02 July 2021 3732
Reasuransi Umum

Okupasi 2372: Minyak Esensial

r

Sumber: https://www.pharmaadda.in/top-essential-oil-manufacturers-in-india
 
Minyak esensial, atau dikenal juga dengan sebutan minyak atsiri, adalah cairan pekat yang mengandung senyawa kimia yang menghasilkan aroma atau wangi tertentu dan berasal dari tumbuhan. Tidak seperti parfum, minyak esensial dihasilkan secara langsung dari tumbuhan. Sementara, parfum adalah wewangian yang dibuat secara artifisial dan mengandung bermacam substansi, termasuk substansi bahan kimia artifisial.
 
Sifat kimia dari minyak esensial adalah sangat terkonsentrasi dan akan mudah hilang dalam suhu kamar. Walaupun disebut dengan “minyak”, secara fisik minyak esensial tidak terasa berminyak sama sekali. Penampilannya pun biasanya bening, kecuali minyak nilam, minyak jeruk dan serai yang berwarna kuning.
 
Kebanyakan orang akan menyamakan minyak esensial dengan minyak aromaterapi. Tetapi sebenarnya hanya sebagian kecil dari minyak esensial yang diproduksi digunakan untuk aromaterapi. Penggunaan lain dari minyak esensial adalah pada industri rasa dan wewangian, industri farmasi dan industri sintesis kimia. Misalnya minyak pala digunakan untuk penyedap makanan dan juga untuk membuat kosmetik. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai fiksatif dalam parfum. Artinya, minyak nilam ditambahkan ke dalam parfum untuk memperlambat penguapan minyak lain yang lebih mudah menguap sehingga aromanya akan keluar dalam jangka waktu yang lebih lama.
 
Industri Minyak Esensial di Indonesia
Sebagai negara yang kaya akan spesies tumbuhan, Indonesia merupakan tempat bagi industri minyak esensial untuk berkembang. Ada sekitar 40 jenis minyak yang diproduksi Indonesia, 12 di antaranya dikembangkan secara komersial dalam skala industri. Mereka adalah: nilam, akar wangi, kenanga, kayu putih, serai, cengkeh, cendana, pala, kayu manis, kemukus, dan merica.
 
Jumlah kapasitas produksi minyak atsiri di Indonesia bisa mencapai 5.000 – 6.000 ton per tahun dengan jumlah 3.000 pelaku usaha. Tidak mengherankan jika nilai ekspor minyak atsiri merupakan salah satu sumber devisa utama bagi Indonesia. Dalam daftar 10 komoditas potensial dari Kementerian Perdagangan, nilai ekspor minyak atsiri dan kosmetik wewangian berada di sekitar USD 580 juta hingga USD 637 juta selama periode 2011 hingga 2015 dengan negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah Amerika Serikat, Eropa, Australia, Afrika dan negara-negara di Asia Tenggara.
 
Proses Pembuatan Minyak Esensial
 
Meskipun penggunaan tumbuhan untuk sumber wewangian sudah ada sejak ribuan tahun, namun teknik dan metode yang digunakan untuk memproduksi minyak esensial pertama kali diperkenalkan oleh Al-Baitar, seorang dokter, apoteker dan ahli kimia Andalusia.
 
Proses produksi minyak esensial dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction) dan (3) penyulingan (distillation). Penyulingan atau distilasi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan minyak esensial karena penyulingan merupakan metode yang paling murah dan sederhana. Ada tiga metode distilasi berbeda yang paling banyak digunakan di Indonesia: yaitu (1) water distillation, (2) water and steam distillation dan (3) steam distillation. Masing-masing metode distilasi tersebut digunakan untuk jenis material tumbuhan yang berbeda.
 
Penyulingan atau distilasi kurang lebih sama, yaitu dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan.


v

Gambar 1. Proses Distilasi Minyak Esensial
Sumber: McGill University

 
Pertimbangan Underwriting
Minyak esensial masuk ke dalam okupasi 2372 sesuai dengan SEOJK No.6/SEOJK.05/2017. Berikut adalah gambaran loss profile dari okupasi 2372 berdasarkan data BPPDAN underwriting year 2016 hingga 2019:


Screenshot-2021-07-02-124159
Gambar 2. Loss Ratio Okupasi 2372 UY 2016 hingga 2019

 
Data tersebut menunjukan bahwa loss ratio dari okupasi 2372 ini sangat fluktuatif, dimana nilainya bisa sangat kecil mencapai 12% di tahun 2018 namun bisa tumbuh melonjak sangat tinggi bahkan mencapai nilai 538% di tahun 2019.
 
Secara umum beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melihat risiko pada okupasi ini adalah panel dan instalasi listrik, ketersediaan fire protection equipment, housekeeping yang rapi dan baik serta adanya prosedur kerja yang mengacu kepada standar nasional atau internasional seperti ISO. Selain itu, faktor underwriting lainnya yang harus diperhatikan adalah terkait dengan penyimpanan stock. Sebagian besar minyak esensial sangat bersifat flammable, terutama pohon teh, cengkeh, kemenyan, kayu putih, lavender, lemon, dan peppermint sehingga membutuhkan tindakan pencegahan ekstra saat menyimpannya.

Penulis

Swastika Utama S.Si., M.B.A., AAAIK, CRMO, CPMS

Email: swastika@indonesiare.co.id