08 November 2021
8508
Knowledge
Keabsahan dan Konsekuensi Melakukan Perubahan Tanda Tangan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanda tangan adalah tanda sebagai lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri sebagai penanda pribadi (telah menerima dan sebagainya).
Lebih lanjut, tanda tangan menurut Tan Thong Kie dalam bukunya Serba-Serbi Praktik Notaris berfungsi sebagai suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penandatanganan), bahwa ia menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri (si pembuat tanda tangan), dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan.
Apakah secara hukum diperkenankan melakukan perubahan tanda tangan?
Pasal 1875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) memberikan pengaturan tentang tanda tangan seseorang, yang berbunyi:
“Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.”
Berdasarkan ketentuan 1875 KUHPer, keabsahan suatu tanda tangan berasal dari adanya pengakuan dari orang yang membubuhkan tanda tangan, sehingga seseorang diperbolehkan melakukan penggantian tanda tangan tanpa menyebabkan semua tindakan yang menggunakan tanda tangan lama menjadi batal / tidak berlaku sepanjang orang tersebut mengakui kebenaran tanda tangan tersebut.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat G.H.S. Lumban Tobing dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris yang menjelaskan:
“Salah satu kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendinge bewijsracht) yang mana dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan, akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatangani mengakui kebenaran dari tandatangannya itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan.”
Namun demikian, terdapat dokumen-dokumen penting yang perlu dilakukan pengkinian dalam hal seseorang telah melakukan perubahan tanda tangan, salah satunya Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri menyampaikan bahwa tanda tangan dalam KTP bisa diganti jika memang dibutuhkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pada dinas kependudukan dan catatan sipil setempat. Penggantian tanda tangan di KTP pada umumnya akan menyebabkan pemilik KTP harus mengubah tanda tangan pada dokumen laIN misalnya dalam dokumen perbankan dan asuransi.
Lalu bagaimana apabila seseorang menyangkal atau tidak mengakui tanda tangan sebelum perubahan?
Dalam hal seseorang menyangkal / tidak mengakui tanda tangan yang dibuatnya sebelum orang tersebut melakukan perubahan tanda tangan maka pihak yang merasa dirugikan atas penyangkalan tersebut dapat meminta pemeriksaan tanda tangan di pengadilan untuk menentukan kebenarannya, hal tersebut merujuk kepada ketentuan Pasal 1877 KUHPer yang menyebutkan:
“Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.”
Referensi:
- Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta, 2007.
- Tobing Lumban G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga: Jakarta, 1980.
Artikel