15 March 2021 79858
Knowledge

Eksepsi dalam hukum perdata

Dalam proses peradilan hukum acara perdata, terdapat upaya hukum berupa tangkisan atau bantahan (objection) yang diajukan Tergugat terhadap gugatan Penggugat. Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan, Eksepsi adalah tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal- hal menyangkut syarat-syarat atu formalitas gugatan.
 
Eksepsi dapat diajukan oleh Tergugat pada saat menjawab surat gugatan Penggugat pada sidang pertama setelah gagalnya proses mediasi yang difasilitasi oleh pengadilan pertama (vide Pasal 121 ayat (2) HIR). Namun apabila Tergugat belum siap, Majelis Hakim akan memberikan kesempatan lagi pada sidang berikutnya untuk menyampaikan jawaban,
 
Eksepsi dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu Eksepsi Prosesual, Eksepsi Prosesual di Luar Kompetensi dan Eksepsi Hukum Materil.
 
Eksepsi Prosesual adalah jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan. Apabila gugatan yang diajukan mengandung cacat formil maka gugatan yang diajukan tidak sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvantkelijke verklaard). Contoh dari Eksepsi Prosesual adalah adalah eksepsi kewenangan absolut dan eksepsi kewenangan relatif. Eksepsi kewenangan absolut pada dasarnya meminta Pengadilan untuk menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara karena penggugat dinilai salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan dengan lingkup pengadilan yang berbeda yang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Misalnya perkara yang berkaitan dengan waris islam didaftarkan Penggugat di Pengadilan Umum yang seharusnya didaftarkan di Pengadilan Agama. Sedangkan Eksepsi kewenangan relatif pada dasarnya meminta Pengadilan untuk menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara karena penggugat dinilai salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan namun masih dalam lingkup pengadilan yang sama, misalnya Tergugat dalam hal ini berdomisli di Jakarta Selatan, namun gugatan diajukan di Pengadilan Jakarta Pusat, yang seharusnya gugatan tersebut diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
 
Selanjutnya Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi terdiri dari beberapa bentuk yaitu Eksepsi surat gugatan Penggugat tidak sah Eksepsi Surat gugatan Penggugat tidak sah, Surat Kuasa Khusus tidak sah, Eksepsi Error in Persona, Eksepsi Ne Bis In Idem, dan Eksepsi Obscuur Libel.
  1. Eksepsi surat gugatan Penggugat tidak sah, Eksepsi ini mempermasalahkan tidak terpenuhinya syarat formalistas gugatan Penggugat secara umum. Permasalahan yang sering muncul dalam eksepsi ini adalah menganai keabsahan pihak yang bertandatangan dalam surat gugatan atau tanggal surat gugatan lebih dahulu dibanding dengan tanggal surat kuasa sehingga dapat disimpulkan surat gugatan Penggugat tidak sah karena ditandatangani oleh kuasa yang secara hukum belum mendapat kuasa melalui surat kuasa khusus.
  2. Eksepsi Surat Kuasa Khusus tidak sah, adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal surat kuasa tidak memenuhi syarat formil yang diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, yaitu:
  1. Tidak menyatakan secara spesifik kehendak untuk berperkara di PN tertentu sesuai dengan kompetensi relatif;
  2. Tidak menjelaskan identitas para pihak yang berperkara;
  3. Tidak menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok perkara dan objek yang diperkarakan; serta
  4. Tidak mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa.
  1. Eksepsi error in persona adalah Eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak melibatkan pihak-pihak yang seharusnya dilibatkan dalam gugatan atau pihak yang ditarik dalam gugatan tidak memiliki kepentingan langsung dengan pokok gugatan.
  2. Eksepsi ne bis in idem adalah Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal perkara yang digugat oleh Penggugat sudah pernah diajukan dan sudah dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. syarat putusan melekat nebis in idem adalah: (i) Pokok perkara baru yang dituntut sama dengan pokok perkara lama yang sudah diputus, (ii) Alasan atau dasar yang didalam gugatan sama dengan perkara yang lama (iii) Diajukan oleh pihak-pihak yang sama terhadap pihak yang sama pula (iv) Hubungan hukum di antara para pihak sama dengan hukum para pihak pada perkara lama.
  3. Eksepsi Obscuur Libel, yaitu Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal isi dari gugatan Penggugat tidak jelas, Dalam 125 ayat 1 HIR jo Pasal 149 ayat 1 RBg dikemukakan bahwa gugatan yang kabur adalah gugatan yang; (i) dasar hukum gugatan tidak jelas (ii) dasar peristiwa atau fakta gugatan tidak jelas (iii) objek sengketa tidak jelas (iv) kerugian tidak dirinci (v) Petitum gugatan tidak jelas (vi) Posita dan petitum saling bertentangan.
 
Jenis Eksepsi yang terakhir adalah Eksepsi Hukum Materil. Eksepsi hukum materil dibagi dalam 2 jenis, yaitu exceptio dilatoria dan exceptio peremptoria:
  1. Exceptio dilatoria yaitu eksepsi yang dilakukan oleh Tergugat dalam hal gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan yang diajukan masih terlampau dini. Contohnya belum sampai batas waktu untuk menggugat karena telah dibuat penundaan pembayaran oleh kreditur atau berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur.
  2. Exceptio peremptoria adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat kepada Penggugat yang dapat menyingkirkan gugatan karena masalah yang digugat tidak dapat diperkarakan. Contohnya perkara yang diajukan sudah lewat waktu atau daluarsa untuk digugat (exceptio temporis), perjanjian yang dilakukan mengandung unsur penipuan (exceptio doli mali), perjanjian yang dilakukan mengandung unsur paksaan atau dwang (exceptio metus), si penggugat sendiri tidak melakukan prestasinya (exceptio non adimpleti contractus) dan sengketa yang digugat sedang proses pemeriksaan juga di pengadilan dengan nomor perkara yang berbeda (exceptio litis pendentis).
 
Demikian penjelasan singkat tentang upaya Ekseksi dalam hukum Perdata.
 
 
Referensi:
M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan”, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
 

Author

Arthur Daniel P. Sitorus, SH., AAAIK., CLA

Email: arthur@indonesiare.co.id