Casualty & liability
Fungsi Sebenarnya Meterai dalam Perjanjian
Penggunaan meterai dalam suatu perjanjian atau kontrak menjadi suatu hal yang sangat umum dalam melakukan suatu transaksi. Namun kenyataannya seringkali pihak yang terlibat tidak mengetahui fungsi sebenarnya dari meterai dalam perjanjian atau kontrak yang telah dibuat. Beberapa berpendapat atau beranggapan bahwa tanpa meterai, perjanjian atau kontrak yang telah dibuat akan menjadi tidak sah dan rela membuat ulang perjanjian tersebut, bahkan ada pihak yang tidak mau memenuhi atau melaksanakan janjinya sebagaimana yang telah dituangkan dalam perjanjian dengan alasan ketidaksahannya perjanjian tersebut karena tidak dibubuhi meterai.
Perlu diketahui bahwa ada atau tidaknya meterai dalam sebuah perjanjian bukan merupakan suatu indikator yang menjadi ukuran keabsahan suatu perjanjian atau kontrak melainkan sebagai perwujudan dari kewajiban dan peran masyarakat untuk secara langsung dan bersama–sama turut dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional melalui pemungutan Bea Meterai walaupun dalam jumlah yang kecil.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1)
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (“
UU 13/1985”), fungsi atau hakikat utama Bea Meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu sehingga bukanlah merupakan ukuran syarat sah atau tidaknya suatu perjanjian atau kontrak.
Ketentuan penggunaan meterai diwajibkan bagi perjanjian atau kontrak dalam hal dijadikan alat bukti di Pengadilan. Bagi perjanjian atau kontrak yang belum dibubuhi meterai dapat melakukan pelunasan Bea Meterai yang terutang melalui prosedur “Pemeteraian Kemudian” dengan menggunakan Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak yang kemudian disahkan oleh Pejabat Pos sehingga dapat dijadikan alat bukti di pengadilan tanpa harus membuat ulang keseluruhan perjanjian atau kontrak.
Kekuatan pembuktian di pengadilan atas alat bukti berupa perjanjian atau kontrak yang dilakukan Pemeteraian Kemudian memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan perjanjian atau kontrak yang telah bermeterai pada saat pembuatan.
Perjanjian atau kontrak merupakan ranah hukum perdata, sehingga sah tidaknya suatu surat perjanjian atau kontrak tidak ditentukan oleh ada tidaknya meterai namun oleh Pasal 1320 KUH Perdata yaitu (1) kesepakatan (2) Cakap hukum / dewasa (3)Pokok persoalan tertentu (4) suatu sebab yang tidak terlarang.
Artinya meterai bukanlah ukuran yang menentukan keabsahan sebuah surat perjanjian. Jika isi suatu perjanjian atau kontrak mengandung hal yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, maka berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata perjanjian atau kontrak tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan yuridis sekalipun telah dibubuhi oleh meterai.
***