07 December 2023 4874
Life Reinsurance

Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia

Lonjakan kasus ‘pneumonia misterius’ dilaporkan terjadi secara bersamaan di berbagai negara. Pada 13 November 2023 lalu, Otoritas Kesehatan China melaporkan adanya lonjakan kasus penyakit saluran pernapasan yang terjadi pada anak. Penyakit saluran pernapasan yang mengarah ke diagnosis pneumonia tersebut dilaporkan terjadi pada sebagian besar provinsi di bagian utara China sejak pertengahan bulan Oktober 2023. Media Global Times bahkan menyampaikan bahwa Rumah Sakit Anak Beijing dilaporkan menerima hingga 9.378 pasien terduga pneumonia di setiap harinya, dan kapasitas rumah sakit tersebut dilaporkan penuh selama hampir dua bulan terakhir. Ruang tunggu dan lorong beberapa rumah sakit di China juga dilaporkan dipenuhi oleh pasien-pasien yang menanti giliran untuk mendapatkan pengobatan.

Tidak hanya China, beberapa negara di Eropa –terutama Belanda dan Denmark- turut melaporkan peningkatan kasus ‘pneumonia misterius’ ini. NIVEL (Netherlands Institute for Health Services Research) selaku Institut Penelitian Layanan Kesehatan Belanda melaporkan bahwa 80 dari 100.000 anak yang berusia 5 – 14 tahun di Belanda dilaporkan menderita pneumonia. Angka tersebut merupakan angka kejadian pneumonia tertinggi yang pernah dicatat oleh NIVEL selama beberapa tahun terakhir.

Statens Serum Institute (SSI) selaku lembaga penelitian yang didanai oleh Pemerintah Denmark juga menyatakan wabah ‘pneumonia misterius’ ini sebagai epidemi terhitung sejak 29 November 2023. Pernyataan tersebut dikeluarkan dengan mempertimbangkan kejadian peningkatan jumlah penyakit saluran pernapasan dengan angka kejadian yang jauh lebih tinggi ketimbang periode-periode sebelumnya. SSI juga menyampaikan bahwa di Denmark, kejadian epidemi tercatat terjadi setiap empat tahun sekali, dengan kejadian tertinggi terjadi pada musim gugur dan awal musim dingin.

Apakah sebenarnya penyebab dari ‘pneumonia misterius’ ini? Apakah wabah ‘pneumonia misterius’ juga sebenarnya telah terjadi di Indonesia?

Lonjakan kasus ‘pneumonia misterius’ ini tentu membuat kita kembali teringat akan awal dari Pandemi COVID-19 pada akhir tahun 2019 lalu, yang kebetulan juga dimulai di China. Lonjakan kasus ini menimbulkan kewaspadaan World Health Organization (WHO) yang secara resmi segera meminta kepada Otoritas Kesehatan China untuk menyediakan informasi rinci, termasuk hasil epidemiologi, klinis, dan laboratorium dari laporan kasus-kasus yang terjadi, agar dapat lebih memahami secara mendalam serta memberikan respon yang tepat dan sigap atas situasi ini.

Meskipun para ahli menduga adanya kemungkinan bahwa lonjakan kasus penyakit saluran pernapasan ini dapat terkait dengan penurunan imunitas masyarakat serta pelonggaran pembatasan COVID-19 yang menyebabkan peningkatan kontak langsung antara masyarakat, penyebab dari sebagian besar kasus ‘pneumonia misterius’ ini dapat dipastikan bukan disebabkan oleh virus COVID-19 alias SARS-CoV-2. Berdasarkan studi yang ada, penyebab dari sebagian besar kasus ‘pneumonia misterius’ tersebut adalah bakteri yang bernama Mycoplasma pneumoniae. Bakteri Mycoplasma pneumoniae ini merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan sebagian besar kasus ‘walking pneumonia’ alias community pneumonia. Meskipun community pneumonia ini umumnya tidak menyebabkan kasus pneumonia yang berat, tetap saja kewaspadaan kita harus ditingkatkan serta penyebaran kasus pneumonia ini harus dicegah agar tidak meluas dan menyebabkan dampak yang lebih berat nantinya.

