Reasuransi Umum
Mengenali Contoh-contoh Kerusakan Fisik pada Turbin Angin
Melanjutkan artikel sebelumnya mengenai informasi-informasi mendasar mengenai PLTB, sekarang kita akan membahas untuk mengenali jenis-jenis kerusakan yang umum terjadi pada turbin angin. Turbin angin merupakan komponen yang paling kritis pada PLTB mengingat biaya yang diasosiakan pada turbin angin mencapai 64%-84% dari total keseluruhan biaya PLTB (
onshore)
[1]. Selain dari sisi biaya, paparan terhadap kerusakan fisik pada turbin angin juga sangat besar mengingat sudu turbin angin bergerak pada kecepatan tinggi dan tidak konstan serta durasi operasional yang panjang dan terpapar langsung dengan lingkungan.
Seperti yang dijelaskan pada artikel sebelumnya, terjadinya perputaran pada sudu-sudu turbin disebabkan karena adanya angin yang mengalir melalui sudu- sudu turbin tersebut. Semakin tinggi kecepatan angin, maka putaran sudu turbin pun akan semakin tinggi. Semakin tinggi kecepatan putar sudu, semakin besar juga risiko kerusakan struktur yang terekspos pada turbin angin. Untuk itu, dengan alasan keselamatan struktur sudu, kecepatan putar sudu turbin harus dibatasi.
Turbin angin memiliki suatu parameter yang disebut Cut-out Speed. Cut-out Speed merupakan kecepatan angin maksimal yang mana setelah kecepatan angin melebihi Cut-out speed, tidak lagi terjadi penambahan kecepatan putar sudu turbin dan berimbas pada tidak terjadi lagi peningkatan daya keluaran. Metode pembatasan kecepatan putar sudu turbin yang paling umum diantaranya adalah dengan melakukan pengereman saat kecepatan angin melewati Cut-out Speed, dengan menggunakan metode pitch control dan metode Stall Control. Adanya ketidakberfungsiannya sistem kontrol tersebut dapat berakibat fatal pada sudu turbin. Tanpa adanya sistem kontrol, maka dipastikan ketika kecepatan angin sangat tinggi, putaran sudu pun akan tinggi hingga melewati kecepatan yang dapat ditahan oleh struktur sudu turbin yang akhirnya menyebabkan patahnya sudu turbin.
Patahnya sudu turbin juga seringkali terjadi akibat dari terkena serangan petir. Berkaca pada industi asuransi di Jerman, sebanyak 80% klaim asuransi untuk turbin angin di Jerman berasal dari serangan petir
[2]. Kerentanan turbin angin terhadap petir disebabkan karena turbin angin menjulang tinggi di lokasi yang daerah sekitarnya tidak terdapat bangunan lain yang lebih tinggi. Sambaran petir biasanya mengarah pada sudu-sudu turbin yang menyebabkan temperatur pada sudu turbin meningkat hingga 30,000
oC dan berdampak pada ledakan ekspansi dari udara di sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan sudu turbin mengalami patah. Salah satu contoh kasus turbin angin yang tersambar petir adalah yang terjadi di Wonthaggi, Australia pada tahun 2012 seperti yang ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Turbin angin yang terkena sambaran petir
Source: https://yes2renewables.org/2012/03/23/wind-turbine-thunderstruck-at-wonthaggi/
Komponen yang tak kalah esensialnya dengan sudu turbin adalah Nachelle. Nachelle menjadi rumah bagi banyak komponen mekanik dan elektrik yang bertanggung jawab dalam proses konversi energi mekanik menjadi energi listrik. Salah satu komponen mekanik dalam Nachelle adalah bearing. Umumnya terdapat dua jenis bearing yang sering digunakan pada turbin angin. Jenis bearing yang digunakan tersebut bergantung pada jenis turbin angin yang beroperasi, yaitu modular turbine dan direct drive turbine. Perbedaan kedua jenis turbin tersebut terletak pada sistem transmisi dari sudu turbin ke generator.
