Ada Apa dengan Nasi?
Selama ini, kita sering mendengar saran untuk mengurangi konsumsi nasi saat sedang berdiet. Padahal, nasi merupakan sumber karbohidrat yang utama –terutama bagi masyarakat Indonesia-yang juga merupakan sumber energi utama. Rasanya, walaupun sudah banyak makan, kalau belum makan nasi, terasa ‘kurang nendang’ ya?
Kandungan karbohidrat yang berguna untuk tubuh memang paling banyak bisa kita dapatkan dari nasi dibandingkan sumber karbohidrat lainnya seperti jagung, gandum, atau kentang. Karena itulah, kita merasa sangat full energy setelah makan nasi. Tapi ternyata, selain perannya sebagai sumber energi, konsumsi nasi –terutama yang berlebihan- dapat menimbulkan berbagai efek yang tidak diinginkan.
Jadi, apa saja sih efek samping dari mengkonsumsi nasi secara berlebihan?
Karbohidrat merupakan salah satu zat yang diperlukan oleh tubuh. Karbohidrat yang dibakar akan diubah menjadi energi. Yang harus menjadi catatan adalah konsumsi nasi dalam jumlah banyak tidak masalah, asalkan aktivitas kita juga luar biasa beratnya, karena dengan demikian, pembakaran karbohidrat juga akan maksimal. Misalnya kita adalah kuli panggul, pekerja bangunan, atau pekerjaan lain yang memang banyak menguras tenaga dan mengandalkan kemampuan fisik. Tapi, jika kita ‘hanya’ bekerja di belakang meja yang mana tidak terlalu membutuhkan banyak energi, pembakaran karbohidrat juga jadi minimal. Akibatnya, sisa-sisa karbohidrat yang tidak terbakar akan terakumulasi terus-menerus dan jatuhnya malah akan membahayakan kesehatan.
Mengapa jadi membahayakan kesehatan?
Nasi dan karbohidrat lainnya memiliki indeks glikemik yang tinggi. Indeks glikemik adalah kecepatan kadar glukosa dilepas dalam darah. Sehingga, semakin tinggi indeks glikemik asupan kita, semakin cepat proses pelepasan glukosa yang terjadi. Yang mana, tentunya dapat meningkatkan kadar gula darah kita. Semakin tinggi kadar gula darah kita, semakin tinggi risiko kita menderita diabetes.
Selain itu, kadar gula darah yang tinggi dapat meningkatkan kemungkinan kita mengalami obesitas. Obesitas itu, tak lagi ‘hanya’ menyebabkan penyakit kardiovaskular –seperti penyakit jantung, hipertensi, dan stroke-, namun juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker.
Penelitian yang dilakukan di University of Texas MD Anderson Cancer Center menunjukkan bahwa 12% dari pasien yang meninggal karena kanker paru-paru ternyata disebabkan oleh asupan karbohidrat yang terlalu tinggi. Bahkan, 49% dari peningkatan resiko masalah kanker paru-paru disebabkan oleh konsumsi makanan dengan indeks glikemik yang cukup tinggi.
Tidak bisa dipungkiri, karbohidrat memang diperlukan oleh tubuh. Tanpa karbohidrat kita tidak dapat beraktivitas dengan maksimal. Jadi jangan takut, kita bukannya harus berhenti mengkonsumsi nasi atau karbohidrat sama sekali. Hanya, sebaiknya dibatasi sesuai dengan kebutuhan kita. Mengganti nasi dengan karbohidrat lainnya juga bisa menjadi alternative. Efek sampingnya mungkin tidak terjadi saat ini. Namun, kita tentunya mau tetap sehat di 10, 20, atau 30 tahun mendatang, kan?
***