virus corona tersebut. Dampak virus ini sangat besar, tidak hanya dampak terhadap kesehatan saja, tetapi juga dampak terhadap finansial dan sosial secara keseluruhan.
Dikutip dari Data McKinsey, Dalam analisis terhadap 186 negara, didapat bahwa Cina adalah tujuan ekspor terbesar untuk 33 negara dan sumber impor terbesar untuk 65 negara, dengan share terhadap perdagangan komoditas dunia sebesar 11.4% di tahun 2017. Lantas dengan kondisi tersebut, Keberadaan COVID-19 di Cina berdampak sangat besar terhadap jalannya rantai perdagangan dunia itu sendiri.
Perdagangan dunia, sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar komoditasnya diangkut melalui transportasi laut yang mana dikelola oleh Perusahaan pelayaran. Berdasarkan data International Chamber Of shipping, Industri Pelayaran bertanggung jawab atas pengangkutan komoditas sekitar 90% dari total perdagangan dunia. Sehingga, kemunculan COVID-19 sangat berimbas terhadap Industri Pelayaran saat ini. Jika ditelisik lebih lanjut lagi, imbas COVID-19 tidak hanya ke Industri Pelayaran saja, tapi akan mempengaruhi bisnis kita juga (asuransi).
COVID-19 mengakibatkan berkurangnya volume pengangkutan dan utilisasi kapal tidak optimal. Dikutip dari ship-technology, saat ini perusahaan pelayaran telah membatalkan 21 pelayaran untuk rute perdagangan AS - Asia Pasifik dikarenakan rendahnya permintaan pengangkutan komoditas di Cina. Pembatalan tersebut merupakan tambahan dari 66 pembatalan yang telah terjadi selama Tahun Baru Imlek 2019. Sedangkan untuk rute perdagangan Asia - Eropa, terdapat 61 pelayaran yang dibatalkan, sehingga mengakibatkan pengurangan kapasitas sebesar 151.000 TEU.
Beberapa perusahaan pelayaran besar sangat terpukul akibat munculnya COVID-19, seperti Maersk dan Hapag Lloyd. Maersk sekitar 30% dari volume pengiriman tahunannya berasal dari operasional di Cina dan Hapag Lloyd sekitar 25% dari pendapatan grup disumbangkan dari operasional di Cina. Keduanya baik Maersk dan Hapag Lloyd terancam kehilangan bisnis itu.
IMO (International Maritime Organization) yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan pelayaran Internasional, telah mengesahkan beberapa surat edaran dalam menyikapi COVID-19, sebagai berikut :
Sumber : IMO- Circular Letter No.4204/Add.4 Sumber : IMO- Circular Letter No.4204/Add.4
Sumber : IMO- Circular Letter No.4204/Add.4
Sejauh ini, IMO mengambil langkah untuk mencegah penyebaran virus corona agar tidak semakin meluas. Campaign terkait tindakan pencegahan coronavirus, saat ini masih dirasa sebagai langkah tepat. Hal ini dilakukan agar pelabuhan dan pelayaran dunia dapat terus beroperasi. Bayangkan jika pelabuhan tutup total, seberapa besar dampak kerugian yang akan terjadi. Langkah ini masih akan terus terupdate menyesuaikan kondisi yang terjadi nantinya.
Beberapa negara telah melakukan pembatasan pelabuhan untuk menekan penyebaran COVID-19 seperti Cina, Jepang, Amerika Serikat, Singapore, Australia, Turki dsb. dikutip dari Ship-technology. Di Singapore, Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) melakukan screening temperatur di seluruh pintu pemeriksaan laut Singapore termasuk terminal ferry dan cruise, serta pendatang yang memiliki history perjalanan dari Hubei atau memliki passport PRC (People's Republic of Cina) yang disahkan di Hubei akan dilarang masuk bahkan dilarang transit di Singapore. Di Turki, Turki telah mengambil langkah-langkah untuk menekan penyebaran COVID-19 dengan pembatasan kapal pesiar dari pelabuhan Cina agar tidak berlabuh di negara itu. Kapal kargo telah diizinkan untuk berlabuh tetapi harus menjalani pemeriksaan ketat. Turki telah menempatkan 33 pusat pemeriksaan kesehatan di berbagai pelabuhan untuk melakukan screening. Bahkan, seluruh pelabuhan utama di dunia telah menerapkan periode karantina 14 hari untuk kapal yang datang dari atau transit melalui Cina. Kapal yang datang dari Cina disyaratkan untuk mendeklarasikan kesehatan kru dan penumpang sebelum sandar.
Pembatasan Pelabuhan – pelabuhan tersebut sebagai upaya pencegahan virus corona, alhasil hal ini mempengaruhi rantai pengangkutan komoditas (ekspor – impor) dunia. Tak terkecuali bisnis ekspor – impor di Indonesia. Dilansir dari surat kabar bisnis.com, Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto menuturkan, “Tingkat keterisian kapal untuk kegiatan ekspor dan impor pasti turun. Pasalnya, pelayaran ekspor dan impor Indonesia masih didominasi oleh pelayaran nasional”. Terhambatnya rantai penggangkutan tersebut, secara langsung berdampak pada Industri pelayaran. Industri Pelayaran akan sepi order pengangkutan barang, biaya operasional meningkat karena adanya prosedur screening di pelabuhan tujuan yang memperpanjang waktu pelayaran, dan tentunya juga harus menjalankan surat edaran IMO.
Akan tetapi, Jika ditelisik lebih lanjut lagi, terganggunya rantai pengangkutan tak hanya mempengaruhi Industri Pelayaran saja, juga akan menimbulkan efek domino yang mempengaruhi industri lainnya, seperti Penyelesaian proyek mundur karena terhambatnya pengiriman barang, Industri manufaktur tidak beroperasi karena raw material tidak tersedia, Komoditas rusak di tengah jalan karena kedatangan kapal melebihi ETA, Maintenance kapal terhambat karena menurunnya income industri pelayaran akibat sepi pengiriman, dsb. Efek – efek domino inilah yang perlu diwaspadai pula.
Begitupun dengan Industri asuransi, beberapa produk industri asuransi umum akan terdampak juga akibat terhambatnya rantai pengangkutan barang sebagai imbas dari COVID-19, antara lain produk Asuransi Marine Cargo, Asuransi Marine Hull, Engineering, Bond dsb. Meskipun saat ini masih belum diketahui seberapa besar dampak tersebut terhadap industri asuransi. Akan tetapi, perlu mendapatkan perhatian khusus dari para Underwriter terkait risiko baru yang muncul akibat COVID-19. Sehingga Underwriter aware akan risiko dari efek domino yang ditimbulkan dan menjadi pertimbangan khusus saat melakukan akseptasi dalam beberapa produk asuransi yang terdampak.
Referensi :
2. Cina and the world - Inside the dynamics of a changing relationship, McKinsey Global Institute, July 2019.
3. International Maritime Organization (IMO), Circular Letter No.4204 add 1 - 5
4. http://www.imo.org/en/MediaCentre/HotTopics/Pages/Coronavirus.aspx
5. https://www.ics-shipping.org/shipping-facts/shipping-and-world-trade
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200211/9/1199911/insa-ekspor-dan-impor-indonesia-bisa-slow-akibat-corona-