Bakteri Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri yang umumnya menjadi penyebab dari kasus pneumonia ringan. Infeksi dari bakteri tersebut menyebabkan kerusakan pada lapisan saluran pernapasan (hidung, tenggorokan, dan paru-paru). Sebagian besar orang bahkan dilaporkan dapat terinfeksi Mycoplasma pneumoniae tanpa menunjukkan gejala penyakit saluran pernapasan, seperti flu dan batuk.

Transmisi bakteri Mycoplasma pneumoniae terjadi secara langsung, yaitu saat seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin, lalu droplet dari sekret batuk dan bersin yang mengandung bakteri tersebut dapat terhirup atau menempel pada orang lain. Semakin erat kontak seseorang dengan penderita, semakin tinggi pula risiko orang tersebut untuk terinfeksi bakteri tersebut. Oleh karena metode transmisi tersebut, penularan bakteri Mycoplasma pneumoniae umumnya terjadi di tempat yang padat dengan intensitas kontak yang tinggi, seperti rumah, sekolah, kantor, dan rumah sakit. Pada tempat-tempat tersebut, umumnya jika satu orang terinfeksi, orang-orang di sekitarnya dapat turut terinfeksi. Misalnya, apabila ada satu anak yang terinfeksi bakteri Mycoplasma pneumoniae di sekolah, maka anak-anak lainnya juga berisiko terinfeksi bakteri tersebut.

Meskipun disebut sebagai ‘pneumonia misterius’ yang menimbulkan lonjakan kasus pneumonia, infeksi bakteri Mycoplasma pneumoniae sebenarnya bukan merupakan kejadian yang baru dan umumnya tidak menimbulkan infeksi yang berat. Penderita umumnya merasakan tanda dan gejala seperti nyeri tenggorokan, rasa lelah, demam, batuk, serta nyeri kepala. Pada anak berusia kurang dari lima tahun, umumnya gejala yang muncul adalah ‘flu-like-symptoms’ seperti bersin, hidung meler, nyeri tenggorokan, mata berair, bersin, mual, dan diare. Tanda dan gejala tersebut umumnya akan mereda dan menghilang dalam kurun waktu 1 – 4 minggu.

Meskipun disebabkan oleh infeksi bakteri, penderita pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae tidak harus selalu diobati dengan antibiotik. Dokter umumnya akan meresepkan obat-obat symptomatic yang dapat meredakan tanda dan gejala yang dirasakan oleh penderita. Namun, pada kasus yang lebih berat di mana pneumonia telah menginfeksi paru-paru dan menyebabkan gejala yang lebih berat (misalnya, sesak napas), dokter akan meresepkan antibiotik untuk mempercepat eliminasi bakteri dan mempercepat penyembuhan. Golongan antibiotik yang umum diberikan pada infeksi ini adalah Macrolides (misalnya, Azithromycin) yang dapat diberikan pada anak dan dewasa; Tetracycline (misalnya, Doxycycline) yang dapat diberikan pada anak usia yang lebih tua dan dewasa; serta Fluoroquinolones yang hanya direkomendasikan untuk diberikan pada dewasa.

Meskipun umumnya bersifat ringan, pada beberapa kasus yang berat, infeksi Mycoplasma pneumoniae juga dapat menyebabkan komplikasi yang relatif berat, seperti kemunculan/kekambuhan serangan asma, encephalitis, anemia hemolitik, gangguan fungsi ginjal, serta gangguan kulit berat seperti Stevens-Johnson syndrome, erythema multiforme, dan toxic epidermal necrolysis. Kondisi tersebut umumnya terjadi pada penderita anak, lansia, atau penderita immunocompromised seperti HIV-AIDS dan autoimmune. Oleh karena itu, apabila anak mengalami penyakit saluran pernapasan dan terdiagnosa menderita pneumonia, alangkah baiknya apabila anak segera mendapatkan penanganan dari dokter untuk mencegah potensi terjadinya komplikasi.

