27 August 2021 24643
Pengetahuan Umum

Dapatkah Saksi Di Persidangan Dijatuhi Hukuman Pidana?

Pengertian Saksi

Pengertian saksi dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sedangkan keterangan saksi merupakan keterangan atau informasi yang diperoleh oleh seseorang atau lebih tentang suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. 

Keterangan saksi dalam satu pengadilan akan menjadi alat bukti yang sah sebagaimana dijelaskan pada KUHAP Pasal 184 yang menegaskan bahwa yang termasuk menjadi alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti dalam suatu perkara pidana apabila dilihat dari urutannya, keterangan saksi menempati posisi pertama. Kebenaran materiil yang hendak dicari dalam perkara pidana, telah menempatkan saksi sebagai alat bukti yang utama, yaitu keterangan saksi yang mendengar, melihat, dan mengalami peristiwa tersebut secara langsung sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 1 ayat 27 KUHAP. Dalam perkembangannya, saksi yang tidak mendengar mendengar, melihat, atau mengalami secara langsung suatu peristiwa tersebut akan tetapi tetap ada kaitannya dengan peristiwa tersebut juga dapat didengar sebagai saksi.

Keterangan saksi hanya akan menjadi alat bukti yang sah apabila disampaikan didepan persidangan sebagaimana seperti yang tertulis pada Pasal 185 ayat 1 KUHAP. Meskipun keterangan saksi bisa menjadi alat bukti yang sah dalam suatu pengadilan, tapi hal ini tidak serta-merta membuat keterangan saksi saja dapat membuktikan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya. Keterangan seorang saksi juga harus juga harus didukung oleh alat bukti yang lain, misalnya keterangan ahli, petunjuk ataupun keterangan terdakwa. Dan dengan adanya alat bukti pendukung ini, maka hakim pengadilan pun akan menyesuaikan keterangan-keterangan yang diberikan oleh seorang saksi tersebut  dengan bukti-bukti pendukung yang ada. 

Konsekuensi Menjadi Saksi

Seseorang dapat dijatuhi hukuman pidana apabila ia terbukti menolak menjadi seorang saksi suatu perkara yang melibatkan dirinya karena ada suatu peraturan yang mengatur seseorang apabila seorang tersebut menolak menjadi saksi. Pasal 224 ayat 1 KUHP berbunyi, 
“Barang siapa yang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru Bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.”

Bahkan dari penelusuran R. Soesilo yang dituliskannya didalam bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, ia mengatakan bahwa supaya seseorang dapat dihukum berdasarkan Pasal 224 KUHP, apabila orang tersebut harus:
1. Dipanggil menurut undang-undang (oleh hakim) untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa baik dalam perkara pidana, maupun dalam perkara perdata;
2. Dengan sengaja tidak mau memenuhi (menolak) suatu kewajiban yang menurut undang-undang harus ia penuhi, misalnya kewajiban untuk datang pada sidang dan memberikan kesaksian, keterangan keahlian, meterjemahkannya.
3. Jika seseorang yang ditunjuk menjadi saksi ternyata lupa datang ke pengdailan atau segan datang ke pengadilan, maka orang tersebut dapat dikenakan Pasal 522 KUHP.

Kesaksian atau pernyataan yang disampaikan oleh seorang saksi dilakukan diawah sumpah sesuai dengan agamanya. Ironisnya, ada saja saksi yang memberikan keterangan palsu atau menambah unsur-unsur kebohongan didalam keterangannya meskipun sudah disumpah. Keterangan palsu yang dimaksud disini adalah keterangan yang sebagian atau seluruhnya tidak benar ataupun ada ketidaksesuaian dengan bukti atau informasi yang sudah dikumpulkan oleh hakim. Maka untuk mengantisipasi keadaan tersebut, dalam Pasal 242 KUHP, diatur tentang pemidanaan bagi seorang saksi yang menuturkan keterangan palsu dengan sengaja agar saksi tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana.

Pasal 242 butir (1) dan (2) KUHP berisi;
1. Barangsiapa dalam hal peraturan perundang-undangan memerintahkan supaya memberi keterangan atas sumpah atau mengadakan akibat hukum pada keterangan, dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, dengan lusan atau dengan surat, oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu pada khususnya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun;
2. Kalau leterangan palsu atau sumpah itu diberikan dalam suatu perkara pidana dengan merugikan si terdakwa atau si tersangka, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun;

Berdasarkan uraian yang dijabarkan di atas, diketahui bahwa seorang saksi dapat dijatuhi hukuman apabila saksi tersebut terbukti menolak menjadi seorang saksi suatu perkara yang melibatkan dirinya dan/atau memberikan keterangan palsu atau menambah unsur-unsur kebohongan didalam kesaksiannya di persidangan.

Penulis

Arthur Daniel P. Sitorus, SH., AAAIK., CLA

Email: arthur@indonesiare.co.id