04 February 2020 11286

Coronavirus dan Epidemiologi

Novel Coronavirus yang dikenal juga sebagai 2019-nCov- merupakan topik pembicaraan yang paling sering muncul selama beberapa minggu terakhir ini. Hanya dalam kurun waktu beberapa minggu saja, 2019-nCov diketahui telah menyebar dengan sangat cepat ke berbagai belahan dunia. Hal ini tentunya membangkitkan kenangan buruk kita akan hadirnya infeksi SARS-CoV di tahun 2002 dan MERS-CoV di tahun 2012.

 

Sumber foto: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/summary.html

Pada November 2002, dunia dikejutkan dengan hadirnya SARS-CoV yang hanya dalam kurun waktu sembilan bulan saja telah menyebabkan infeksi pada 8.098 orang. Pada tahun 2012, saudara dari SARS-CoV yang bernama MERS-CoV kembali menggemparkan dunia dengan menyebabkan infeksi pada 2.499 kasus dengan tingkat kematian sebesar 35%. Dengan melihat data tersebut, kekhawatiran akan 2019-nCoV tentunya sangat beralasan karena Coronavirus tipe ini telah mampu menyerang 7.700 orang hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan.

Apakah sebenarnya Coronavirus ini?

 

Sumber foto: https://www.bostonherald.com/2020/01/27/five-ways-to-protect-yourself-from-coronavirus/

 Berdasarkan US Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Coronavirus pada dasarnya adalah kelompok virus yang menyebabkan penyakit pada mamalia, burung, serta beberapa spesies hewan lainnya seperti kelelawar dan unta. Coronavirus pada awalnya tidak memiliki kemampuan untuk menginfeksi manusia, hingga pada awal tahun 2000-an, Coronavirus berevolusi dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi manusia dan kemudian memungkinkan terjadinya transmisi antar manusia ke manusia. Dengan tingginya tingkat penyebaran dan mortalitas 2019-nCoV, sudah sepatutnya World Health Organization (WHO) menetapkan status darurat kesehatan global.

2019-nCoV perlu disikapi dengan serius oleh pemerintah dari seluruh dunia. Pemerintah Tiongkok bahkan mengambil langkah berani untuk membatasi mobilitas penduduk, termasuk dengan penutupan transportasi, untuk mencegah penyebaran 2019-nCoV lebih lanjut. Tidak pernah dalam sejarah penyakit manapun, sebuah negara sampai menutup 14 kotanya dan membuat lebih dari 56 juta warganya –termasuk para warga negara asing (WNA)- terperangkap di dalamnya.

 

Sumber foto: https://www.ft.com/content/1434a7ae-3d92-11ea-b232-000f4477fbca

Tidak hanya Pemerintah Tiongkok yang bertindak. Pemerintah dari berbagai negara sedang memutar otak bagaimana cara untuk membantu warga negaranya masing-masing. Evakuasi tentu bukan langkah yang mudah, karena akses antar kota memang ditutup untuk membatasi risiko penularan. Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri memilih untuk menyalurkan logistik bagi warga negaranya yang terjebak di Wuhan dan sekitarnya.

Saat ini, selain memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi wabah 2019-nCoV ini, kita juga harus menarik pembelajaran bahwa setiap negara memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi era epidemik penyakit. Amerika Serikat yang pada Juli 2019 kemarin telah meluncurkan Undang-undang Kesiapan Pandemik dan Kegawatdaruratan Lainnya pun tetap tidak bisa berbuat banyak untuk mengevakuasi warga negaranya dari Tiongkok. Hal tersebut seharusnya membuat kita sadar kalau Indonesia harus memiliki sistem kesiapan epidemik dan pandemik yang dipayungi oleh undang-undang.

Saat ini, perundangan terkait yang dimiliki oleh Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Sayangnya, mengingat perkembangan penyakit epidemik sudah semakin menggila, undang-undang tersebut rasanya sudah tidak terlalu relevan lagi. Indonesia membutuhkan undang-undang yang tidak hanya mengatur epidemik dan pandemik, namun juga langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kejadian tersebut, seperti pembiayaan untuk penelitian kesehatan.

Membicarakan tentang epidemic dan pandemic berarti kita membicarakan epidemiologi. Epidemiologi sebenarnya merupakan cabang ilmu kesehatan yang tidak kalah pentingnya dengan cabang ilmu kesehatan lainnya. Dengan mempelajari epidemiologi, pemerintah dan tenaga kesehatan diharapkan akan mampu memetakan pola penyakit sehingga dapat membuat langkah-langkah yang tepat baik dari segi promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

 

Sumber foto: https://www.shutterstock.com/tr/search/epidemiology

Dalam ilmu epidemiologi, terdapat beberapa istilah seperti wabah, epidemik, pandemik, dan endemik. Mungkin istilah-istilah tersebut kurang familiar atau malah terdengar sama saja bagi kaum awam, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya kejadian penyakit yang meluas. Namun sebenarnya, keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.

Wabah mengacu kepada kejadian suatu penyakit dalam masyarakat, di mana jumlah orang terjangkit lebih banyak daripada biasanya. Wabah terjadi pada komunitas tertentu atau di musim-musim tertentu, yang mana dapat terjadi secara terus menerus, mulai hitungan hari hingga tahun. Wabah tidak hanya terjadi di satu wilayah, tetapi bisa juga meluas ke daerah atau negara lain.

Masyarakat sering menganggap bahwa jika ada kejadian penyakit menular, itu berarti telah terjadi wabah. Padahal, anggapan tersebut tidak selalu benar. Karena suatu penyakit dapat dikatakan sebagai wabah jika:

  1. Penyakit tersebut sudah lama tidak menjangkiti masyarakat, atau
  2. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang belum dikenal, atau
  3. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang baru terjadi di masyarakat tersebut

Epidemik adalah kondisi yang mirip dengan wabah. Kejadian dikatakan sebagai epidemik jika penularan penyakit di masyarakat tersebut terjadi secara cepat. Salah satu contoh epidemik yang cukup populer adalah kejadian SARS pada tahun 2002 dan 2003.

Pandemik adalah wabah penyakit baru yang kejadiannya sangat luas dan menjangkau seluruh dunia. Dengan kata lain, kondisi ini telah menjadi masalah bagi penduduk di belahan dunia manapun. Salah satu contoh dari pandemik adalah HIV/AIDS, Black Death, Flu Spanyol, serta Flu Burung.

Endemik adalah keadaan atau karakteristik wilayah atau lingkungan tertentu yang memiliki keterkaitan dengan suatu penyakit. Misalnya, Kulonprogo merupakah daerah yang memiliki insidensi penyakit malaria cukup tinggi. Sehingga, dapat dikatakan kalau Kulonprogo merupakan endemik malaria.

Nah, berdasarkan informasi di atas, coba ditebak kira-kira infeksi 2019-nCoV ini masuk ke kategori wabah, epidemic, atau pandemic ya? J

 ***

Penulis

Admin