Meskipun pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae ini pada umumnya ‘hanya’ menyebabkan sakit yang ringan saja, tentu akan lebih baik apabila kita dapat menghindarkan diri dan keluarga kita dari paparan dan infeksi bakteri ini. Dikarenakan transmisi dapat terjadi melalui percikan droplet pada sekret bersin dan batuk, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menghindari kontak dari penderita atau orang yang tampak sedang menderita penyakit pernapasan. Apabila kita berada di dekat orang yang sedang bersin atau batuk, sebaiknya kita dapat menutup hidung dan mulut kita dengan tissue atau sapu tangan. Jika memungkinkan, kita juga dapat menggunakan masker apabila berada di dekat orang yang sedang mengalami penyakit pernapasan atau apabila kita sedang berada di tempat umum atau tempat yang padat. Selain itu, kita juga dapat menjaga kebersihan dengan senantiasa mencuci tangan terutama setelah menyentuh properti publik. Kita juga dapat mengkonsumsi vitamin atau suplemen apabila dirasa perlu.

Nah, bagaimana kondisi terkini di Indonesia?

Meskipun belum –dan semoga tidak- separah di China, tren peningkatan kasus pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae mulai dilaporkan di Jakarta. Dr. Ngabila Salama selaku Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyampaikan bahwa Dinkes DKI Jakarta telah mulai menerima beberapa laporan kasus anak yang terinfeksi Mycoplasma pneumoniae. Meskipun demikian, Dinkes DKI Jakarta belum dapat menyebutkan angka pasti dari kasus tersebut, lantaran konfirmasi jenis bakteri yang menjadi penyebab dari kasus-kasus pneumonia tersebut harus dilakukan melalui pemeriksaan PCR. Saat ini, investigasi masih terus dilakukan secara parelel sembari terus melakukan pengobatan kepada para penderita, serta melakukan langkah-langkah surveilans dan pencegahan yang diperlukan.

Untuk mengantisipasi transmisi yang lebih luas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: PM.03.01/C/4732/2023 tentang Kewaspadaan terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumoniae di Indonesia. Surat Edaran yang ditandatangani oleh Maxi Rein Rondonuwu selaku Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI pada 27 November 2023 tersebut memuat sejumlah langkah antisipasi yang harus dilakukan oleh seluruh jajaran kesehatan dalam menghadapi penyebaran infeksi Mycoplasma pneumoniae di Indonesia. Melalui Surat Edaran tersebut, Kemenkes RI juga mendorong seluruh fasilitas kesehatan dan pintu masuk negara untuk aktif menyampaikan laporan terkait temuan kasus pneumonia melalui saluran yang disediakan, yaitu, Sistem Kewaspadaan Dini dan Response Event Based Surveillance (SKDREBS)/Surveilans Berbasis Kejadian (SBK), maupun ke The Public Health Emergency Operations Center (PHEOC).

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan bahwa peningkatan kejadian kasus pneumonia di berbagai negara –termasuk Indonesia- perlu dicermati, diwaspadai, dan ditindaklanjuti. Meskipun demikian, IDAI menghimbau agar kasus-kasus yang ada tidak disikapi dengan panik oleh masyarakat di Indonesia. Apabila anak mengalami penyakit saluran pernapasan, orang tua sebaiknya tidak langsung panik dan berasumsi bahwa anaknya mengalami pneumonia, karena, bisa saja anak ‘hanya’ mengalami influenza atau common cold. Meskipun demikian, IDAI juga menghimbau para orang tua untuk lebih meningkatkan literasi terkait penyakit-penyakit yang dapat terjadi pada anak –termasuk di antaranya penyakit saluran pernapasan- agar orang tua mampu mengidentifikasi apabila anaknya terindikasi mengalami penyakit saluran pernapasan yang lebih serius.

Untuk mencegah penyebaran kasus pneumonia yang mungkin telah ada di antara kita, IDAI menghimbau agar seluruh masyarakat dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakat yang kurang sehat juga dihimbau untuk menggunakan masker saat berinteraksi dengan orang lain atau tidak berada berdekatan dengan orang lain, terutama anak-anak serta kelompok berisiko lainnya (misalnya, lansia atau penderita immunocompromised). Apabila anak atau kita mengalami gejala yang mengarah ke pneumonia, sebaiknya kita segera melakukan konsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan. Kita tidak direkomendasikan untuk mengkonsumsi obat-obatan tanpa rekomendasi dokter, terutama untuk obat-obatan yang tidak beredar bebas di pasaran atau antibiotik.

Stay safe and healthy, semuanya!

Author

dr. Laras Prabandini Sasongko, AAAIJ

Email: laras@indonesiare.co.id