Modular turbine memiliki gearbox yang terletak di antara sudu turbin dan generator. Dengan kata lain, sudu turbin tidak tersambung oleh satu poros dengan generator, melainkan dipisahkan oleh gearbox. Gearbox terdiri dari beberapa roda gigi yang saling bersinggungan satu sama lain dengan susunan tertentu. Saat sudu turbin berputar dengan kecepatan tertentu, putaran tersebut menyebabkan roda gigi pada gearbox turut berputar. Setelah melalui gearbox, kecepatan putar akan berubah. Kecepatan putar dari poros yang keluar dari gearbox akan sama besar dengan kecepatan putar generator.
Turbin angin tipe modular menggunakan bearing berjenis Spherical Roller Bearing (SRB). Susunan bearing pada turbin angin ditunjukan pada Gambar 2. Kerusakan pada SRB umumnya terjadi akibat pembebanan aksial yang berlebih pada poros dan bearing. Pembebanan aksial pada SRB diketahui memang menjadi kelemahan SRB. Salah satu penyebab terjadinya pembebanan berlebih adalah putaran sudu turbin yang berlebihan maupun terpaan angin yang kencang saat cuaca sedang buruk. Kerusakan pada SRB dan poros dapat berdampak buruk pada gearbox. Sehingga, kerusakan pada SRB dapat menyebabkan kerusakan yang massif pada turbin angin. Berdasaran riset yang dilakukan Timken Bearing, tingkat kemungkinan kerusakan pada SRB cukup tinggi dengan umur operasi dari SRB kurang dari 10 tahun. Selain itu, biaya perbaikan yang dibutuhkan tinggi.
Gambar 2. Susunan turbin angin modular beserta bearing
Source: https://www.semanticscholar.org/paper/Effect-of-spar-type-floating-wind-turbine-nacelle-Xing-CeSOS/d23cfa55e754dcb9fd3266abcbff6a17fa437997
Jenis turbin angin yang kedua adalah turbin angin direct-drive. Pada turbin angin ini, poros sudu turbin tersambung langsung dengan generator tanpa adanya gearbox. Dengan demikian, susunan turbin angin direct-drive jauh lebih sederhana dibandingkan turbin angin modular seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Turbin jenis ini menggunakan bearing dengan tipe Tapered Roller Bearings (TRB). TRB memiliki kelebihan berupa kekuatan menahan beban aksial yang lebih tinggi dibanding SRB. Kemungkinan terjadinya kerusakan pada TRB pun rendah. Namun, sekalinya mengalami kerusakan, biaya yang dibutuhkan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan riset dari Timken Bearing, kerusakan pada TRB lebih disebabkan karena faktor pada saat proses manufaktur maupun saat desain, bukan karena faktor operasional dari bearing.
Gambar 3. Susunan Turbin Angin Jenis Direct-drive
Source: https://www.pengky.cn/zz-direct-drive-turbine/direct-drive-wind-turbine-overview/direct-drive-wind-turbine-overview.html
Kegagalan pada nachelle juga bisa terjadi akibat short circuit. Seperti halnya pada peralatan elektrik lainnya, komponen elektrik yang terdapat di dalam nachelle juga rentan terhadap kegagalan akibat short circuit. Dampaknya cukup signifikan, yaitu menyebabkan kebakaran yang meluas ke seluruh struktur turbin. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Imperial College, kebakaran pada turbin angin menjadi penyebab utama kejadian loss pada turbin angin.
Risiko kegagalan pada turbin angin tidak hanya berasal dari komponen-komponen pada turbin angin, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh aspek geografis. Aspek geografis sangat menentukan kelayakan pembangunan suatu PLTB baik dari segi teknis maupun ekonomis. Contoh aspek geografis adalah kondisi tanah dari lokasi penempatan turbin angin. Tanah harus mampu menahan struktur turbin angin yang tingginya dapat menjulang hingga 80 M, seperti halnya turbin angin di PLTB Sidrap, Sulawesi Selatan. Semakin tinggi tiang penyangga, maka semakin besar pula momen yang perlu ditahan oleh tanah dan pondasinya. Momen tersebut akan semakin besar pula seiring dengan besarnya kecepatan angin. Apabila pondasi dan tanah tidak cukup kuat menahan beban dari turbin angin, maka risiko terbesar yang dapat terjadi adalah turbin angin mengalami rubuh.