19 July 2021 6620
Knowledge

Penyerahan Pelaku Tindak Pidana Melalui Ekstradisi

Dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Melakukan Tindak Pidana di Negara Lain” telah menjelaskan bahwa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan tindak pidana di Negara lain tetap tunduk pada Hukum Republik Indonesia sesuai dengan asas – asas hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Lalu bagaimana prosedur menerapkan hukum Indonesia kepada WNI sebagai pelaku kejahatan yang berada di Negara lain tersebut? karena dalam hubungannya dengan pelaku kejahatan yang melarikan diri atau berada dalam wilayah negara lain, maka negara yang memiliki yurisdiksi atas pelaku kejahatan tersebut tidak boleh melakukan penangkapan dan penahanan secara langsung di dalam wilayah negara tempat pelaku kejahatan itu berada, sehingga seolah-olah pelaku kejahatan tersebut memiliki kekebalan hukum di negara tempatnya bersembunyi, maka upaya yang dapat dilakukan Pemerintah adalah melakukan ekstradisi.

Ekstradisi di Indonesia diatur selanjutnya ke dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ektradisi (“UU 1-1979”) yaitu mengatur pengertian Ekstradisi yaitu:

Penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.”

Sedangkan menurut doktrin pakar hukum Internasional yaitu L.Oppenheim menyatakan “Extradition is the delivery of an accused or convicted individual to the state on whose territory he is alleged to have committed, or to have been convicted of, a crime by the state on whose territory the alleged criminal hapens for the time to be” yang artinya bahwa ekstradisi adalah penyerahan seorang yang tertuduh oleh suatu negara di wilayah mana dia suatu waktu berada, kepada negara dimana dia disangka melakukan atau telah melakukan atau telah dihukum karena perbuatan kejahatan.

Walaupun Ekstradisi merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mewujudkan penegakan hukum di Indonesia, namun praktiknya tidak mudah bagi suatu Negara untuk melaksanakan ekstradisi dengan pertimbangan tidak ada peraturan hukum internasional yang melarang atau mewajibkan negara-negara untuk menyerahkan orang yang diminta melalui mekanisme ekstradisi. Hal Ini berpedoman pada prinsip sovereignty bahwa setiap negara memiliki otoritas hukum atas orang yang berada dalam batas negaranya.
Sehingga pelaksanaan ekstradisi akan kembali kepada karakteristik setiap Negara yang berbeda-beda dimana terdapat negara yang bersedia menyerahkan pelaku kejahatan yang diminta melalui ekstradisi tanpa diperlukannya perjanjian ekstradisi, namun terdapat juga negara yang mensyaratkan perjanjian ekstradisi harus terlebih dahulu dimiliki oleh negara peminta dengan negara yang diminta sebelum melakukan penyerahan atau ekstradisi.

Sehingga untuk mengamankan kepentingan suatu negara dan memastikan penegakan hukum atas setiap warga negaranya dapat terwujud, maka pembuatan perjanjian ekstradisi antar negara merupakan langkah yang paling tepat. Salah satu perjanjian ekstradisi yang telah dibuat dan disepakati yaitu antara Indonesia dengan Australia yang mengatur tentang mekanisme atau prosedur pelaksanaan ekstradisi serta kriteria kejahatan yang dapat dilakukan ekstradisi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah dapat melakukan penegakan hukum terhadap warga negaranya yang melakukan tindak pidana di Negara lain melalui hubungan birokrasi antar Negara secara Ekstradisi.
 

Author

Arthur Daniel P. Sitorus, SH., AAAIK., CLA

Email: arthur@indonesiare.co.id